"Zea.... Cepat kesini"
Zea yang berada di dapur resto bergegas keluar dan mendekati bu Asti, ibu tirinya yang sedang berdiri di depan sebuah meja.
"Iya bu, ada apa?"
"Bersihkan meja ini, memangnya apa saja pekerjaan kamu sampai meja dibiarkan kotor seperti ini" omel bu Asti sambil berkacak pinggang.
"Iya iya, nggak usah marah seperti itu kali" gerutu Zea kemudian mulai membersihkan meja kotor di hadapannya
"Kamu berani sama saya?" bentak bu Asti menatap Zea.
"Udah nggak usah melotot gitu, ntar lepas matanya" jawab Zea santai. Membuat bu Asti semakin geram namun tidak bisa berbuat apa apa.
Zea juga membereskan beberapa meja lain yang sudah ditinggalkan oleh pengunjung resto. Ia tidak pernah takut pada ibu tirinya itu walau ia sering dimarahi, bukan sering bahkan setiap menit ada saja hal yang akan dipakai bu Asti untuk memarahi Zea.
Zea berjalan menuju dapur resto dan duduk dikursi yang ada disana, kursi kursi dimana tempat berkumpul waiters menunggu pengunjung resto order. Tempat dimana bisa melihat penjuru resto sehingga dengan cepat bisa mendatangi pengunjung yang ingin memesan.
"Kamu kok diam saja sih Zea digituin ibu dirimu?" tanya Eva teman dekat Zea yang juga waiters di resto ini.
"Diam gimana? Tadi kan aku jawab Va"
"Bukan itu maksudku, seharusnya yang berhak atas resto ini kamu, bukan dia. Kamu malah disuruh jadi waiters, masih banyak pekerjaan lain di resto ini, kenapa harus jadi waiters"
"Aku nggak mikirin soal ini hak aku atau bukan, terserah dia mau menguasai semua harta Ayah yang penting dia mau membiayai biaya perawatan ayah di ICU. Kamu kan tahu biaya perawatan pasien koma itu mahal Va, lagi pula semua aset papa sudah atas nama bu Asti, aku nggak bisa berbuat apa apa lagi. Dia sudah menyuap pengacara papa sehingga mengikuti semua perintahnya"
"Kamu terlalu sabar Zea, kalau jadi kamu, aku udah pergi jauh dari sini. Lebih baik hidup mandiri dari pada diperbudak ibu tiri"
"Kalau aku pergi gimana dengan ayah aku Va, aku masih berharap ayah bisa sadar dari komanya"
"Aamiin, semoga ya Va, ada pengunjung, aku kesana ya"
Oooo---oooO
Zea duduk di sebelah sebuah brankar dimana ayahnya terbaring dengan alat alat medis di tubuhnya. Setelah resto tutup Zea selalu datang dan mengajak ayahnya bicara walau ia tahu ayahnya tidak bisa meresponnya, namun ia tetap berusaha mengajak ayahnya berinteraksi.
Ia menghabiskan 1 atau 2 jam bersama ayahnya kemudian ia akan pulang. Jarak rumah sakit dimana ayahnya dirawat hanya berjarak 2 blok sehingga ia memutuskan berjalan kaki saja.
Zea menyusuri trotoar menuju rumahnya, jalanan sudah lengang walau masih ada beberapa kendaraan yang berlalu lalang. Langkahnya terhenti saat berada tepat di depan sebuah rumah yang berjarak beberapa rumah dari rumahnya. Di halaman rumah itu ia melihat pemilik rumah sedang melakukan gerakan gerakan lincah. Ia diam menatap hal itu hingga pria tua pemilik rumah menyapanya.
"Zea.....ayo masuk. Kamu tidak berlatih?"
"I..iya sabeum, Zea ganti baju dulu" Zea berlari menuju rumahnya dan lewat pintu samping menuju kamarnya. Ia segera meletakkan tas ranselnya di atas ranjang kemudian membuka lemari pakaian dan berlutut mencari sesuatu. Ia mengeluarkan pakaian putih dan memakainya. Kemudian bergegas keluar lagi menuju rumah dimana lelaki tua yang ia panggil sabeum.
Setiap malam setelah pulang dari resto dan menemui ayahnya, Zea berlatih bersama tetangganya. Kakek Jang adalah instruktur taekwondo dan mempunyai Dojang yang tak jauh dari rumahnya. Awal Zea mengenal kakek Jang adalah saat ada di taman kota, sekelompok anak berbicara tidak sopan pada kakek Jang, saat Zea mendengarnya ia segera menegur anak anak itu. Dari sanalah awal kedekatan Zea dan kakek Jang.
Tanpa sengaja saat pulang dari resto, ia melihat kakek Jang berlatih. Zea terpana melihat gerakan gerakan yang dilakukan oleh kakek Jang membuatnya diam terpaku di tempatnya, kakek Jang memintanya masuk dan menawari Zea untuk berlatih taekwondo, awalnya Zea ragu karena ia tak punya dasar apa apa, namun ia ingin mencoba dan akhirnya ia berlatih tiap malam bersama kakek Jang.
Sudah hampir 3 tahun ia berlatih, tanpa sepengetahuan ayah dan ibu tirinya. Diam diam tiap malam ia menyelinap keluar dan berlatih dengan kakek Jang, itu sebelum ayahnya koma, setelah ayahnya koma ia harus membagi waktu antara jadi waiters di resto kemudian menjaga ayahnya di rumah sakit. Saat ayahnya belum koma, ia hanya sesekali ke resto.
Lynagabrielangga
Moker, 16 Juni 2019
06.30 Pm
Halo gaes, author kembali dengan cerita baru. Masih meraba raba feel nya tapi aku yakin akan segera terbangun feelnya karena ide sudah banyak di kepala tapi kasih mentah.
Aku coba up prolog dulu dan menunggu reaksi kalian .
Happy reading..💖💖
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA CINTA ZEAANA
Romancemempunyai ibu tiri bukan sesuatu yang buruk, namun jika ibu tiri itu tidak memiliki kebaikan untuk anak tirinya bagaimana? Itu yang dialami Zeaana, gadis usia 20 tahun yang seharusnya masa dia belajar di bangku kuliah, namun itu tak ia dapatkan...