6. Misi

16 2 0
                                    

Pagi ini adalah kesempatan pertama kami untuk men-training Ussy. Kebetulan, hari ini tanggal merah. Jadi kami lebih leluasa untuk melakukan pergerakan masif sesuai rencana. Kami juga sudah mempersiapkan ide matang untuk melancarkan misi ini.

Tepat setelah salat Subuh berjamaah, kami berempat berkumpul di kamar Sari Roti dan Anabela. Alasan paling logis memilih kamar mereka adalah ketika kami berbisik-bisik, Ussy tidak bisa mendengar. Beda dengan saat di kamarku dan Nopita yang notabennya mefet tembok. Oh, bukan tembok. Sebab, kamar kami bersekat papan triplek yang dipasang double depan belakang.

Kembali ke misi penting pagi ini. Kami menunggu Ussy bangun tidur. Lumayan ngebo juga ini anak. Sejak Subuh ditunggu, eeee ini udah hampir pukul delapan pagi dia masih molor. Apa perutnya nggak minta jatah?

Kruuucuk!

Nah! Nah! Nah! Kali ini aku yang memalukan. Perut ini sudah minta diisi. Mendapati ketiga temanku yang langsung menoleh setelah alarm perut berbunyi, aku hanya bisa nyengir kuda.

“Masih untung bukan bagian pantat yang bunyi,” ucapku membela diri meski mereka tak menyerang. Mereka langsung terbahak tiada henti. Disusul dengan bunyi alarm perut dari mereka bertiga secara bergantian. Kok bisa barengan ya? Kagak tahu. Ane aja bingung.

Karena yang ditunggu tak kunjung muncul juga, kami memutuskan untuk mencari sarapan dulu. Warung di sebelah masjid Pasar Langgar adalah tujuan utama. Kami bersiap. Tentu saja dengan kostum yang sama dengan yang dipakai tidur. Bau iler tak apalah. Emang siapa yang mau ngelirik tim jadul nan belum mandi gini? Masa bodo.

Sampai di lantai 1, lagi-lagi kami memakai alas kaki asal untuk mempercepat tujuan. Tapi baru saja Anabela membuka gembok kunci lalu menariknya dengan segenap kekuatan langit dan bumi (bayangin gaes, pantatnya sampai nungging-nungging), Ussy tetiba memanggil kami. Suaranya menggelegar dari lantai atas. Kutebak dia merasa seperti anak ayam yang kehilangan saudaranya mendapati kami tak ada di lantai 3.

“MBAAAK! MAU KE MANA?”

Benar saja. Dia berlari menuruni anak tangga hingga menimbulkan bunyi khas gedebukan.

OMEGOOOOOD!

Kami terbelalak menemukan sosok di depan kami. Napasnya ngos-ngosan seperti habis maraton. Dan, itu rambutnya. Aku jadi tidak tega menyebutnya mirip singa. Masih tergerai berantakan dan acak-acakan betul.

“Mau ke mana?” tanya Ussy.

Kami berempat tak langsung menjawab pertanyaan Ussy. Mulut kami masih membentuk huruf ‘O’ karena saling terkejutnya dengan pemandangan ini. Seketika Nopita menoel lengan Sari Roti hingga mengembalikan kewarasan kami.

“Eh.”

“Oh.”

Sedikit merasa tidak enak dengan reaksi Ussy yang melongo, kami menjadi salah tingkah.

“Mau ke pasar beli sarapan. Mau ikut?” jawabku.

“Ikut!”

Ya Allah. Ini anak alami jadul. Bahkan sebelum kami men-training-nya. Bayangkan, gaes. Dia langsung begitu saja mengambil salah satu pasang sandal dan bergabung bersama kami. Kami memang tak secantik Raisa, tapi setidaknya sedikit rapi.

“Udah bawa duit?” Anabela bertanya dengan gaya menyelidik. Seolah khawatir si Ussy akan utang kepadanya.

“Udah, Mbak. Ini.” Ussy menunjuk kantong piyama yang dikenakannya. Dari dalam kantong itu pula, Ussy mengeluarkan karet gelang bekas bungkus nasi rames guna mengikat rambutnya. Kuyakin, kejadulan yang dimilikinya akan memudahkan kami untuk melancarkan rencana masif yang terselubung ini. Yes! Dalam hati aku bersorak. Kuyakin ketiga tim jadul lainnya juga demikian.

Kos GagaulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang