Catatan Matematika

14 8 3
                                    

Ra besok ulangan bab brp?

Dinda mengirimi pesan singkat via WhatsApp. Kebiasaan nya memang abai soal ulangan, yeah baginya ngerapihin feed Instragram lebih penting dari pada ngerapihin nilai raport.

Huh, aku juga sih.

Eh? Aku malah baru ngeh kalau besok ada ulangan. Iya, besok ada ulangan matematika, tapi bab berapa eh?

Lah bab berapa? Aku membalasnya. Bingung juga, soalnya kalau ada mapel matematika tuh kita sama-sama ngilang. Kekompakan kita seolah diuji saat ulangan matematika datang, siapa yang dapat nilai bagus patut di curigai.

Fast respon. Dinda langsung membalasnya. Tulul, kan aing nanya situ eneng_-

Hehe, lupa aku Din.

Serah deh mau ulangan, mau kuis atau apa selagi itu itung-itungan aku nggak mau. Lagian kalau pun belajar, catatan ku juga tidak lengkap.

Auah, mending coba-coba bikin skrip PHP yang kemarin masih error.

Lantas aku lupa waktu, dan baru bisa tidur dini hari.

~

Eghhh..

Aku menggeliat saat mama mulai membangunkan ku, seperti pagi-pagi biasanya aku selalu susah bangun tepat waktu kalau tidak di bangunkan mama.

Jam 5 pagi itu bagi mama jam 7 pagi.

Kan ngeri tuh.

Rutinitas ku pagi ini seperti biasa. Tidak ada yang berbeda, hanya saja aku berangkat lebih pagi karena hari Senin itu hari yang paling ngeselin. Upacara.

"Yud, buruan! Keburu telat ah, nanti upacara loh."

"Iya-iya, manasin motor dulu." Setelahnya Yudha lebih sibuk pacaran sama motornya. Di ini, di itu, serah deh Yud.

5 menit.

10 menit.

MAU BERAPA LAMA, INI JAM BERAPA TULUL!!
Diam saja lah Ra, sudah kepalang gondok kaya gini mau ngomel seberapa pun yang ada malah memperkeruh.

"Udah, yuk Ra." Tanpa rasa bersalah. Kesal ah lama-lama.

"Hm," serah dia peka atau engga. Setelahnya kita berangkat seperti biasa dan tidak ada suara lagi darinya ataupun dariku. Sudah diam-diam gini saja, kesel ngomong sama Yudha mah.

"Ra." Suara Yudha membaur dengan udara yang berhembus kencang pagi ini, masuk ke sela-sela helm yang ku pakai. Santai sekali dia?

"Apa?" Aku menyaut sengit.

"Ngecek aja." Ringan sekali.

Aku sontak menepuk pundak nya, "apasih ga jelas?!"

"Aduh, kena damprat kan. Canda kali,"

"Lagian kamu sih rese." Rese ya? Kekesalannya ku pada Yudha membawa ide buruk. Aku tersenyum jahil, membuka tas Yudha dan mengambil buku catatan matematika nya diam-diam. Menukarnya dengan catatan punya ku. Mampus kamu Yud, makan tuh catatan ngga lengkap punyaku.

"Iya maap." Bodohnya dia tidak menyadari.

"Oke di maafkan." Good Ra, semua sudah selesai. Aman. Tidak ketahuan. Aku tertawa dalam hati, tunggu saja kamu Yud.

Yudha tampak curiga, terbukti dari matanya yang mulai was-was mengamati ku dari kaca spion.

"Apa?!" Aku melotot tidak terima.

"Dih, tumben murah maap? Biasanya gua harus jungkir balik dulu baru lu maapin." Dia menggerutu.

"Aku kan emang baik, yaudah Yud turun depan ya. Gerbang udah keliatan tuh." Sip Ra, sebelum Yudha curiga lebih baik depan turun.

Anjara CandramawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang