Nara mulai bangun dari lamunannya dan menatap mata pria paruh baya itu dengan sigap. Meski air mata masih terus menerus menetes dari wajahnya, Nara memberanikan diri untuk angkat bicara.
" Sebenarnya saya hanya menyampaikan apa yang telah dirasakan oleh putra bapak, Dhira. Selama ini dia tidak pernah mendapatkan haknya sebagai seorang anak dan bapak justru ketahuan berkencan dengan wanita lain. Apa bapak juga mengetahui perasaan ibu Dhira?"
"Nara untuk apa kamu melakukan hal ceroboh?" Tanya ibunya. Pria paruh baya itu terkejut mendengar ucapan Nara tentang perilakunya selama ini.
Diam-diam Nara menatap wajah ayahnya yang terlihat sangat kesal, kemudian mengalihkan pandangannya pada laki-laki muda yang masih terdiam dipojokan.
"Nara ingin bantu teman yah, bapak ini selalu berlaku buruk terhadap Dhira. Apapun yang dikatakan,dibutuhkan Dhira untuk kehidupannya, bapaknya selalu tidak mau tahu. Hal ini mendorong Nara untuk membantu teman Nara bukan untuk menyakiti siapapun." Suara Nara tercekat saat bercerita.
"Nara tahu bahwa ini salah dan maaf telah menjadi putri yang buruk bagi ayah. Tapi, ayah selalu mengajari Nara untuk peduli terhadap setiap masalah yang terjadi di sekitar kita."
Pria muda itu mulai mengangkat wajahnya menatap Nara. Seolah-olah dia juga ingin bicara tapi nyalinya tidak cukup berani untuk mengakui kesalahannya. Sebenarnya Nara kecewa karna teman dekatnya itu sama sekali tidak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Tetapi, sesaat semua orang terdiam dan tidak ada suara sama sekali. Nara yang tadinya menangis tersedu-sedu juga berangsur-angsur membaik dan berani bicara.
"Ayah membenci orang yang membuat masalah Nara, tetapi ayah tidak membenci orang yang berani mengaku bersalah atas masalahnya."
🍁🍁🍁
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Bapak (ayah)
Short StorySejak aku dilahirkan aku mendedikasikan hidupku untuknya, menjadi pribadi yang santun dan senantiasa menghormati beliau. Aku bahkan tak tahu cara untuk membangkang terhadap perintahnya,karna setiap perkataannya adalah perintah untukku. Mau tidak mau...