Dua

195 19 4
                                    

“Mae, jangan cepet-cepet dong,”

Kamu melangkah penuh kehati-hatian, berusaha menemukan pijakan paling aman yang bisa kamu gunakan untuk menuruni pegunungan. Jadi ingat acara tv yang sering Kamu tonton dulu, yang menayangkan anak-anak di pelosok negeri yang untuk bersekolah saja, harus menempuh jalur pegunungan, beberapa bahkan harus menyebrangi sungai karena tiadanya akses jembatan.

Mungkin rasanya seperti yang Kamu rasakan saat ini, bersusah payah menuruni gunung di sore hari hanya untuk pulang, eh bukan pulang sih. Saat ini Kamu sedang mengekor pemuda di depan agar bisa menginap di rumahnya sampai waktu yang belum ditentukan.

Laki-laki berhelai oranye itu berjalan cepat, melompati bebatuan seolah dia sudah menghapal setiap rintangan yang menghalangi jalan, membuat jarak di antara kalian semakin melebar. Wajar sih, habisnya begitu Kamu sadar kalau itu Maehara alias tokoh anime yang paling dibenci, Kamu langsung  bangkit dan memukul pipinya dengan segenap usaha dan tenaga.

Membuat empunya terjengkang ke belakang ditambah bonus memar di pipi kanan.

Kamu juga langsung membanjirinya dengan segudang kata hinaan, membuatnya heran sekaligus kesal di saat bersamaan. Bagaimana bisa orang asing memberinya begitu banyak julukan yang begitu memuakkan. Maehara balas mengataimu dengan seabrek kata makian.

“Dasar cewek nggak tau diri! Ditolongin bukannya bilang makasih malah ngatain! Maunya apa sih?” Maehara berkata dengan berapi-api, tangan kanan sudah teracung menunjuk hidungmu, eh memangnya di hidungmu ada apanya, upil?

Saat dia hendak pulang dengan langkah menghentak karena emosi, Kamu langsung bangkit berdiri, mengikuti langkahnya yang sengaja dipercepat karena mendengar langkahmu, mana sudi dia pulang bersama gadis yang sudah melukai harga diri.

“Eh Mae, Aku nggak tau rumahku di mana. Numpang di rumahmu, boleh?”

Maehara sontak berbalik,

“Ya masa sih Kamu nyasar terus lupa rumah juga? Terus masa mau nginep di rumah cowok nggak dikenal? Nggak punya temen, apa?”

“Ya mana kutahu lah! Siapa juga yang mau punya nasib kayak gini, hah?!”

Kamu balas berkata tak kalah emosi, air mata hampir menetes membayangkan apa yang akan terjadi kalau sampai Maehara menolak permintaanmu untuk menginap di rumahnya, bagaimana kalau kamu diculik lalu di-

“Yaudah iya,” Maehara menutup wajah dengan sebelah tangan, telinganya sudah merah padam, “tapi orang tuaku lagi dinas keluar kota, baru balik minggu depan, jadi,”

“ISH DASAR MESUM!”

Duh ternyata pendek sangat:)

Chance to MeetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang