----
Kau yang bertindak agar aku memberi jarak. Bukan aku yang riuh seakan perlahan menjauh.
•••"Mila!" Seseorang memanggilnya dari belakang. Mila menoleh, rupanya Fajar. Langkahnya seketika terhenti dan menunggu kejaran laki-laki yang muncul dari arah toilet, sehabis lonceng istirahat berbunyi.
"Kemarin siang kok gak jadi dateng sih, Mil?" ungkapnya dengan nafas tak karuan. "Gue WA gak dibales, giliran ditelfon gak aktif." Tangannya tertanam di pinggang, matanya menelisik, berniat marah.
"Gue? Males," balasnya datar. Mila membalikkan tubuh, kembali pada posisi sebelumnya. Ia dan Astrid hendak pergi ke kantin. "Ayoo, Milaa," rengek Astrid. Teman sebangkunya itu memaksa agar segera pergi.
"Ish, Mila!!" Fajar membentak sembari menarik tangannya. Gadis itu segera menoleh malas. "Apa? Di bilangin juga, males. Gak bisa denger ya?" ujar perempuan berbaju putih abu-abu itu. "Ayo, As." Mila menarik tangan Astrid spontan, membuat keseimbangan tubuh temannya itu goyah. Fajar hanya diam menatap kepergian yang tak jauh.
"Kenapa sih, Mil. Ada masalah di base camp?" Suasana di antara kedua gadis yang tengah duduk menikmati siomay itu hening. Sambil memainkan garpu dan sendok, Astrid memperhatikan sikap manusia bernama Mila, sahabat karibnya sejak kecil yang sebangku sampai sekarang. "Enggak," jawabannya tidak membuat Astrid puas.
"Enggak bisa cerita sekarang? Oke gue tunggu nanti, awas kalau gak!" ancam Astrid. Strateginya kali ini juga pasti bisa membuat Mila pasrah bercerita. Selalu begitu. Sekarang malah diam tak bicara.
Suasana pelajaran setelah istirahat begitu hening. Kelas X diisi oleh Bu Dinda, guru bahasa yang tubuhnya montok kegendutan. Di sela-sela kesibukan Bu Dinda di meja guru, Fajar memperhatikan Mila dari barisan bangku yang berbeda, begitu jelas terlihat gadis itu menunduk. Sangat manis, dan tak ada duanya. Aku mengagumimu, Mila! Fajar melamun membayangkan sikap lucu manusia yang tengah ditatapnya dari jajaran bangku samping.
"Aw! njir." Fajar menoleh emosi setelah merasa pahanya di pukul telapak tangan oleh teman sebangkunya.
"Ups. Sorry, bro. Hahah. Lagian lu ngelamun sambil liatin Mila ngapain heh?" tanyanya, "Bu Dinda marah baru tau rasa lo!" Lelaki bername-tag Rendi itu membeberkan kelakuannya barusan, beruntung suaranya pelan.
"Dasar kutu, diem dulu deh coy." Fajar kembali fokus, mengabaikan tugas dari Bu Dinda yang lima belas menit lagi harus selesai. Laki-laki berbadan tinggi ideal itu menyobek kertas di bagian tengah bukunya. Ia sibuk menulis sesuatu di kertas, tak lama kemudian diremasnya itu, lalu melemparnya pada Mila!
Menyadari ada gangguan, Mila menutup bukunya spontan. Ia membuka remasan kertas yang ditujukan padanya. Ia tahu bahwa Fajar yang telah melemparinya kertas.
Gadis itu melempar balasan isi dari kertas barusan. Bisa dibilang mereka surat menyurat agar tidak ketahuan.
"Fajar, Mila!" Setelah menyadari Mila melempar kertas pada Fajar. Bu Dinda baru marah. Sialnya, mereka lupa kalau Bu Dinda orangnya tukang menelisik, kelihatan gak peduli tapi langsung tahu kenakalan yang terjadi.
"Kamu ngasih tahu jawaban?!" Mata Bu Dinda menyorot pada Mila. "Enggak, bu." Mila menggeleng kepalanya, jujur. Merasa takut pada istri kepala sekolah itu, sekalipun membela mereka tetap akan disalahkan.
Dan apa kalian tahu? Apa balasan surat dari Mila dan apa pesan Fajar. Jadi begini.
Fajar: MILA LO KENAPA SI, GUE GAK NGERASA PUNYA DOSA. OKE?
Mila: Tugas bahasa Inggrisnya dikumpulkan 14 menit lagi.
Anjir! Batin Fajar ingin memberontak.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAMASAH
Fiksi RemajaDunia keduanya tercipta, namun kini tak lagi ada. Papa bilang, menikmati masa muda padahal manghancurkan masa depan adalah penyamaran yang sempurna. Hamasah♡ Ditulis oleh: Nisa Fauziah