f1.1 - Potret Pertama

37 3 0
                                    

"Khennnnn!!!"

Teriak seorang gadis dari kejauhan. Samar rupanya, ragu tuk mengenalinya. Tiba-tiba cahaya yang begitu terang melingkupiku, membutakanku.

"Bangun, dah siang!", ujar ibuku.

"Oh, cuma mimpi doang." ujarku dalam hati.

Namaku Khen, Khen Geovano Wijaya. Hari ini hari pertamaku sekolah di SMA Harapan 1. Aku penasaran dan juga gugup. Aku bukanlah orang yang suka dengan hal baru, aku pendiam, sedikit mempunyai teman, yah bisa dibilang introvert.

Aku bergegas turun dari ranjang empuk itu. Berantakan kulihatnya, guling sampai jatuh ke lantai, seprai lepas, dan bantal di bagian bawah yang seharusnya untuk kakiku. Aku langsung membereskan kamarku walau dengan terpaksa, karena aku tidak mau ditegur ibuku.

Langsung aku keluar kamar menuju kamar mandi, tentu saja untuk mandi. Kamar mandi dengan ukuran 3x3 meter itu sudah cukup untuk membuatku nyaman saat membersihkan diri. Apalagi dengan warna hijau toscanya yang merupakan warna kesukaaanku.

"Khen, makan", panggil ibuku dari ruang makan.

Setelah mengenakan seragam, aku langsung turun menuju ruang makan untuk menyantap hidangan buatan ibuku. Kami berdua makan bersama di pagi itu, sebelum aku berangkat sekolah, seperti hari-hari biasanya. Ayam goreng, telur dadar, sayur sop, dan juga jus jambu membuatku segar beraktivitas untuk hari ini.

Aku mengambil tas hitamku, tas yang merupakan hadiah natal dari ibuku tahun lalu. Lalu aku mengambil 1 tas lagi, dan dari bentuknya yang seperti kubus, sudah bisa ditebak bahwa itu tas kamera. Yap, sebuah kamera beserta tasnya yang merupakan hadiah ulang tahunku saat kecil.

Kupakai kaos kaki putih yang bertuliskan "SMA HARAPAN 1", dan juga dengan sepatu hitam untukku sekolah mulai hari ini. Kaos kaki dan juga seragam yang akan menemaniku untuk 1 tahun di SMA ini setelah pindah dari SMA sebelumnya. Yap, di tahun terakhir SMA aku pindah sekolah.

Sekolahku agak jauh dari rumahku, karena itu aku berangkat menaiki bus. Kutunggu di halte bus dekat rumahku, disebelah sungai persis. Saat kulihat, belum ada bus yang menuju ke sini, namun kulihat sesosok gadis di seberang sungai. Gadis itu cantik, bahkan manis.

"Hanya orang beruntung yang bisa bersamanya" pikirku dalam hati.

Langsung kuambil kamera dari tas kecilku itu, ku arahkan lensaku padanya, dan kusentuh tombol rana kamera itu.

Langsung kuambil kamera dari tas kecilku itu, ku arahkan lensaku padanya, dan kusentuh tombol rana kamera itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*CEKREK*

Sebuah foto yang kurasa bagus, dengan pemandangan langit dan sungai yang begitu menawan, rumah-rumah warga dengan warna-warna cerah, dan dengan tambahan gadis cantik di samping sungai itu sebagai pusat perhatianku.

*TET TET TET*

Sebuah bunyi klakson bus menyembur ke arahku. Kumasukkan lagi kameraku ke dalam tas itu dan menunggu bus itu berhenti di depanku.

*CITTTT*

Suara rem bus itu memekakkan telingaku. Dalam bus itu terlihat ramai, banyak orang berseragam kerja di dalam bus itu. Kami berdempetan, bersesak-sesakkan.

"Semoga aja gak ada maling", pikirku.

Bus itu langsung menancapkan gasnya dengan cepat, membuat kami para penumpang kaget bahkan ada yang terjungkal. Kasihan, namun juga sedikit lucu.

Lima belas menit perjalanan yang kutempuh untuk sampai ke sekolah ini. Kagum aku melihatnya, besar juga sekolah ini. Lapangan basket, lapangan sepak bola, kolam renang, lapangan tenis, semuanya terpisah satu sama lain.

"Terima kasih Ibu, telah menyekolahkanku di sekolah sehebat ini. Semoga kelak aku juga menjadi hebat.", pikirku.

*KRIINGGG*

Bel sekolah pun berbunyi pertanda masuk kelas. Aku tidak langsung masuk ke kelas, tapi harus menemui guru yang membimbing kelasku. Aku berjalan di lorong bagian selatan, di sebelah lapangan sepak bola, dikelilingi dinding berwarna putih kebiruan, membuat suasananya menjadi lebih sejuk.

Kelasku berada di lantai atas, namun ruang guru berada di lantai bawah.

"Permisi", ujarku di depan pintu ruang guru.

"Oh, Khen ya? Ayo saya antar ke kelasmu.", ujar Bu Nikmah, ia merupakan guru biologi di sekolah ini.

"Baik, Bu" balasku.

Kami berdua berjalan menuju kelas. Kelasku adalah 12 MIPA 7. Kelas yang terkenal dengan muridnya yang pintar, namun juga bandel.

*TOK TOK TOK*

Bu Nikmah mengetuk pintu kelas itu, membukanya dan mengajakku masuk.

"Baik anak-anak, ada murid pindahan nih. Khen, tolong kenalin dirimu." kata Bu Nikmah.

"Selamat pagi, namaku Khen Geovano Wijaya, biasa di panggil Khen, salam kenal.", kataku.

Semuanya membalasku dengan "Pagi" dan "Oke" saja. Bu Nikmah menyuruhku untuk duduk di bangku yang kosong di bagian agak belakang, tepatnya pada kolom ke 2 baris ke 4. Jumlah siswa di kelas ini sebelumnya 24, namun karena ada 1 yang pindah juga, aku mengisi kekosongan kursi dan meja itu.

Nampaknya kali ini adalah jam kosong. Aku bersyukur karena di awal hari pertamaku sekolah merupakan jam kosong.

"Hei, Khen. Kenapa kamu bawa kamera? Gak takut disita?" tanya seorang gadis cantik yang duduk tepat di sebelah kananku.

 Kenapa kamu bawa kamera? Gak takut disita?" tanya seorang gadis cantik yang duduk tepat di sebelah kananku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ini kamera peninggalan Ayahku." jawabku dengan tenang.

"Peninggalan? Ayahmu sudah meninggal?" balasnya dengan nada penasaran.

"Iya, hehehe" jawabku.

"Ah, maaf ya" balasnya sedikit malu.

"Btw, aku boleh pinjem gak kameramu, mau liat-liat foto" lanjutnya.

"Boleh, nih" balasku dengan memberikan kameraku padanya.

Dia yang belum ku tau namanya membuka-buka galeri kameraku, melihat beberapa foto yang telah ku ambil belakangan ini.

"Lho", ucapnya dengan kaget.

"Bukannya ini fotoku? Rumahmu deket dong sama rumahku?", tanyanya penasaran.

Aku kaget bukan main, ternyata gadis yang tadi pagi aku foto dekat sungai itu, ternyata dia. Gadis yang kuanggap cantik dan manis itu, ternyata dia. Tinggal 1 hal yang aku penasaran darinya, siapa dia? Dengan gugup aku langsung bertanya siapa namanya. Ia langsung mengulurkan tangannya yang putih itu, menunjukkan tanda ingin bersalaman dan berkenalan.

"Aku Nath, Stefany Rosa Natalie", ucapnya mengenalkan diri dengan senyumnya yang manis.

FrameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang