Part 2

23 6 0
                                    

---
Mengertilah aku ingin keluar dari semua kenyamanan yang semu.
•••

Plak!

Temparan tangan itu melayang dengan sukses ke pipi seorang gadis berusia satu tahun di atas Mila. Ya, Yuni, kakaknya.

"Apa yang terjadi? Pah!" Sorot mata Mila tak tinggal diam, ia mengintrogasi papanya.

"Mil, sini..." Bang Irham memanggilnya agar tidak mengganggu keputusan yang hendak papa lontarkan.

"Ikut Papah!" Lelaki berpostur tinggi itu menyeret tangan Yuni yang lemah. Mila tak bisa tinggal diam, sekalipun kakaknya juga tak kalah anarkis terhadapnya.

"Papah! Kak Yuni kenapa, hah?!"

Papa masih belum menjawab. Gurat amarahnya terlihat, mengepul di atas ubun-ubun. Ia mengabaikan pertanyaan setiap orang. Dirinya fokus menyeret anak gadisnya menuju mobil untuk di bawa pergi.

"Engga mau, Papah..." rengek Yuni.

"Harus nurut atau jangan pulang ke rumah ini!"

Kalimat yang papa lontarkan seketika membuat tubuh Mila bergetar. Dosa apa yang dilakukan kak Yuni sampai papa semarah ini? Adakah dosa yang lebih berat dilakukan kak Yuni, melebihi kenakalanku? Bagaimana bisa. Mila merenung, tak habis pikir.

Mentari menyinari kepergian mobil papa dengan kak Yuni. Membawa banyak barang-barang rumah, seperti kepergian lama yang tak berujung kepulangan.

"Bang, Kak Yuni dibawa kemana? Terus kenapa??" Mila tersedu melihat kejadian tadi sehabis pulang mengantar Seja untuk mengemasi barang-barang, sebab akan tinggal bersama.

"Abang minta, Mila nurut sama Papa. Hormati setiap keputusannya. Bukan yang terburuk yang Papa kasih ke kamu, melainkan sebaliknya," kata Irham bijak. Mila menunduk lesu menuju kamarnya. Percuma bertanya, ia tak akan pernah mendapat jawaban.
__________

Kumandang adzan maghrib menggerakkan hatinya untuk segera mengambil wudhu, mengingat papa juga belum pulang saat mengantar kak Yuni menuju pesantren.

Tok-tok-tok.

Suara ketukan pintu terdengar lembut, mana mungkin Seja. Ia berencana datang esok hari.

Sehabis mengakhiri doa usai salat, Mila membukakan pintu kamarnya.

"Kata Papa, keluar sebentar." Irham memangku bahu adiknya menghadap sang papa.

"Iya kenapa, pah." Matanya tertuju pada seorang perempuan yang dikenalnya.

"Ini Aisyah, Mila," kata papa.

"Iya Mila tau."

"Mulai sekarang dan kedepannya, Aisyah guru ngaji kamu."

"Hah?" Mila terlonjak kaget. Cobaan macam apa lagi ini? Tetapi di sini lain, Irham menganggukkan kepalanya, isyarat agar Mila menurut pada keputusan yang diwanti-wantinya sejak kemarin.

"Aisyah yang akan bimbing kamu soal agama, atau, ikut kak Yuni ke pesantren," tegas papa.

"Enggak! Mila di bimbing Aisyah aja, Pah."

"Bagus. Mulai sekarang dan seterusnya, sehabis magrib sampai pukul sembilan malam. Paham?"

"Iya faham." Mila mengangkat kepalanya, mengajak Aisyah menuju kamarnya untuk mulai belajar.

Papa dan Irham mengangguk, yakin.
______

Bibirnya berkerut, suasana yang sangat membosankan. Bertemu dengan teman SD yang sekarang berbeda 180 derajat.

HAMASAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang