Perempuan Dipelataran Desa

50 3 0
                                    

Pada rintik gerimis, Renjana tak pernah datang lagi pada perempatan desa sebrang. Dengan sombong dan percayadirinya sang maha pemikat perempuan mengatakan bahwa " Ku tunggu kau di desa sebrang jangan lupa membawa sisa-sisa kekuatan agar aku bisa memelukmu tanpa kecanggungan dari sorot matamu."

Kidung hati dengan keagungan sang Tantra ku bersumpah akan terus mencintaimu sampai datang ufuk timur dan barat beradu, merayu dengan indahnya mega mendung yang lancang menantang datangnya kesedihan.

"Aku akan melindungimu!" Katanya tegas.

Tantra Sasongko, putra pak kades dari desa Ambarukmo yang berada di antara perbatasan pedesaan dengan perkotaan.
Desa yang tak jauh dari pusat perkotaan masih diselubungi kabut nan tebal, pada pukul 06.00 WIB anak-anak petani dan peternak bercengkrama di pinggiran jalan berpaspal yang sedikit berlubang, tatkala raut wajah bahagia yang terlukis pada gelak tawa dan canda dari peraduan mulut tak mampu disembunyikan oleh lebatnya kabut yang menutupi arah pandang.

Mayoritas penduduk desa Ambarukmo adalah seorang petani dan peternak bebek atau ayam, mereka menggantungkan perekonomiannya dengan hasil bumi, sawah dan kebun adalah ladang uang mereka untuk menghidupi keluarga.

Mobil-mobil pendatang sering melewati jalur perbatasan desa dengan kota hanya untuk berekreasi atau berwisata saja. Wajarlah Ambarukmo masih terlihat segar nan asri karena sekelilingnya masih terdapat sawah berjajar dan sungai yang belum tercemar.
Pada perbatasan dimana titik kota dan pusat perdesaan ada sebuah dusun kecil yang letaknya tak jauh dari pusat perbatasan, dusun dengan ke asrian nya yang melebihi Ambarukmo masih menyisakan ke elokan yang natural.

"Bapak!!! Aku tidak mau dinikahkan, aku memang hidup didesa, tapi aku punya mimpi yang cukup tinggi. Aku akan keluar dari dusun ini, akan kubuatkan bapak gubuk mewah di desa sebrang, umurku baru 19 tahun aku belum siap menikah, lagi pula juragan Abram itu sudah berumur 43 tahun, istri nya saja sudah 3. Sedang aku masih belia, aku gadis yang bermartabat pak!!! Jangan hanya karena lilitan hutang bapak malah menjualku! Bapak tega!" Ucap Renggani Sukma dengan airmata yang mengalir cukup deras.

Renggani Sukma, putri pasangan dari kalangan miskin. Seorang piatu hidup berdua dengan bapaknya yang seorang preman ulung yang ditakuti di Dusun Cipancur.

Ibunya meninggal karena sakit-sakitan, dia sangat tersiksa karena sang suami tidak pernah memperhatikan anak dan istrinya. Namun karena kekuatan cinta dari Ibu Ambar lahirlah perempuan cantik dan berhati bersih iya, Renggani Sukma.

"Nak, jangan pernah membenci bapakmu dia juga surga, tempat dimana kamu hidup abadi dan merasakan kebahagiaan disurga nanti. Surganya seorang anak terletak pada kasih sayang kepada kedua orang tuanya. Kamu tidak mau kan surgamu hilang karena membenci akhlak buruk dari bapakmu?" Tanya ibunda ambar dengan mengelus rambut sang putri.

"Bu .... kita memang miskin dan terlilit banyak hutang, kelakuan bapak yang meresahkan warga memang membuat hatiku teriris, keadaan memang membuat mental ku terpuruk, ibuk yang sakit-sakitan aku yang merasa paling hina disini, aku memang menyalahkan bapak atas semua kesialan yang menimpa dikeluarga kita. Tapi jujur bu ... aku sangat menyayangi dan mencintai bapak." Ucap Renggani dengan sesenggukan.

"Nak suatu saat ibu pergi, ibu harap jangan pernah ada rasa benci yang kamu simpan dihati hanya karena bapak." Ucap sang ibu dengan senyumnya.

"Jangan bicara seperti itu bu!" Balas Renggani memeluk ibunya dengan sangat erat.

"Sudah jangan nangis! Bedak tabur mu ... luntur." Jawab ibu sambil batuk-batuk.

Selang beberapa minggu setelah perbincangan kedua wanita tersebut, Ambar keadaanya semakin parah dibawa ke tabib dan bidan pun percuma, tidak ada peningkatan. Hingga saat datang dimana ajal akan memasuki raga Ambar, seorang Algani menitihkan airmata untuk yang pertama kalinya.

Kompilasi Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang