Bab 3 - Some

38 5 0
                                    


"Kyaaa... Esa tembak!"

Suara riuh dari sorak-sorakan anak yang berkerumun di sekitar lapangan basket sudah menjadi hal biasa setiap kali jam istirahat.

Oka dan kedua temannya juga ikut menonton dari pinggir taman yang kebetulan menghadap tepat ke lapangan basket. Kedua temannya, Sonya dan Hani ikut bersorak gembira ketika ada yang memasukkan bola dan mengaduh setiap kali ada yang terjatuh atau gagal memasukkan bola ke ring basket. Keduanya sangat menikmati pertandingan di bawah sana. Berbeda dengan Oka yang menonton dengan pandangan datar dan tanpa ekspresi. Setiap kali ada yang memasukkan bola, dia menguyah roti. Ada yang terjatuh, dia juga menguyah roti. Sesekali dia menenggak minuman kalengnya dengan mata yang tak lepas dari lapangan basket. Sulit menebak apakah Oka menikmati pertandingan basket di depannya itu atau tidak.

"Lihat deh, mereka semua keren dan hebat. Kamu sangat beruntung, Ka." Sonya menepuk bahu Oka dengan cukup keras. Saat itu Oka sedang menenggak minumannya. Hampir saja minuman di mulut Oka tersembur. 

Oka menoleh, bingung karena pembicaraan tiba-tiba melenceng ke arahnya. "Loh, kok aku?"

"Di antara kita bertiga kan kamu duluan yang punya pacar. Dan hebatnya itu adalah senior idaman sejuta umat, Kak Esa" Sonya menunjuk lelaki yang ikut berebut bola di bawah sana. Dia menjuluki Esa sebagai senior idaman sejuta umat karena memang begitulah deskripsi yang tepat untuk pria itu.

Oka tersedak oleh ludahnya sendiri. "Pacar? Siapa yang pacar Kak Esa?"

Padahal tadi dia sudah berlagak tidak tertarik dengan pria-pria yang bermain basket di lapangan tapi tetap saja dia kena sasaran. Jika Esa datang ke kampus dan punya waktu luang, pria itu memang sering mengajak teman-temannya bertanding bola basket.

"Tentu kamu. Memang siapa lagi?" jawab Hani enteng. "Di antara kita bertiga memangnya siapa yang dekat dengan Kak Esa? Bahkan beberapa orang di kampus ini sudah menyebutmu sebagai pacar Kak Esa."

"Tapi aku nggak—"

"Hanya tinggal menunggu waktu." Sonya memotong kalimat Oka.

"Kak Esa itu benar-benar populer di kampus kita. Nggak cuma di fakultas kita tapi juga fakultas lain. Banyak kakak-kakak senior yang cantik yang berebut menjadi pacarnya tapi hebatnya Kak Esa memilihmu." Hani ikut-ikutan menambahi omongan Sonya. Mereka berdua itu seperti obor dan api. Sekali tersulut, langsung berkobar.

Oka menanggapinya dengan pipi yang mulai bersemu merah. Dia mencoba untuk tidak peduli dengan ucapan dua temannya tapi dia tidak bisa berbohong kalau dia bahagia juga dipanggil sebagai pacar Esa. Walaupun kenyataannya, Esa belum pernah meminta Oka untuk menjadi kekasihnya.

Dengan mata jahil, Oka mengerling pada kedua temannya, "Jadi aku lebih cantik dibandingkan dengan kakak-kakak senior yang cantik itu?" Oka mengutip sebagian kalimat Hani.

Hani dan Sonya kemudian menilai penampilan Oka dengan mengamatinya dari atas sampai bawah. Jarinya ikut menunjuk badan Oka dari atas ke bawah. "Hmmm, sedikit. Walaupun kau nggak secantik Song Hye Kyo atau Kim Tae Hee tapi wajahmu enak dipandang," ucap Hani sambil bertingkah seolah-olah dia penata gaya kenamaan yang sedang menilai penampilan modelnya.

"Hei! Kalau aku secantik Song Hye Kyo atau Kim Tae Hee, sekarang ini aku pasti sibuk syuting iklan produk kecantikan. Bukannya makan roti dan duduk di taman bersama kalian."

Ketiganya pun tergelak. Oka memperhatikan pria yang tengah berlarian sambil men-dribble bola berwarna orange di lapangan. Lengan kemeja pria itu dilipat hingga sebatas siku. Kancing kemejanya pun dibuka sebagian hingga menampilkan kaus putih di dalamnya. Pesona pria itu memang tidak terelakkan. Memang benar banyak perempuan di universitasnya yang memuja dan terang-terangan mengagumi Esa. Tidak hanya sekali dua kali Oka mendengar beberapa perempuan berkasak-kusuk menyebut namanya. Terkadang ada yang menyebutnya jelek. Tidak jarang juga dia mendapati perempuan-perempuan itu menatapnya dari atas hingga bawah, seperti sedang menilai.

Saat ini saja Oka mendengar banyak perempuan yang meneriaki nama Esa untuk memberi semangat.

"Esa! Esa!" Mereka berseru sambil mengangkat tangannya.

Oka menggenggam tangannya di atas lutut. Dia terlalu malu untuk berperilaku seperti itu pada Esa.

Esa dan Oka pertama kali bertemu di acara makan malam penyambutan mahasiswa baru. Esa yang datang terlambat, kebetulan duduk di depan Oka jadi mereka sering berbicara berdua. Walaupun banyak teman perempuannya yang mengajak bicara, Esa tidak pernah melupakan Oka. Ketika acara makan malam itu selesai, Esa meminta nomor ponsel Oka. Sejak saat itu, mereka sering berkomunikasi lewat pesan singkat.

Untuk bertemu langsung, hanya beberapa kali. Mungkin bisa dihitung dengan jari kaki dan jari tangan seseorang. Oka sadar kalau Esa sangat populer. Pria itu tampan, pintar, ramah, dan suka menolong. Oka kadang heran, bisa-bisanya ada pria sesempurna itu? Tapi sungguh, pria itu sama sekali tidak punya kekurangan. Perempuan mana yang tidak jatuh cinta pada Esa? Oka pun langsung menyukai Esa sejak pertama kali dia mendengar sapaan ramah dari pria itu. Entah apa yang membuat Esa memilih untuk dekat dengan Oka.

Oka tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa kadang dia merasa minder jika berjalan berdua dengan Esa.

Tanpa sadar Oka menghela napas. Untung kedua temannya tidak sedang memperhatikan Oka. Tampaknya mereka sangat serius menonton orang memantul-mantulkan bola ke tanah. Mata Oka mengikuti arah mata mereka lalu dengan tidak sengaja dia bertemu pandang dengan Esa. Pria itu menatap sekilas lalu tersenyum tipis. Esa melambaikan tangan padanya. Oka ingin membalas lambaian itu tapi seniornya itu sudah berbalik dan fokus pada pertandingan basket. Begitu saja, mungkin pria itu hanya basa-basi.

Bahkan Esa tidak perlu menunggu Oka membalas lambaian tangannya. Oka menurunkan sebelah tangannya yang sudah terangkat setengah.

Sebenarnya kita ini apa, Kak?

Pertanyaan itu hanya diucapkan dalam hati karena Oka tidak akan pernah berani menanyakan hal itu langsung.

**



Hnggg.. Balik ke judul awal lagi karena aku seorang libra yang susah mengambil keputusan~

Another CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang