Awkward

6 4 0
                                    

"Shey."

Sheyna membalikan tubuhnya perlahan, mengarahkan pandangan kearah lelaki dingin itu.

Dengan cepat Sheyna menutup wajahnya menggunakan kedua telapak

"Gak usah takut, ini gue Dino, bukan hantu." Perlahan Dino berjalan, menghampiri Sheyna.

"Gue gak takut, gue nutup wajah biar lo gak keinget sama Oliv." Sheyna masih menutup wajahnya, menyembunyikat seburat merah dipipinya.

"Lo udah tau tentang trauma gue?" Dino sudah berada kurang lebih satu meter di depan Sheyna.

Perlahan Sheyna mengangguk, masih dengan telapak tangan di depan wajah.

"Buka wajah lo."

Itu bukanlah sebuah permintaan, itu adalah perintah, tak bisa dielakan.

Sheyna menggeleng, ia takut Dino akan semakin dingin kepadanya jika ia membuka wajahnya.

Dino mendekat, tangannya menarik lengan Sheyna, membuat gadis itu gelagapan karena mereka benar-benar sedang bertatapan sekarang.

"Shey,"

Onyx Sheyna menatap mata hitam Dino, "iya?"

Dino menatap Sheyna sayu, seolah memohon sesuatu. Sheyna memutuskan kontak, karena sialnya saat ini Dino sangat tampan dibawah cahaya remang-remang.

"Boleh gue anggap lo sebagai Oliv?"

Sheyna terdiam, berusaha mencerna perkataan Dino tersebut. Apa maksudnya?

Dino menggenggam tangan Sheyna, "Boleh?" Tanya Dino lagi.

Dino seakan memaksa, bukan meminta.

Kenapa? Kenapa Dino ingin Sheyna menjadi Olivia untuknya?

Sejujurnya, hati Sheyna merasa sakit, ia tak bisa menggantikan posisi Oliv di hati Dino, bahkan saat Oliv sudah tiada.

Sheyna terdiam, memikirkan kata apa yang harus ia ucapkan, gadis itu menatap Dino cukup lama sampai akhirnya ia berkata,

"Iya."

Lelaki bersurai biru berjalan menelusuri trotoar ibu kota, tak peduli dengan tetesan gerimis malam yang menyerang tubuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lelaki bersurai biru berjalan menelusuri trotoar ibu kota, tak peduli dengan tetesan gerimis malam yang menyerang tubuhnya.

Kemeja hitam nya basah, begitu pun dengan rambut biru serta sepatu sneakers nya.

Mata elangnya menatap tajam jalanan didepannya, tidak menpedulikan orang-orang yang menatapnya miris.

Langkahnya terhenti, bibir tipisnya tersenyum miris.

"Apa yang lo harapkan, Van? Dia pulang bukan buat lo. Jangan peduli, kepedulian lo gak akan dihargai."

Devano melangkahkan kaki jenjangnya lagi, berjalan lebih cepat, menuju tempat gelap dan lembab, tempat ia berkeluh kesah.

TRUTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang