Part 4

543 150 19
                                    

Keesokan harinya Rama tidak menghubunginya lagi. Tidak ada kabar sama sekali. Mira kini sedang memikirkan perubahan sikap pria itu sejak menanyakan statusnya. Seperti ada yang disembunyikan. Menebak hati dan pemikiran orang lain itu sangat sulit kadang salah menerka. Diri sendiri saja susah ditebak. Mira ingin menanyakan apa Rama jadi untuk ikut menu sehat. Tapi di urungkannya mungkin pria itu sedang sibuk.

Mira dan ibunya baru saja pulang dari pasar untuk belanja karena ada pesanan untuk pengajian. 50 box nasi bakar serta lauknya. Para pekerja lainnya sudah mulai mencuci sayuran dan memasak nasi. Mira yang memasak dibantu yang lain. Ia mengganti pakaian rumahan agar lebih nyaman dan mudah bergerak. Rambutnya di ikat agar tidak menghalangi dan juga jatuh. Kebersihan yang paling utama untuknya. Ia tidak mau dimasakannya terdapat rambut. Itu sangat menjijikan menurutnya.

Bumbu-bumbu selesai di giling. Mira akan membuat ayam serundeng untuk lauknya sesuai pesanan. Ia menumis bumbu serta kelapa parut setelah wangi baru di masukan ayamnya. Heni tersenyum melihat putrinya yang sedang mengaduk ayam agar tercampur rata dengan bumbu. Mira tampak serius.

Heni sangat bersyukur Mira mau melanjutkan usahanya. Mira merupakan putri satu-satunya. Mungkin jika ia menikah nanti, pasti Heni sangat kesepian. Mira akan di bawa suaminya kelak. Meskipun ia ingin agar Mira tetap tinggal bersamanya. Akan tetapi peluang Mira pergi dari rumah itu tidak dipungkirinya.

"Mira, hp kamu bunyi itu," Heni melirik ponsel putrinya di atas meja.

"Biarin aja, Ma. Lagi tanggung, paling juga Nia ngajak jalan lagi." Semalam Nia kembali curhat tentang mantan suami dan kekasih barunya. Mira sempat berpikir banyak yang menyukai Nia meskipun sudah pernah menikah. Kenapa dengan dirinya yang belum menikah tidak ada yang berniat serius. Mungkin ia tidak semenarik sahabatnya.

"Nia udah cerai apa belum sih, Mir?" tanya ibunya.

"Kalau secara agama sih udah, Ma. Tapi suaminya kayaknya nggak mau ngelepasin Nia. Empat tahun di gantung. Mantan suaminya suka main sama perempuan lain, Ma."

"Mangkanya kalau cari suami yang bener-bener, Mira."

"Susah, Ma. Kadang pacaran bertahun-tahun nggak menjamin tau sifat aslinya. Kayak Yani, pacaran udah lima tahun. Dia cerita pas udah nikah baru ketauan sifat asli suaminya. Yang keras dan lebih mementingkan keluarganya sendiri daripada keluarganya Yani. Seolah pilih kasih gitu. Yani ngerasa nggak enak sama keluarganya. Sampai sekarang begitu nggak ada rubahnya." Mira tahu posisi Yani yang serba salah. Di satu sisi ia harus menjadi istri yang baik tapi di sisi lain ada keluarganya sendiri yang diperlakukan semena-mena oleh suaminya. Mira menjadi tempat curhat para sahabatnya. Mereka menasehati agar Mira lebih berhati-hati memilih pria agar tidak seperti mereka.

Heni menghela napas, apa pria baik di dunia ini masih ada untuk putrinya? Seru batinnya. "Mama doain kamu cepat dapet laki-laki yang bukan hanya tampan tapi baik akhlaknya juga."

"Amiin, makasih ya, Ma." Mira mengamini dalam hati juga.

"Kamu harus lebih yakin nanti dengan pilihanmu. Menikah sekali seumur hidup. Seperti Mama sama Ayah," ucap Heni.

"Iya, Ma." Mira menjadi gemas dengan sang ibu jika membahas soal jodoh.

"kalau ada yang serius langsung bawa ke rumah biar Mama sama Ayah bisa liat, dia anak baik apa bukan."

"Ah, Mama udah kayak dukun aja. Emangnya bisa nerawang?" Mira terkekeh.

"Feeling orangtua itu kuat, sayang." Kepala Heni menggeleng, putrinya bercanda.

Mira tertawa. "Iya, Ma. Nanti aku bawa ke rumah. Tapi untuk sekarang nggak ada," nyengirnya.

"Sepupumu bulan Agustus mau nikah."

Memikatmu (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang