Sehangat Mentari

18 2 3
                                    

"Eh, Bro duluan ya. Gue ada urusan." segera Arief menaiki motor dan memutar kontak nya. "Wuih, udah kayak pejabat aja loe, pake ada urusan segala." celetuk Fian. "Ya, serah loe. Kalo ada info, kabarin gue. Bye!" tanpa menunggu respon mereka, Arief langsung melajukan motor dengan kecepatan penuh.

Beberapa meter telah ditempuh. Tampak sebuah perkelahian terekam di mata Arief. "Itu, kenapa, ya??" Arief menghentikan motornya, menyaksikan beberapa adegan.

"Kayaknya seru." gumam Arief, turun dari motor dan berlari kearah perkelahian. Ikut serta di dalamnya.

"Pengecut! Mainnya keroyokan." ucap Arief saat memberi tendangan jitu yang menyapu tiga lawan yang berada di sampingnya. "Bu, Ibu gak apa - apa?" Arief memastikan keadaan wanita paruh baya disana yang sebelumnya dibekap.

"Tolong selamatkan ponakan saya. Mereka Penculik." wanita itu memohon, lalu melihat kearah seseorang. Arief menatap ke arah yang dilihat wanita itu. Tampak olehnya, dua orang pria mengejar mobil hitam.

Arief spontan berlari kearah motornya dan melaju kan motornya sekencang mungkin, mengejar mobil hitam yang melaju kencang didepannya. Tak peduli pada daerah asing disekitarnya.

***

"Aku dimana?" Azra terkejut saat terbangun di sebuah ruangan yang tampak remang-remang, berdebu, dan menyesakkan dadanya karena sulit menghirup oksigen di ruangan itu. Perlahan, Azra melangkah ke arah yang dirasanya adalah pintu.

Belum ia menggapai gagang pintu, pintu itu sudah terbuka, spontan membuatnya termundur. Menampakkan sosok pria tinggi yang sangat jelas berdiri disana. "Oh, sudah bangun, ya." pria itu menyeringai kala menatap tajam atas hingga bawah tubuh Azra. Tatapan itu membuat Azra merasa takut dan menjauh dari sosok itu.

"Hei, tenang. Aku ini manusia, tidak usah melihat ku seperti melihat hantu begitu." pria itu mendekat. Azra refleks mundur. Setiap kali si pria mendekati, Azra mundur menghindar. "K-kamu, si-siapa?" Azra memberanikan diri untuk bertanya.

Pria itu menyeringai lagi, membuat Azra semakin takut. "Ya Allah, tolong Azra." batinnya hampir menangis.

"Astagfirullah!!" Azra terkejut saat punggungnya menabrak sesuatu. Azra melihat apa yang ditabraknya. Sebuah lemari kayu yang hampir rubuh karena lapuk.

Mendadak, napas Azra tercekat karena sosok yang di jauhinya sudah berada tepat beberapa senti di hadapannya. Oksigen semakin sulit ia hirup. Seakan ada sesuatu yang menyumbat tenggorokan.

"K-kamu mau ngapain? Pergi!" Azra meluruskan tangannya, agar pria itu tak mendekat karena tubuh pria itu hampir merapat ke tubuhnya. "Kamu jual mahal sekali." si pria menggenggam kedua tangan Azra. "Jangan! Lepas!" Azra memberontak, berusaha menjauh dari si pria.

"Ya Allah, tolong Azra. Kak, kamu dimana? Tolongin Azra!" batin Azra dengan mata berkaca - kaca, berharap sosok itu datang. Ia mulai pasrah, menutup mata agar tak menyaksikan apa yang dilakukan pria itu padanya.

BAG!!! BUG!!! DUAK!!!

"Loe kalo mau dapetin cewek, gak gitu caranya, brengs*k!!! Otak loe gesrek ya!!! Gak waras!!!" Arief meninju dan menendang pria asing itu tanpa jeda. Tapi tidak dengan cacian yang di lontarkan. Anehnya, pria itu tak bergeming. Ia seakan pasrah menerima serangan Arief. Hingga, tanpa sadar ia menancapkan sebilah pisau di perut Arief.

"Hah, darah?!" Arief bingung melihat darah berceceran di bawahnya. Barulah terasa perih, sakit, dan ngilu di perutnya. "Akh!! Sshh." desis nya saat mencabut pisau dari perut nya. Ia lempar pisau itu asal. Meski tidak terlalu dalam, namun mampu mengeluarkan banyak darah dari tubuh Arief.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang