Pulau Muram

22 2 0
                                    

Kabut tipis senantiasa mengudara di langit di pulau kecil yang jauh dari hiruk pikuk kehidupan modern. Sepasang lansia petani kelapa, Kakek dan Nenek Tog hidup di pulau dengan sebutan Pulau Muram, pulau yang tidak pernah disinari matahari akibat sihir dari monster hiu bernama Master Carcharhini. Dia membuat pulau itu terus berkabut untuk memudahkannya menculik anak-anak maupun remaja yang berkeliaran sebagai santapan lezat setiap hari. Oleh sebab itu, orang tua di Pulau Muram tidak pernah mengizinkan anak mereka bermain di luar rumah.

Kakek Tog memunguti beberapa buah kelapa yang jatuh dan menjaring beberapa ikan untuk dimasak. Di saat dia bersiap-siap untuk kembali ke rumah, Kakek Tog terlonjak kaget mendengar suara berdebum yang cukup keras. Dia meninggalkan bawaannya dan segera mencari dari mana suara itu berasal. Matanya memicing dan terus berjalan ke berbagai arah. Kakek Tog terlalu asyik mencari sumber suara itu hingga tidak menyadari ada sesuatu yang menghalangi langkahnya. Ups, Kakek Tog tersandung dan jatuh tersungkur sampai-sampai membuat kaos putih yang dikenakannya kotor oleh tanah dan dedaunan. Oh, dia heran ketika menemukan penyebab dia tersandung tadi. Sebutir buah kelapa sebesar pahanya teronggok di tanah menyisakan sebuah lubang yang dalam ketika Kakek Tog angkat. Kakek Tog berpikir pasti kelapa inilah penyebab suara bising tadi. Tetapi, Kakek Tog tidak peduli tentang itu dan segera membawa buah kelapa itu kepada istrinya.

Nenek Tog yang sedang menyapu halaman nyaris terkena serangan jantung begitu melihat ukuran kelapa tersebut.

"Itu kelapa atau batu kali Pak kok besar banget?" ucap Nenek sambil mengelus kelapa itu.

"Ini kelapa, Bu. Tapi Bapak nggak tahu kok ada ya kelapa sebesar ini?" Kakek duduk di teras dan menuang air ke gelas untuk diminumnya.

"Ya sudah Pak buruan dibelah. Ibu mau coba rasanya. Kayaknya bakalan enak deh." Nenek mengambil sebuah parang.

"Duh nanti aja lah, Bu, Bapak mau makan dulu. Laper habis ngangkat kelapa." Kakek menahan tangan Nenek dan menyeretnya ke dapur.

"Lho lho Pak itu kelapanya..."

"Sudah, ayo cepet." Kakek tidak menghiraukan perkataan Nenek dan terus menyeretnya menjauhi teras.

Sementara sepasang lansia itu menikmati makan siang mereka, buah kelapa raksasa itu bergerak-gerak hingga menggelinding menjauhi rumah dan masuk ke dalam semak-semak. Kakek dan Nenek Tog yang baru saja selesai makan kebingungan mencari di mana kelapa itu berada.

"Tadi Bapak taruh sini kan kelapanya? Kok sekarang nggak ada? Aduh hilang sudah rezeki kita, Pak" Nenek mengusap mukanya gusar.

"Ya Bapak nggak ngerti, Bu. Kita kan masuk ke dalam bareng, masa iya Bapak tahu." Kakek memijat kepalanya pelan. Dia juga pusing kehilangan kelapa itu.

Tiba-tiba terdengar suara berisik dari balik semak-semak. Kakek dan Nenek Tog seketika menoleh ke sumber suara. Mereka berdua saling berpandangan dan bersama-sama menghampiri semak-semak. Kakek Tog membawa parangnya untuk jaga-jaga jika itu adalah ular atau hewan liar lain. Nenek Tog berjalan di belakang Kakek Tog sambil memegang bagian belakang baju Kakek Tog.

Perlahan-lahan mereka mendekat, terus mendekat, semakin dekat, dam akhirnya sangat dekat dengan semak-semak. Kakek Tog mengarahkan parangnya ke arah semak di tengah kabut dan menyibak semak tersebut. Kakek dan Nenek Tog kaget melihat "sesuatu" yang mereka temukan. "Sesuatu" itu bergerak dan tersenyum ke arah mereka.

"Makanan?"

Si Bocah KelapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang