Ketika Pendidikan hanya membuat halusinasi bukan bekal nyata

63 0 0
                                    

Sering kali kita dapati dalam menghadapi permasalahan kehidupan orang-orang membuat anggapan pada dirinya dalam mengamati hal-hal yang tidak sesuai dengan pemikirannya sendiri. Yang di sana ia beranggapan bahwa pikiran itu merupakan pikiran yang bersih yang tidak ada campur tangan orang lain. Dan bisa menjadi landasan bagi orang banyak?. Padahal itu hanya sebatas pikiran yang timbul dari pikiran mereka untuk membentengi diri mereka sendiri namun dia ingin agar pikiran tersebut di konsumsi oleh orang lain.

Padahal pada dasarnya dalam kehidupan kita. Tidak ada pemikiran-pemikiran manusia yang jernih dan dapat memakmurkan orang banyak. Coba lihat pemikiran-pemikiran filosofis Yunani. Aristoteles misalnya, yang beranggapan bahwa tikus itu muncul dari sebuah jerami. Ataukah pemikirannya yang lainnya yang mengatakan bahwa manusia berasal dari kera. Bukankah semua itu pemikiran yang tidak logis?. Tapi tauhkah anda?. Secara tidak langsung pemikiran yang di buatnya untuk diri dia sendiri tapi ia ingin agar pemikiran tersebut di konsumsi oleh orang banyak. Ataukah orang pintar yang memiliki kemampuan di atas rata-rata sekalipun. Thomas Alva Edison? Pernah dengar dia? Apa yang di temukannya? Lampu?. Dia pernah berkata bahwa momentum bumi itu berdasarkan momentum pada matahari. Dalam kata lain rotasi bumi itu di tentukan berdasarkan kecepatan rotasi matahari. Dalam lain kata juga dapat di katakan bahwa kecepatan Rotasi bumi berdasarkan pada rotasi matahari. Dia merumuskan suatu hukum elestavisitas alam yang konkret namun menghasilkan hukum perhitungan yang berbeda. Yang tentu hukum awalnya tidak bertentangan akan tetapi dalam penjabaran akan menghasilkan pertentangan. Tapi pada dasarnya ia membuat perumusan tersebut untuk membentengi diri dari rasa ketidak tahuan dan permasalahannya. Dengan lain kata setiap manusia memiliki ketidak mampuan dalam menganilisis hal tertentu yang tidak sesuai dengan kadar kemampuannya.

Maka dari situlah kita dapat mengambil kesimpulan manusia tidak dapat membentuk suatu ideologinya sendiri yang harus kemudian orang lain ikut mengkomsumsinya secara mentah-mentah. Adapun suatu karya yang merupakan hasil ideologi manusia itu sendiri. Kita menerimanya harus sesuai aturan. Beda halnya dengan penemuan-penemuan karena itu bukan hasil ciptaan manusia itu sendiri karena ada merupakan atas bantuan kehendak ilahi maka kita sebagai manusia harus bisa menyaring lagi keberhakan kita untuk mengkonsumsi hal tersebut. Karena pada dasarnya manusia bila sudah menemukan sesuatu ia tidak sementah - mentah memberikan hasil jerih upayanya. Dengan ilmu yang dia emban sendiri. Yang pastinya akan di teruskan ke penerusnya sesuai kehendaknya.

Dari sinilah kita mengetahui bagaimana pemikiran manusia itu. Namun bagaimana dengan ideologi islam?. Ideologi islam adalah ideologi ilahi bukan ideologi yang dibuat-buat karena turun langsung dari langit melalu wahyu yang di bawa malaikat ke Jibril ke rasul pilihan Allah. Yang sudah tentu harus menjadi landasan hidup semua makhluk. Terutama manusia.

Allah juga memberikan kita beberapa ciptaan-ciptaannya yang di berikannya secara gratis untuk kita konsumsi tanpa sadar tangan dan mata yang kita miliki itu semuanya gratis. Allah tidak pernah meminta upah sedikitpun. Adapun ibadah bukan sebagai upah namun sebagai jalan ketentraman kita sebagai manusia. Adapun bila kita di ciptakan untuk beribadah. Itu menunjukkan bahwasanya tidak ada pilihan lain untuk kita hidup selain beribadah tinggal kita mau ambil atau tidak? Karena kita hidup di zaman yang serba penuh dengan cobaan. Bukan sekedar karena populasi manusia yang meningkat tetapi juga karena sulitnya manusia untuk berinteraksi dengan kehidupannya.
Karena bumi itu sendiri sudah kering kehidupannya. Waktu semakin cepat berlalu, hari demi hari itu juga sudah tambah sulit makanya Allah berfirman " illa liya budunn" bukan sekedar "ya' budun" tapi ada kata "Li" di awalannya. Yang di ayat-ayat yang lain jarang di temukan perintah yang di sandarkan dengan kata "Li" tersebut

Berdasarkan hal ini di ketahui bahwa kita tidak boleh mengambil ideologi - ideologi hasil pemikiran manusia yang belum tentu bersih dari pengaruh tadi. Karena pada dasarnya kebanyakan manusia membangun ideologinya karena ada masukan atau pengaruh orang lain. Ini peristiwa yang paling sering kita temui. Contohnya seorang dosen. Kebanyakan dosen ingin cepat-cepat mahasiswanya untuk dapat mengerjakan skripsinya. Dalam arti lain " Skripsi yang sesuai keinginannya " itu artinya kebanyakan mereka hanya sebatas ingin memenuhi kemauannya sendiri. Sedangkan pendidik yang ber - etika dalam islam di katakan ialah yang memberi ketaladan itu tersirat dalam Sabda Rasulullah s.a.w yang berbunyi " Sebaik – baik kalian ialah yang belajar Al-qur'an kemudian mengajarkannya" dalam sabda tersebut di katakan mengajarkannya dalam kata lain memberikannya keteladanan bukan malah memaksa peserta didik untuk mengikuti kehendak kita sendiri dengan memberikan kriteria-kriteria yang akan mempersulit peserta didik menyelesaikan skripsinya. Kasus yang paling sering di hadapi ialah pada saat seorang dosen menyuruh peserta didiknya membuat karya tulis ataukah makalah yang harus berdasarkan oleh suatu buku. Dan tidak boleh mengambil dari sumber lain yakni internet. Ini seolah-olah terlihat seperti ideologi yang di bangunnya sendiri untuk menyempurnakan peserta didik yang bersih dari campur pengaruh orang lain.

Padahal pemikirannya tersebut tercipta karena adanya pengaruh orang lain, entah karena ia cemburu karena seorang dosen berhasil membuat peserta didiknya membuat skripsi dalam waktu singkat. Ataukah karena seorang dosen telah membuat peserta didiknya cinta sama buku pelajarannya sehinggah sering membawa buku tersebut untuk menjadi bekal proses pembelajarannya. Karena ingin sesuatu yang lebih ia membebankan sesuatu yang lebih tersebut kepada peserta didiknya itu sendiri.

Dalam kasus lain yang paling sering kita dapati ialah dalam organisasi sekolah. Dalam organisasi sekolah banyak oknum dalam organisasi tersebut yang apabila hendak melaksanakan perekrutannya ia mengambil konsep ketidak pantasan seseorang untuk ikut berpastisipasi padahal kepastisipasian itu sendiri tidak pernah di dasari oleh pengukuran kemampuan seseorang yang membuat mereka harus di uji. Ini yang menjadi problema kita sekarang. Namun seharusnya organisasi sekolah itu sendiri tidak perlu ada pengujian. Namun yang ada hanyalah pelatihan. Adapun pengujian itu sendiri itu untuk menunjang suatu kelulusan. Dalam arti lain kalau orang itu sudah di uji sudah tentunya harusnya ia lulus dari perihal pengujian. Bukan kemudian pengujian itu menjadi tahap untuk memulai sesuatu penugasan yang baru. Kalau islam mengambil konsep ini maka kalau kita sudah selesai di uji untuk masuk ke surga-Nya Allah maka kita harus di uji di surga lagi untuk penugasan yang baru. Tapi dalam firman - Nya dikatakan " Khlodiiina fiiha" kita kekal di dalamnya. Dalam firmannya yang lain di siratkan bahwa "Fityatun" atau ujian itu bertujuan untuk membedakan yang mana yang "khoiran" atau yang baik dan yang mana yang "bakhil" atau yang buruk antara yang jujur kepada Allah dan yang dusta. Setelah jelas yang baik. Maka tidak di lakukan lagi pengujian setelah jelas yang baik itu. Maka tidak ada lagi ujian untuk kita. Jadi yang harusnya yang ada ialah pelatihan bukan tes atau semacamnya begitu juga untuk masuk ke sekolah-sekolah ataupun perguruan tinggi bila ada tes di dalamnya sudah tentu timbul banyak kecurangan – kecurangan.
Timbul juga banyak ketidak stabilan dalam diri peserta didik. Karena senantiasa di hantui oleh tes demi tes tersebut. Yang tidak memberikan ujung dari tes tersebut sehingga tidak terjadi kehubungan antara tes-tes tersebut dengan hasil akhir yang ingin di capai. Dengan kata lain tes tersebut hanya akan berlalu dan mempersulit peserta didik di awalnya tanpa hasil yang do dapatkannya. Namun mengharuskan peserta didik memiliki bekal dari tes tersebut. Mana bisa timbul bekal dari hasil tersebut. Pengibaratanya ibarat kapal yang hadapkan dengan sebuah ombak. Bila kita buat kapal tersebut berjalan lurus menghadapi arah ombak itu berhenti. Tanpa adanya tujuan sampai maka yang terjadinya perahunya akan hanya memiliki 2 kemungkinan. Rusak atau berhenti di tengah jalan.
Berbeda halnya dengan bila kita beri pelatihan demi pelatihan maka yang terjadi adalah orang tersebut memiiki bekal dari hasil kesabarannya. Inilah yang kemudian bisa di beri ujian yang kemudian dengan bekal yang ia miliki mampu menyelesaikan maka dengan itu maka berlalu pula kehidupannya yang dulu karena telah di ganti dengan kehidupannya yang baru. Adapun pelatihan ini sifatnya terbimbing.

Adapun dalam islam kita di latih dengan ibadah-ibadah karena dari ibadah tersebut timbul amalan-amalan sebagai bekal kita nanti di akhirat. Adapun musibah-musibah yang kita hadapi itu namanya "bala". Seperti halnya seorang guru yang mendapati muridnya melakukan kesalahan karena mengerjakan PR tidak sesuai tuntunan. Seperti dia di beri penugasan untuk menulis perkalian, di malah mengerjakannya dengan sistem tambah-menambah. Di suruh menggambar boneka di malah memprint boneka. Kan ada juga yang seperti itu? Dia mengerjakan sesuatu dengan caranya sendiri. Padahal dia sudah di beri jalan bahkan di beri petunjuk dalam penglihatannya untuk bagaimana ia mengerjakannya. Contohnya dalam ibadah dapat kita lihat dalam bersedekah ia sudah jelas-jelas di tunjuki dalam kesehariannya bagaimana itu bersedekah tapi tetap saja ia tidak bersedekah malah dia mencuri. Itu karena ia malas mengerjakannya karena pada dasarnya semua manusia itu mampu bersedekah. Bahkan senyum pun itu cukup sudah dapat di katakan bersedekah.

Namun yang terjadi pada realita zaman kita sekarang ini semua serba di beri tes. Karena ideologi bahwa " Dia " yang berada di tempat itu ialah orang yang memiliki potensi yang berbeda dengan orang lain. Karena skill yang di milikinya mengajak ia untuk membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain. Padahal tanpa sadar yang dia tes itu sendiri orang-orang yang memilki potensi yang sama-sama memiliki darah yang merah, sama-sama manusia. Sehingga ia merasa orang-orang tersebut belum pantas untuk memiliki hak yang sama dengannya. Seolah-olah untuk menjadi sepertinya harus memenuhi kemauannya dulu.

Inilah yang banyak di hadapi kita di dalam kehidupan sekolah. Tidak puas dengan UASBN, ADA UAS tidak puas di buat lagi UTS tidak puas lagi di bagi lagi menjadi kelas 1,2, dan 3. Di setiap kelas ada UTS DAN UAS yang berbeda. Tidak puas lagi, di tambah lagi dengan UN. Padahal pada dasarnya yang memberi bekal itu bukan sejauh mana ujian yang di berikan. Namun sejauh mana pelatihan-pelatihan yang kita berikan kemudian mereka mampu untuk mengaplikasikannya dalam menghadapi problematika atau ujian yang ia hadapi. Adapun ujian itu bukanlah soal-soal yang di buat-buat melainkan problematika yang sudah jelas terjadi. Jadi peserta didik dapat menyelesaikan masalah tersebut secara konkret dan berkelanjutan bukan malah karena yang di hadapinya dahulu ada soal yang di buat-buat sehingga bila ia sudah menghadapi kerealitasan masyarakat ia malah membuang bekal mereka yang merupakan rumus-rumus dan baru mencari cara baru lagi untuk menghadapi masalah yang ada di depannya
Yang membuat peserta didik tidak siap dalam menghadapi realitanya. Maka tidak heran kalau seorang polisi atau tentara yang bekerja di lapangan itu di usia-usia berkeluarga semua yang di mana mereka sudah memiliki tanggung jawab mengurus keluarga. Berbeda dengan di zaman keemasan peradaban. Masa kekhalifahan utsmani misalnya. Di sini kita jangan pikir masa kekhalifahan itu buat islam saja. Bahkan orang-orang yahudi juga ikut tenang di masanya. Di masa kekhalifahan ustmani sultan al – fatih menjadi sultan di umur 21 tahun. Sedangkan seorang presiden di Indonesia standarnya berada di usia di atas 30 tahun.

Ini juga di faktori karena kerealitasan di kebanyakan daerah kita sekarang di paksakan dan di bangun atas ghozul fikri. Yakni pemikiran-pemikiran yang merupakan hasil buat-buatan manusia begitu pula dalam Kependidikannya terutama ujiannya.

Dari pembahasan tersebut dapat kita pahami bahwa:

- Ideologi yang bersih itu berasal dari Allah

- Ideologi yang berasal dari manusia juga merupakan pengaruh dari manusia yang lain

- Ujian itu di adakan untuk memberi hasil kepada peserta didik untuk dapat memecahkan problematika yang ada di hadapannya dengan bekal yang di milikinya yang di mana pemecahan masalah tersebut dapat dilakukannya secara berkelanjutan bukan malah memberatkannya dengan ujian-ujian yang berkali-kali ataupun sekali tapi belum mampu memberikan hasil yang jelas bagi peserta didik bahkan membaginyadalam beberapa kelas yang tidak memyebabkan adanya kemajuan untuk lansung terjun ke lapangan

- hasil yang di peroleh peserta didik tadi dapat menjadi hasil untuk lansung terjun ke problematika yang ada di depannya  

Kajian Islami: Penggugah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang