KETIKA tahu soal santet gue cuma bisa diam. Selama satu bulan gue jarang berkomunikasi dengan banyak orang. Ekstremnya gue sampai keluar dari grup whatsapp kelas dan angkatan. Karena untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, gue memilih untuk mengasingkan diri. Hari-hari gue isi dengan banyak berdoa dan bertanya sesekali dengan Ustad. Namun, hal ini nggak lama. Gue lebih memilih untuk diam saja.
Sedikit melupakan tentang kejadian santet, akhirnya gue memutuskan diri untuk mengalihkan perhatian gue ke hal baru. Bulan November 2018, gue lagi disibukkan dengan projek membuat film pendek. Pertama kalinya gue harus mikir gimana caranya membuat rentetan cerita dengan angle yang pas dan alur cerita yang bagus.
Hal pertama yang gue kerjakan adalah menentukan premis dari film tersebut. Setelah semuanya beres, gue mencari aktor yang tepat. Gue pilihlah salah satu teman gue. Namanya Ria, biasa dipanggil Eta. Nama panjangnya Eta terangkanlah.
Walaupun gue dan Eta nggak pernah satu kelas. Namun, diantara kita tahu sama lain. Eta juga tahu keadaan gue yang lagi dekat dengan Yola. Begitupun gue tahu soal Eta yang lagi dekat dengan Mas-Mas yang kerja di sebuah maskapai penerbangan. Cewek asal Jawa Timur ini memang enak diajak ngobrol. Tatkala di suatu bahasan film, dia nyeletuk, "Hubungan lo sama Yola, gimana?"
Gue cuma diam.
"Lo nggak apa-apa, kan?" ujar Eta.
Gue mengangguk lalu menjawab, "Nanti ada waktunya, gue ngomong ke lo, Ta."
Satu bulan berlalu. Gue dan Eta sama-sama sibuk menunggu kabar penempatan lulusan. Karena ketidakjelasan kapan pengumuman keluar, yang kami lakukan adalah tidur lama di kos sampai menjamur. Waktu ke waktu gue akhirnya memikirkan tentang kejadian santet itu. Masih membekas dan belum gue lupakan. Hingga pada suatu malam, gue bertanya ke Eta tentang jalan keluar kasus ini.
Eta menyarankan, "Coba lo ke Kyai, Zar."
Semacam mendapat sinyal baik, tak lama gue mencari Kyai mana yang akan gue sambangi. Dalam waktu yang sama itu, Mas Dadang, mengirimkan pesan whatsapp ke gue, "Apa kamu punya kenalan Ustad yang bisa sembuhin semacam santet kayak gitu?"
Sontak gue kaget, nggak lama gue balas, "Ada, Mas."
Disesi percakapan ini, intinya Mas Dadang menginginkan Yola sembuh. Hal pertama yang gue lakukan adalah ke Kyai Jakarta Utara seraya mencari solusi terbaik. Usaha dan doa yang telah gue lakukan sudah maksimal.
Satu minggu kemudian, gue lagi iseng joging sore di sekitan kampus. Gue bertemu Eta di pertigaan kampus, dia bertanya, "Gimana keadaan Yola?"
"Gue masih nggak yakin dia bisa sembuh." Jawab gue.
"Lho, kok gitu?"
"Menurut gue, pengaruhnya memang kuat."
"Gue juga nggak nyangka bakal serumit ini, Zar." Kata Eta.
Kami duduk bersama di depan warung dekat kampus. Pikiran kami sama: diliputi kebingungan. Eta adalah cewek yang paling peduli dengan keadaan gue selama dua bulan belakangan ini. Dia tahu kapan waktunya gue datang dan pergi. Nggak lama kita duduk, muncul pengumuman penempatan kerja, ini merupakan akhir pertemuan gue dengan Eta. Singkat cerita Eta ditempatkan di daerah yang cukup kering, Kupang. Sementara, gue dan Yola di Jakarta.
Nggak ada yang lebih hening setelah melihat pengumuman itu.
***
KEADAAN gue semakin terdesak. Ibarat sebuah labirin, gue harus lari dan menemukan jalan keluar agar terhindar dari ancaman musuh yang ada di belakang. Di kepala hanya memikirkan solusi untuk Yola sembuh. Satu per satu gue riset tentang santet. Tahap pertama gue hubungi Alfi. Dia salah satu teman dekat gue yang berbeda nasib penempatan. Di sela obrolan telepon gue bertanya, "sampai kapan dia bakal kena santet?"
YOU ARE READING
PERCAKAPAN SOAL SANTET ZAMAN NOW PART II
HorrorPekerjaan yang gue jalani saat ini termasuk cukup banyak. Menjadi conten creator di sebuah komunitas menjadi hal baru dalam hidup gue. Namun, hati memang tidak bisa berbohong. Selama empat tahun ini gue menjatuhkan pilihan gue ke dunia pena. Terkada...