[SPOILER END GAME ALERT!!]
"I thought letting you go would get easier every time I do it again, but it gets only harder. Especially when it comes to the one last time."
...
Hari itu, dua sosok lelaki tampak duduk bersampingan di tepi danau. Bersantai menikmati senja dan juga menikmati cheese burger mereka."Sangat sunyi sekali."
"Ya sangat sunyi. Oh tunggu!" Lelaki yang memakai alat bantu yang bersinar di dadanya menghentikan perkataan lelaki di sampingnya.
"Danau ini yang sunyi atau suasana canggung diantara kita ini?"
Lelaki di sampingnya yang berjuluk Doctor Strange tertawa kecil.
"Ah mungkin keduanya." Ia tersenyum dan dibalas senyum tipis Tony.
Suasana kembali hening. Stephen yang tak tahan dengan keterdiaman lawan bicaranya mulai membuka mulutnya kembali.
"Tony, aku sudah berusaha untuk-"
"Cukup, Doc. Aku tahu kau akan membicarakan apa." Tony memotong percakapan tersebut dengan cepat. Ia sangat tahu perasaan Stephen saat ini.
Dia sudah berusaha berulangkali untuk menyelamatkan semesta tanpa menghilangkan satu nyawa sekalipun. Namun satu-satunya kemenangan yg dilihatnya hanyalah salah satu kesedihan terberatnya hingga sekarang.
"Wong akan sangat sedih melihatmu seperti ini. Sudahlah." Tambah Tony.
Stephen terdiam kembali. Wajah sedihnya tidak bisa tergambarkan oleh kata-kata saat ini. Pandangan mereka bertemu satu sama lain seakan menyiratkan kerinduan mendalam dari lubuk hati keduanya.
"Jagalah Peter untukku, eum?"
"Oh Spider-boy itu?"
Tony tertawa. Ah jika saja Peter sekarang berada disini, dia akan marah besar dan segera mengoreksinya dengan kalimat 'Aku Spider-Man, Doc!'
"Anak itu sangat baik kau tahu. Sangat polos dengan segala keberaniannya melawan kejahatan. Aku sangat kagum."
Stephen memandang wajah rindu Tony terhadap 'anak didik'nya tersebut.
"Kau ingin bertemu dengannya?" Tawar Stephen.
Tony terkejut. "Tidak! Tidak tidak jangan! Dia akan sedih melihatku kembali dan tak akan bisa memulai hidup barunya tanpaku sebagai 'mentor'nya."
Dokter tersebut menangkupkan kedua tangannya. "Dia juga merindukanmu, Tony. Dia benar-benar mengagumimu sebagai sosok ayah dikehidupannya."
Tony menaikkan sebelah alisnya. "Huh bagaimana kau tahu? Apa kau penyihir yang bisa membaca hati seseorang?"
"Memangnya selama ini bukannya kau menganggapku penyihir?" Kekeh Stephen.
"Ya, penyihir yang datang ke pesta ulang tahun anak kecil dan membuatkannya balon binatang. Sangat amat keren sekali."
Keduanya tertawa keras akan sindirian Tony tersebut. Sesekali mereka memakan cheese burger yang ada di tangan mereka kembali, hampir terlupakan karena percakapan panjang mereka.
"Morgan dan Peter mulai dekat akhir-akhir ini. Membicarakan berbagai hal, mulai dari semua kebiasaanmu hingga semua penelitian dan rancangan robotmu itu. Selalu tentangmu, Tony."
"Syukurlah kalau begitu." Tony menghela nafas lega mendengar cerita Stephen.
"Kenapa pendek sekali? Apa kau tak ingin mendengar kabar putri kesayanganmu lebih jauh?"