sixteen

399 84 18
                                    

peringatan : harsh word!
__

Siangnya Zea mau bolos sekolah. Dia nunggu ojol pesenannya di halte, sambil menatap kosong ke depan. Matanya sembab, hidungnya merah, rambutnya berantakan.

Bip! Bip!

Bip!

BIIIIPPP! BIIIPPPP!

"MBA AYO BURUAN PULANG SAYA LAPER." teriak Haechan dengan watadosnya.

Zea ngelirik ke Haechan sebentar, terus ngelamun lagi. Ngelirik haechan lagi, ngeluarin dompet terus nyerahin uang.

"Cancel aja mas." kata Zea hampir nggak bersuara. Haechan bingung tuh, akhirnya dia turun dari motor buat duduk di sebelah Zea.

"WADO!" teriak Haechan begitu helmnya ngejeduk atap halte.

"Eh? Mba ini yang kemarin dari rumah sakit bareng bu Irene?" tanya haechan diikuti anggukan Zea.

Haechan balik ke motor dan ngebuka joknya buat ngambil sebuah amplop coklat ukuran a4.

"Temen cowoknya mba kemarin ngebuang ini." kata Haechan.

Zea ngambil amplop itu dengan malas, membukanya lalu dibaca. 'oh hasil check-up'

HAH?!

Zea membacanya ulang. Terus air matanya keluar lagi. Ya Haechan panik lah, ntar disangka dia yang bikin nangis Zea.

Padahal ya baru pertama ketemu nih.

"Eh loh mba? Kok nangis? Apa tulisannya? Tagihan hutang dari bendahara kah?" ucap Haechan.

Refleks Zea meluk haechan terus lari balik ke sekolah. Buat nyerahin dokumen asli itu.

Biar nggak dituduh lagi, biar beasiswa fotografinya ke universitas impiannya nggak dicabut, biar nggak jadi di drop out juga supaya orang tuanya nggak malu.

Sedangkan Haechan garuk-garuh helmnya. Terus tau-tau teriak,
































"DUH GUA BAPER GIMANA NIH ANYING." -Haechan. Ini yang mencetuskan si Haechan jadi gangguin Zea sampai sekarang.

Ehe. udah gitu aja.

©cippocipMay, 5

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

©cippocip
May, 5

ojek online •haechan[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang