1. Di bawah langit senja

47 11 1
                                    

Sore ini langit rasanya ikut menyambut kebahagiaan kami. Seperti hari-hari yang lalu, menyenangkan. Deburan angin menerpa dan menyapu wajah dengan lembutnya. Aku duduk termenung menatap langit yang menampilkan pesonanya dengan indah.

Dibawah pohon itu, dengan segala ketenangan yang hadir menemaniku. Tiba-tiba ketenangan itu terusik dengan datangnya seseorang yang menghampiriku.

"Na! " serunya kepadaku, akupun menoleh ke arahnya. Kulihat kakinya melangkah dengan cepat ke arahku.

"Na, yaelahh Naa udah mau berangkat. Lo masi aja duduk santai di sini. Mau nemenin si Jeki lo ya? Ayo kita cepat-cepat kumpul di lapangan!" ujarnya sambil terengah-engah. Si Jeki adalah hewan peliharaan yang ada di sekolah kami.

Aku bangkit dari dari tempatku dan beranjak meninggalkan tempat itu seraya mengatakan, "kuy!"

Kami berdua pergi ke lapangan. Terik matahari mulai menyentuh, akupun merasakan pening dikepalaku, mataku berkunang-kunang dan aku pun melemas. Aku hampir terjatuh tetapi temanku menahan tubuhku.

"hey, are you oke?" tanyanya dengan begitu kentara raut wajah khawatirnya. Aku hanya mengangguk kecil sebagai jawaban. Dia memapahku ke kelas yang tak jauh dari tempat kami berdiri tadi. Aku beristirahat sebentar sebelum berangkat menuju mobil yang akan membawa kami pada kebahagiaan yang kami nantikan selama ini.

Beberapa menit berlalu, dan aku pun mulai membaik. Kami bergegas menuju mobil. Perjalanan kami pun dimulai. Mereka pun mulai bernyanyi dan bergurau terkadang menggoda anak perempuan.

Matahari menghilang entah kapan perginya, yang pasti esok hari ia akan datang kembali keluar dari persembunyiannya. Kini tugas sang surya menyinari bumi pun digantikan oleh bulan. Langit yang tadinya biru yang nampak begitu menenangkan, kini berubah menjadi hitam dihiasi bintang yang bertebaran dan tentu saja, bulan.
Tanganku terulur untuk menyentuh jendela kaca di sebelahku, dingin pun seketika menusuk ujung jariku. Hingga tiba dinginnya menusuk hatiku. Membekukan seluruh perasaan. Mengkristalkan semua keinginan. Aku hanya bisa terdiam, menikmati rindu yang berkecamuk di hati ini.

Deru suara kendaraan membangunkanku. Aku bangkit dan turun dari mobil bersama teman-temanku yang lain.
Matahari menyingsing cukup tinggi dari timur, tibalah saatnya kami berkeliling menyusuri tempat wisata yang ada di kota yang seringkali di sebut kota pelajar ini.

Tak terasa hari sudah sore, kami menuju tempat wisata terakhir. Kali ini berbeda dengan sebelum-sebelumnya, langit nampak kurang bersahabat. Gerimis turun membasahi tubuhku. Aku dan Metta memasuki tempat perbelanjaan untuk membeli sesuatu.

"Na bagus nggak? " aku menghiraukan ucapan Metta tadi, aku hanya fokus pada rintik hujan didepan sana.

"Naaaaa!! Woooyy! Elah gua kaga didengerin." pekiknya tepat ditelingaku. Akupun refleks menutup telinga sambil menatap kesal kepadanya.

" Ehh goblok gausa tereak-tereak lo! " . Metta hanya menjulurkan lidahnya sebagai jawaban.

"Sialan lo mahmud!"

"Bintang!!!" pekiknya lagi di telingaku dengan senyum menyebalkannya itu.

"Lo pada cuma berdua?" tanya Adit yang seringkali menjahili Aku dan Metta.

"yoi" Metta yang menjawab sementara aku sedang berpura-pura sibuk dengan baju-baju di depanku.

"Na, nih buat lo" ucap Bintang seraya menyodorkan paper bag kepadaku. Aku pun bingung dengan maksudnya.
"maksud lo? "
"ini buat lo Moonalisya syafieraaa" kesal Bintang padaku lalu melanjutkan ucapannya sambil menaruh tanganku untuk menggenggam paper bag itu, "ini buat lo, buat gadis cantik yang udah buat gue penasaran setengah ga mati sama lo"

Sebuah RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang