Teringat kala roman petrikor pekat menyeruak membersamai rinai yang turun.
Samar, diksi-diksi riuh rendah lambat laun berpadu vokal hiruk-pikuk.
Afeksiku satu, netraku jatuh pada memori puluh tahun yang kini rebah diam membisu.
Sepi disini, ramai disana, seluruhnya mengharu biru.Jiwaku remuk redam, tatkala dendang syair syiar dari mereka yang piawai berusaha mengisi setiap kekosongan.
Kala petang surut bintang gemintang, semerbak ratus dupa meruak indera di sudut ruang.
Dekap tak hangat bergantian menyambangi ragaku yang telah hilang sebagian.
Jangan bilang ikhlaskan, kerana duniaku kini dan selamanya tersisa kehampaan.Rebahmu tak lagi di rumah ini
Singgahmu tak lagi di kefanaan siniBerpulang sudah ke pangkuan Tuhan
Beristirahat sudah rintih dan perihmu berkawan hujan
Tinggallah pekikku mengalun dalam raung sirine yang membelah jalananUcapku pada bumi manusia, tempat tidur panjangmu;
"Sampai jumpa di kehidupan nanti"—Sriwijaya, bulan kesebelas
●○●
Selamat Hari Bapak!
Btw, kalimat di atas aku cuplik dari salah satu memoar yang kutulis dalam "Memoar Bahagia Bersama Bapak Tercinta" hehe :'))
ini penampakan bukunyaaaa
Amitofo, setelah banyak pertimbangan ini dan itu, buku ini bisa terbit, dan aku bisa berpartisipasi nulis. Walaupun sebenernya tulisanku masih bego, dan amatiran. Mesti ngedrama dulu, nangis-nangis dulu, nyari inspirasi di kolong jembatan dulu—oke skip.
Dulu banget, aku pernah nulis di snap sosmedku tentang rindu sama bapak. Dan ada yang ngebales 'do'a sana, jangan bikin snap doang'
Terus aku kayak, what? Masalahnya apa? Tiap orang punya cara mengungkapkan emosi masing-masing :')) dan sejak itu, aku nyoba berhenti bikin snap atau berbagi tentang apa yang aku rasain (tapi di wattpad aku nulis semua hal dongg wkwkwk, gapapa toh aku pake nama pena dan gaada yang kenal aku di real life hehe :D)
Aku persembahkan tulisanku ini dengan segenap jiwa dan raga untuk Bapakku di surga ♡