BAB 2

44 14 4
                                    

***

Adreena berjalan menuruni anak-anak tangga dengan tergesa, takut terlambat untuk mengikuti ayahnya untuk menyerahkan berkas-berkas masuk ke sekolah barunya. Pagi ini Naka dan Adreena akan mengurus kekurangan berkas yang harus diurusnya.

Setelah sekian lamanya Adreena sibuk mengurus hal-hal yang diperlukan di Jepang, dan urusan di Indonesia diwakilkan oleh ayahnya. Dan pagi ini, mereka akan pergi ke sekolah baru Adreena untuk menyerahkan berkas-berkasnya. Tempat dimana Adreena akan menghabiskan waktunya kurang lebih dua tahun, sekaligus menjadi tempat kakaknya menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas ditahun ketiganya. Ya, Adreena masuk kelas sebelas telat beberapa hari walaupun namanya sudah resmi terdaftar, karena sewaktu hari pertama masuk sekolah ia masih berada di Jepang.

"Asharga," panggil Naka yang masih sibuk membaca koran dan mengabaikan secangkir kopi miliknya. "Sini, Kak."

Asharga, alias kakak lelaki Adreena, yang sedang mengikatkan tali sepatunya itu menoleh. Tidak menyahut, namun mempercepat gerakan ikat-mengikat tali sepatunya. Setelah selesai, ia beranjak menghampiri sang ayah. "Kenapa, Ayah?" tanyanya kemudian.

Naka meletakkan koran miliknya, sembari melepas kacamata baca yang digunakannya. Ia memberikan kode agar putra lelakinya segera duduk di sofa sebelahnya.

"Kamu mulai hari ini bawa mobil ya, Kak? Jadi, besok-besok biar adek sama kamu aja pulang-perginya, bisa, Kak?"

Asharga mulanya hanya terdiam. Terlihat memikirkan sesuatu diotaknya yang tidak terjangkau itu, tapi pada akhirnya ia menganggukkan kepala juga. "Sebenarnya, tetap bisa pakai motor, kan?" Lelaki itu menaikkan alisnya tidak mengerti.

Ayahnya mengangguk membenarkan, namun setelahnya beliau kembali melanjutkan ucapannya. "Agar ayah yakin kalian lebih aman saja."

Adreena yang merasa obrolan kedua orang lelaki itu tidak begitu penting berusaha bersikap cuek. Ia menghampiri sang bunda yang sibuk menata sarapan di meja makan dengan bantuan Bibi Dhara. "Selamat Pagi, Bunda! Bibi!"

Ayaka menolehkan wajahnya sembari tersenyum cerah. "Selamat Pagi, Adek! Duh, semangat sekali mau ke sekolah barunya?"

Begitu juga dengan Bibi Dhara yang tersenyum di sela-sela kegiatannya menata meja. "Selamat Pagi, Nona!"

Adreena tersenyum sekilas mendengar ucapan sang bunda. Sebenarnya yang membuat dirinya bersemangat seperti ini karena nyaris setiap hari disepuluh tahun terakhir dalam hidupnya ia selalu sarapan tanpa kedua orang tuanya. Kecuali saat mereka sedang berlibur ke Tokyo. Adreena bahkan jarang sarapan bersama kakek dan neneknya lima tahun belakangan, karena mereka berdua yang sudah cukup tua sedikit kesulitan jika harus selalu hadir di meja makan. Maka Adreena yang akan mengantarkan makanan ke kamar pribadi kakek dan neneknya, memastikan mereka berdua makan, barulah ia makan dan pergi ke sekolah. Meninggalkan kakek dan neneknya dengan bibinya.

Bibi Dhara menuangkan susu cokelat ke gelas milik Adreena yang baru saja duduk dikursinya. Sementara Ayaka beranjak meletakkan roti yang baru saja diolesi selai kacang di atas piring milik putrinya. "Dimakan, Dek. Nanti kalau kurang ambil lagi."

Adreena menganggukkan kepalanya. "Terima kasih, Bun."

Ayaka tersenyum dengan sama cerahnya seperti saat menyambut kedatangan Adreena tadi. "Sama-sama, Sayang."

"Nanti Nona Adreena mau bibi masakin apa sepulang dari sekolah?"

Adreena menggelengkan kepala masih dengan kunyahan roti dalam mulutnya. "Aku nggak mau yang ribet-ribet, Bi. Terserah Bibi saja," katanya setelah menelan roti.

"Bunda sudah sarapan? Bibi juga? Ayah?" Barulah gadis itu menyadari bahwa hanya ia sendiri yang sudah mengigit roti miliknya. Karena terlalu terbiasa sarapan sendirian membuatnya melupakan banyak hal, termasuk menunggu orang berkumpul dimeja makan untuk memulai sarapan.

Asharga dan RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang