Siang itu kedai sedang sangat sibuk. Seokmin melayani para pelanggan, bekerja membawa makanan pesanan ke meja mereka. Bibi dan Paman sibuk bekerja di dapur.
Di dekat tempat tersebut ada sebuah kebun buah yang sangat luas, kebanyakan pekerja di kebun buah itu akan makan di kedai. Karena perusahaan tempat mereka bekerja tidak menyediakan makan. Jadi, setiap hari di jam makan, kedai akan selalu sibuk. Sebenarnya menu di kedai itu sangat sederhana, hanya seperti makanan rumah. Tapi kedai Paman Jeon sangat terkenal karena makanannya yang enak.
Telepon rumah di atas meja berbunyi. Pria paruh baya itu berlari untuk mengangkat telepon, ia menggosok kedua tangannya yang berminyak ke celemek-nya. Terburu-buru menjawab telepon tersebut.
"Halo..."
Suaranya cerianya menyapa orang di seberang telepon.Wajahnya tiba-tiba berubah serius. Mendengarkan orang di seberang telepon berbicara.
"Baik. Baik, baik... akan aku sampaikan. Ya, ya.... Terimakasih..."
Paman segera menutup telepon. Ia segera berjalan keluar dan berteriak pada Seokmin yang sedang membawa makanan pesanan pelanggan ke meja.
"Seokmin, letakkan semua pekerjaanmu. Cepat pergi ke sekolah Soonyoung, gurunya bilang dia dipukuli teman-temannya..."
Seokmin melebarkan matanya mendengar kabar ini. Ia segera meletakkan nampan di tangannya ke atas meja, buru-buru melepas celemek di tubuhnya.
"Pergilah, Wonwoo sebentar lagi pulang, biar dia yang menggantikan pekerjaanmu..."
Paman Jeon berkata sembari mengibaskan tanganya menyuruh Seokmin agar cepat pergi ke sekolah Soonyoung. Melihat keadaan anak itu."Paman, aku pergi dulu..."
Setelah berkata demikian, Seokmin segera berlari keluar dari kedai.Bibi berjalan keluar dari dapur dan bertanya pada Paman.
"Apa yang terjadi?""Soonyoung dipukuli teman sekolahnya..."
Paman menjawab dengan wajah prihatin."Anak itu.... tidak berguna. Kenapa dia membiarkan dirinya dipukuli? Bukankah dia anak laki-laki?"
Bibi berkata dengan kasar. Wajahnya acuh tak acuh, sama sekali tidak mengkhawatirkan anak itu.Bibi memang tidak menyukai Soonyoung. Ia hanya berpikir anak itu terlalu lemah dan selalu menjadi beban untuk Seokmin.
"Aishh! Kembali ke dapur! Pelanggan menunggu!"
Paman berkata dengan tidak sabar. Ia mendorong punggung istrinya untuk kembali ke dapur. Ia tidak suka ketika istrinya mengatakan sesuatu yang jelek tentang Soonyoung.Kedua anak itu tidak memiliki siapa-siapa lagi, sudah seharusnya mereka merawat keduanya dengan tulus. Keduanya sudah menderita bahkan sejak masih kecil. Paman menyayangi kedua anak itu seperti putra kandungnya sendiri. Namun, istrinya kadang berbicara terlalu jujur dan kasar. Itu membuat Paman merasa tidak nyaman pada kedua anak itu.
Di depan kedai ia berpapasan dengan Wonwoo yang masih mengenakan seragam sekolah dan tas punggungnya yang tergantung di bahunya. Dia berjalan malas sembari bermain game di ponselnya.
Melihat Seokmin melewatinya dengan berlari, ia segera mengangkat kepalanya dan menoleh ke belakang melihat punggung Seokmin yang berlari kencang.
"ADA APA?! APA YANG TERJADI?!!"
Wonwoo bertanya kepadanya, tapi Seokmin sudah berlari semakin jauh. Tak mendengar teriakannya. Wonwoo hanya mengangkat bahunya tidak mau tahu. Kembali menunduk untuk menatap layar ponsel, melanjutkan bermain game. Berjalan santai memasuki kedai orang tuanya.
Seokmin terus berlari sampai ia hampir kehabisan napas. Hatinya sangat cemas dan jantungnya berdetak semakin cepat dari waktu ke waktu. Ia sangat mengkhawatirkan adiknya. Ia tahu Soonyoung sering diganggu teman-temannya di sekolah. Anak-anak tidak menyukai Soonyoung karena dia tidak pernah bergaul dengan yang lain, ditambah, keadaan ekonomi mereka. Anak-anak semakin tidak menyukai Soonyoung. Tapi, walau begitu, Soonyoung tidak pernah mengatakan diam-diam tidak ingin pergi ke sekolah. Dia selalu bilang ingin seperti Seokmin yang memiliki prestasi bagus di sekolah. Di dalam kepalanya hanya ada kakaknya. Hanya Seokmin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever With You [SEOKSOON FANFICTION]
FanfictionSaat usia Seokmin masih 10 tahun dan Soonyoung masih bayi, mereka dibuang oleh ibu mereka sendiri ke tempat Neneknya. Mereka dibesarkan dan dirawat oleh Nenek mereka di desa, hidup miskin, namun di limpahi kasih sayang. Setelah sang Nenek meninggal...