너-

66 19 1
                                    

❇ Chapter Four, start ❇

Kalau Shihyun tidak mempedulikan dirinya dan membalik langkah setelah melihat dirinya, dia tidak melakukan apa yang dia lakukan saat ini atau mungkin dia sudah melakukan hal ini sedari lama jika dia masih memiliki nyawa setelah dia menyinggung kelompok jalanan.

Benda di tangannya memperlihatkan kilatan cahaya dari benda malam, memberitahu kalau bulan sedang bersinar dengan terang pada bagian luar dari ruangan tertutup lagi nyaris kosong yang tidak menghentikan ingatan mengenai tatap kecewa mengarah padanya.

Telunjuk kiri Doyum menekan sisi dari bagian yang memperlihatkan kilatan cahaya, menekan lebih kuat hingga dia merasakan basah pada jarinya.

"Ah" Doyum membiasakan diri dengan rasa sakit, bahkan di waktu orang lain mencurahi dirinya dengan perhatian

"Doyum-ah, kau baik saja?" Pandangan cemas diberikan semua orang saat Doyum mendapat cedera di kaki sewaktu dia melakukan latihan, memberi ucapan baik dan mengharap kesembuhannya

"Heh" Doyum tidak menahan dengusan selagi dia menarik jari telunjuk dari bagian mata pisau yang tajam, mengingat alasan yang membuat kehidupannya berubah

"Perusahaan Ayah mengalami bangkrut" Tidak memahami apa yang begitu buruk dari perkataan orangtuanya, Doyum memperlihatkan senyum dan berusaha menenangkan orangtuanya

'Tes' Suasana hening membantu telinga Doyum mendengar titik darah yang menetes pada lantai, membasahi lantai dengaan tetes yang memiliki aroma besi

"Ibumu sudah pergi" Walau Doyum tahu kalau Ibunya tidak biasa dengan kehidupan saat ini, Doyum tidak berpikir kalau Ibunya akan melompat pada aliran sungai yang deras

'Tes' Telinga Doyum mendengar tetes lain yang menuruni jarinya dan menetes pada lantai, belum melakukan hal lain mengenai pisau di tangan kanannya

"Aku sibuk saat ini" Orang-orang hanya menaruh tatapan singkat selagi melontar alasan padanya, memberi kesan kalau kehadiran Doyum mengganggu mereka

"Bodoh" Dahulu Doyum berpikir kalau tindakan ini bodoh, begitu bodoh hingga tidak ada kata yang mampu menggambarkannya dengan tepat

"Ayahmu mengakhiri hidupnya" Doyum tidak memahami alasan tanggung jawab yang tertulis di surat Ayahnya, tidak mengerti bagaimana tindakan ini menjadi bentuk tanggung jawab

"Lemah" Doyum masih menemukan rasa tidak nyaman dari telunjuk kirinya, sisi jari yang memiliki goresan kecil

"Aku sudah katakan, aku tidak bisa membantumu" Punggung Doyum merasa nyeri karena benturan dengan dinding, tapi dia tidak melewatkan nada kasar dari orang yang pernah menjadi ketua kelasnya

Doyum memiliki kehidupan nyaman selama hidupnya, mendapatkan perhatian sebagai pewaris dari perusahaan besar, juga merasa cukup dengan sedikit waktu yang dipenuhi perhatian dari orangtuanya.

Keras pada dirinya sendiri tidak membuat Doyum menerima perlakuan kasar orang lain dengan mudah, sikap menghindari yang menerangkan penolakan terhadap kehadirannya bukan hal yang biasa dia tangani.

"Kau mencari masalah dengan kami?" Pada awalnya Doyum merasa takut dengan kelompok jalanan, hingga dia menemukan kalau kelompok jalanan tidak berlalu begitu saja sewaktu dia mengganggu mereka

Karena mereka bukan orang yang memberi perlakuan baik dan menunjukkan perubahan sikap lagi menghindarinya saat perusahaan Ayahnya bangkrut, Doyum tidak mempermasalahkan laku mereka.

"Tidak ada yang peduli padamu. Kenapa kau masih hidup?" Tidak ada balasan karena Doyum merasa nyeri pada rahangnya, tapi Doyum mendengar pertanyaan itu dengan baik

Benar, tidak ada yang mempedulikan kehadirannya dan tidak pula ada orang yang merasa peduli kalau dia meninggalkan mereka juga meninggalkan dunia.

Kedengaran seperti hal bagus kalau dia tidak perlu menghadapi hal mengesalkan setiap hari, mendapat panggilan 'anak nakal' dari kelompok jalanan untuk mencari perhatian.

"Hei, kau, masih hidup?" Doyum mempertanyakan bagaimana orang lain menemukan dirinya dan mendekati dirinya

Doyum ingat kalau rasa sakit dari luka-luka di tubuhnya melebihi rasa sakit yang biasa dia dapatkan, atau dia menganggap situasi begitu buruk karena dia tidak lagi mengharapkan apapun dan menginginkan istirahat panjang.

"Sampai jumpa" Tangan terangkat selagi mengucap pamit, Doyum masih menemukan rasa hangat dari pandangan juga senyum kecil yang diberikan sebelum orang itu melanjutkan langkah

Doyum tidak meyakini perasaan pada pandangan pertama adalah hal yang biasa terjadi, tapi dia memuja Shihyun dari temu mereka, menyukai senyuman yang diperlihatkan padanya dan tidak ingin ada siapapun yang mengusik ekspresi itu.

"Oh, aku bertemu denganmu lagi" Pertemuan dengan Shihyun bukan hal yang Doyum rencanakan pada esok paginya, tapi dia memberi respon dengan senyuman kecil

Perkataan kalau 'satu kali adalah kebetulan, dua kali adalah keberuntungan' membuat Doyum mencoba peruntungan pada pagi lainnya, membuat dia sering bertemu Shihyun pada waktu pagi dan mendengar keluh kesah Shihyun.

"Kau pikir apa yang dipikirkan oleh Shihyun saat dia mengetahuinya?" Entah, Doyum tidak tahu hingga dia menemukan Shihyun yang terdiam dan memperlihatkan sorot kecewa

"Sekarang, aku mengerti" Doyum membentuk senyuman tipis, membutuhkan waktu satu tahun hingga dia memahami tindakan 'tanggung jawab' Ayahnya.

Pandangan Doyum terletak pada benda di tangannya, tidak menunda gerakan berikutnya untuk menekan benda tersebut pada lehernya hingga dia merasakan basah di tangannya.

Doyum merapatkan matanya dengan memikirkan sorot kecewa Shihyun padanya, kembali bertemu dengan perasaan sesak juga rasa putus asa yang tidak dia temui selama beberapa waktu.

❇ Chapter Four ; end ❇

Masih ada satu part lagi menuju akhir cerita ini, rencananya aku akan publish di hujung pekan kalau tidak ada halangan.

My PreciousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang