Bagian 1

4 1 0
                                    

Lengang dan tanpa satu pun lampu yang berpijar, kota itu nampak seperti kota tua yang telah lama ditinggalkan. Sekilas tidak ada yang aneh. Mungkin karena keabuan udara yang menyelimuti kota mati itu tersamarkan oleh malam yang berkabut dan tanpa bulan. Meski begitu, kenihilan cahaya tetap membuatnya terlihat terlalu pekat untuk sebuah kota berkabut yang normal. Jika ada seorang traveller yang melewati kota ini, tentu saja ia akan terus melanjutkan perjalanannya ke kota berikutny tanpa menginjakkan satu jari kaki pun di gerbang masuk Leiah. Hal itu dikarenakan semua orang di penjuru dunia tentunya tahu tentang bayangan-bayangan gelap yang bersembunyi di balik kegelapan kota-kota mati. Hanya saja, untuk dua orang yang tersesat dari masa lalu setelah dilontarkan oleh portal waktu tentu takkan tahu menahu tentang kegelapan kota Leiah.
Sepasang mata yang bisa melihat jelas dari jauh menembus kabut mengamati dua sosok yang berjalan masuk ke dalam gerbang Leiah. Yang satu terlihat berjalan tertatih-tatih dalam rangkulan temannya. Mereka hanya celingukan sana sini dan mencari tempat yang sepi untuk berteduh. Wajah mereka terlihat asing. Sepasang mata itu hanya mengamati mereka sampai mereka berhenti di sebuah toko kosong dengan pintu yang hampir rusak karena salah satu engselnya telah copot. Toko tersebut bertuliskan "Traveller's Souvenirs" dengan cat yang sudah mengelupas dan sedikit berkarat.

 Toko tersebut bertuliskan "Traveller's Souvenirs" dengan cat yang sudah mengelupas dan sedikit berkarat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kota Leiah, 3021

Caen membaringkan Leon di sebuah sofa yang berdebu. Ia menebarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Dari lantai, tembok, hingga barang-barang yang ada terkubur dalam debu. Udara yang mereka hirup di dalam ruangan pun bercampur debu. Semakin lama semakin sesak. Leon hanya terbaring lemah dengan luka di betis kanannya.

Di manakah ini? Ini sama sekali bukan Aegria, pikir Caen.

Ia berdiri dan meraba-raba tembok untuk mencari pintu ke ruangan lain. Tanpa sengaja ia menemukan sebuah saklar lampu. Beberapa lampu-lampu kecil berbentuk kotak berkedip-kedip remang hingga berpijar menyala di langit-langit ruangan.

"Yang Mulia, berbaringlah di sini dulu. Aku akan mencari kain untuk menghentikan pendarahan. Jangan ke mana-mana. Kumohon."

Caen hendak beranjak ke bagian belakang toko ketika tiba-tiba ia mendengar Leon mengerang dan setengah berbisik.

"Argh..-maksudmu?"

"Apa? Maafkan aku, Yang Mulia. Bisakah Anda mengulangi perkataan Anda?"

"Apa maksudmu?" Leon nampak telah sadar sepenuhnya dan mencoba duduk.

"HEY--..!!" Caen langsung menghampiri Leon namun Leon hanya menepis tangannya yang mencoba membaringkannya.

"Singkirkan tanganmu! Aku tidak selemah itu! Sekarang jawab pertanyaanku!" Kali ini Leon berteriak untuk menghentikan perkataan Caen yang menurutnya tak masuk akal.

Yang Mulia apanya?, pikirnya.

"Baik, aku akan menjawabmu, Yang Mu-", ucapan Caen tiba-tiba dipotong oleh Leon.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 12, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Fallen KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang