19,- Manajer Sayang

176 61 42
                                    


".......sekalinya dapat, nggak akan aku lepas."




Dih coba! Keren amat gue coba. Kata-kata gue udah berasa kayak Dilan ke-dua nggak sih? Ah nggak ah! Masa gue di samain sama Dilan yang kayak begitu.

Kan lebih romantisan gue kan yak?

"Kemarin kayak mayat, sekarang senyum-senyum sendirian. Ya Allah, apa anakku beneran gila? Apa harus di bawa ke ustad Dhanu apa ya?"

Dengan suara serius, Kanjeng Ibu ngomong gitu. Terus nggak lama ikutan duduk di samping gue sambil naruh telapak tangan ke jidat gue. Mukanya serius banget sumpah! Padahal tadinya gue kira cuma becandaan doang.

Ya gusti. Berarti dari kemarin-kemarin nafas gue sesek berasa sakaratul maut, cuma di kira gila sama keluarga gue???

Sungguh harmonis.

"Anak murung di kira gila, anak lagi senang juga di kira gila. Jadi, aku tuh warasnya kapan di mata kalian? Kapan ha kapan?"

Ngelihat gue jadi dramatis, Ibu cuma ngulum senyum. Matanya jadi natap gue jenaka sebelum akhirnya melengos mencurigakan.

"....kamu diam aja juga kelihatan nggak waras sih Jun, sebenarnya." Gumam Ibu sambil lirik-lirik gue.

Gue cuma bisa mutar mata malas, sambil dalam hati ngedumel-dumel kayak emak-emak tiri atau ibu mertua antagonis yang di tipi-tipi.



"Assalamu'alaikum...."

Begitu dengar suara lembut itu, gue langsung bangun dengan semangat. Dan ternyata gerakan gue bikin Ibu kaget sampai mengkerut mojok ke ujung sofa.

Lucu. Pengen ketawa tapi dosa.

Jadi, yaudah gue nyengir aja sambil mulai jalan ke depan. Tapi belum juga selangkah, Kanjeng Ibu udah nyerobot rusuh lari-larian ke depan pintu. Ini emak-emak kapan juga berdirinya? Perasaan tadi masih di pojokkan sofa. Gesit amat mentang-mentang kecil.

"Eh Sarah? Apa kabar? Pantesan tadi kayak kenal suaranya. Eh ternyata...." Bahkan nih ya, gue yang di dalam aja merasa panas kuping dengar Ibu nyerocos nggak berhenti gitu.

"Duh, udah lama ya nggak kesini. Nyari siapa?" Lanjut Ibu lagi.

Gue kirain udahan sesi nyerocosnya. "Nyariin anak ganteng dong Ibu, masa nyariin Ibu?" Serobot gue begitu sampai di samping Ibu.

Menatap pemandangan indah di depan gue. Yang masih ngasih senyum canggung ke Ibu dan ngasih gue lirikkan datar.

Ya terus aja gitu. Ntar kalau udah terlanjur cinta juga nemplok mulu ke lengan aku.

"Anak ganteng? Siapa? Galih? Galihnya mah sekolah atuh, UNBK. Nggak bisa di ajak jalan-jalan dulu."


Lah apaan?! Kok jadi Galih?!

Aku Kanjeng!!! Aku!!! A-KU!





"Bukan Galih tante, Arjuna. Saya ada urusan sama Juna." Sarah yang tadinya ngulum bibir sekarang bersuara lembut.

Meyakinkan Ibu seolah menjelaskan kalau yang ganteng itu Arjuna. Bukan Galih. Apaan Galih? Dia mah butiran deterjen bubuk.

Ninggalin Ibu yang masih melongo sambil gantian natap gue dan Sarah, gue maju selangkah. Membusungkan dada dengan bangga sambil meraih tangan Sarah.

Menggenggamnya dan menuntunnya ke arah mobil kantor yang Banin pinjamkan ke gue.

"Manajer sayang, biar aku aja yang nyetir. Manajer sayang duduk manis aja sambil lihatin aku yang tampan ini nyetir menuju masa depan."











"Pantesan tambah gila." -Kanjeng Ibu Irene Pusporini Cruise 2k19

Akulah Arjuna | Koo JunhoeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang