Pembalasan (END)

2 0 0
                                    

Jenazah Kakek dan Nenek Tog dimakamkan secara berdampingan. Nat tak kuasa menahan tangis setelah para warga yang membantu mengubur meninggalkan pemakaman.

"Maafkan Nat karena nggak bisa menjaga kalian." Nat menangis tersedu-sedu sambil memeluk papan nisan Nenek Tog. Di tengah tangisannya, Nat merasakan geli di kakinya.

"Hei!" Nat kaget saat mengetahui bahwa ada seekor anak anjing di kakinya. Nat menghapus air matanya dan menggendong anak anjing tersebut. "Aww imut sekali kamu."

"Gukk!" Anjing itu menggonggong dan menjilat muka Nat. Nat tertawa lepas dan mengusap-usap kepala anjing itu. Tiba-tiba anjing lucu itu loncat tadi dekapan Nat dan menarik celana Nat dengan menggigitnya.

"Ada apa anjing kecil?" Nat yang bingung mencoba melepas gigitan anjing itu tapi tidak bisa.

"Guk.. gukk.." Anjing itu menunjuk ke arah gua di seberang pemakaman dan menarik celana Nat lagi.

"Kau ingin aku ke sana?"

"Guk!"

"Baiklah ayo kita ke sana."

Anjing itu melepas gigitannya dan menuntun Nat menuju gua. Sebenarnya gua ini sudah dilarang oleh Kakek Tog untuk dimasuki karena sesuatu hal, tetapi sepertinya Nat lupa pesan itu. Nat terus mengikuti arah anjing itu hingga akhirnya mereka sampai di depan air terjun, ya air terjun dalam gua. Di balik air yang jatuh dari atas gua, Nat melihat bayangan seseorang yang sedang dalam posisi meditasi.

"Stop!" Ucapan orang itu membuat Nat tidak jadi untuk mendekat ke air terjun. Orang itu bangkit dari posisinya dan keluar dari air terjun.

"Akhirnya aku menemukan ksatria hebat yang dapat mengalahkan monster jelek itu." Seorang kakek yang kelihatannya lebih tua dari Kakek Tog menuju ke arah Nat. Anak anjing itu mendekat ke arahnya dan digendong. "Anak pintar."

"Siapa kau?" Nat sedikit menjaga jarak dari kakek itu.

"Kau tidak perlu tahu siapa aku. Tapi aku ingin melatihmu agar bisa mengalahkan Master Cacharhini." Nat terkejut mendengar nama itu. "Kau pasti ingin membalaskan dendam Kakek Tog kan? Mari aku latih sebelum monster itu datang lagi besok."

"Besok? Bagaimana kau tahu dia akan datang, Kakek Pertapa."

"Cih Kakek Pertapa, panggilan yang buruk." Kakek Pertapa sedikit mengeluh mendengar panggilan itu. "Sudahlah tidak ada waktu untuk bertanya. Mari ikut aku."

Nat sedikit curiga dengan Kakek Pertapa tapi dia tidak ambil pusing soal itu. Asal ini bisa membalas kematian Kakek dan Nenek Tog, Nat akan melakukannya. Kakek Pertapa berdiri di depan guyuran air yang jatuh. Dia memejamkan matanya dan berkonsentrasi. Tangannya pelan-pelan mengacung ke atas dan air di bawahnya ikut naik ke atas.

"Wow! Kau bisa mengendalikan air!" Nat bersorak kegirangan melihat itu. Kakek Pertapa tetap fokus dan kini mengangkat lebih banyak air hingga mampu menutup langit-langit gua di atas mereka. Dia membuka matanya dan air itu jatuh kembali ke bawah. "Bagaimana caramu melakukannya?"

"Fokuskan pikiran, kau perlu untuk bermeditasi sejenak. Selain itu juga perlu bakat. Beruntungnya, kau salah satu orang yang memiliki bakat itu. Kau dilahirkan dengan anugerah luar biasa. Cobalah." Kakek Pertapa duduk di batu besar di dekatnya dan melihat Nat meditasi lalu berlatih mengangkat air.

Nat sudah puluhan kali mencoba tapi tetap tidak bisa. Dia hanya mampu membuat air di muara itu bergerak, tapi tidak mampu diangkatnya.

"Aku bilang fokus! Jika kau tidak fokus, monster jelek itu dapat dengan mudah mengalahkanmu!" Kakek Pertapa berteriak marah.

Nat yang sebal karena dimarahi menghentakkan kakinya dengan sangat kuat hingga air di pijakannya menyembur tak beraturan arah. Kakek Pertapa terkejut dengan kejadian itu, apalagi Nat yang sudah melongo melihat apa yang dilakukan barusan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 12, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Si Bocah KelapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang