Part 1 - Pengumuman Mendadak

175 12 3
                                    


"Ibu, aku berangkat! Gama, Kakak berangkat, bye!"

Sesaat setelah pintu kamar terbuka, Oka berjalan dengan setengah berlari melewati meja makan. Bahkan dia berpamitan tanpa memandang dua orang yang tengah sarapan dengan tenang di sana. Dia tampak tergesa-gesa.

"Oka Adriana, duduk dan makan sarapanmu." Handini, ibu Oka berucap dengan tenang nada tenang tapi tegas. Tidak berbeda dengan anak perempuannya, Handini memberi perintah tanpa menatap Oka. Dia sibuk menaruh telur dadar ke atas mangkuk nasi anak bungsunya. "Makan yang banyak, Gama."

Oka menghentikan langkahnya tidak jauh dari meja makan. Berbanding terbalik dengan ketenangan di meja makan, Oka tampak panik. Kedua kakinya tidak mau diam dan berulang kali dia menatap jam tangan di pergelangan tangannya.

"Tapi, Bu. Aku tuh buru-buru. Aku bisa terlambat kuliah. Nanti aku beli sandwich di minimarket depan dan makan di bus aja. Oke?"

"Masih cukup waktu kalau hanya untuk sarapan. Lagi pula kamu juga berangkat lima belas menit lebih awal dari jam berangkatmu biasanya, bagaimana bisa terlambat?" Handiri mulai mengacungkan sendoknya ke arah Oka, tanda kesabarannya mulai menipis.

"Tapi...."

"Apa? Apa? Kamu mau alasan apa lagi? Bukankah Ibu sudah bilang, sarapan itu penting. Ibu sudah susah payah memasakkan sarapan untukmu dan kamu nggak menghargainya?"

Oka pun kalah telak. Nggak sekarang, Bu, rintihnya dalam hati. Sekarang ini bukan waktunya untuk berdebat. Oka memang sengaja berangkat lebih pagi karena dia sudah punya janji dengan Esa, seniornya untuk minum kopi berdua sebelum masuk kelas. Oleh karena itu dia ingin segera sampai di kampus supaya cepat bertemu senior yang dia suka itu. Namun dia malah harus berdebat dengan ibunya dulu.

Lalu dia sadar, semakin lama dia berdebat, semakin banyak waktu yang terbuang. Oka menatap jam tangannya lagi. Ah, lima menitnya yang berharga hilang dengan sia-sia.

"Oke, oke. Aku makan." Oka meletakkan tas selempangnya di atas meja lalu mulai menyumpit makanan yang dimasak ibunya. Dia mengunyah sarapannya lalu berdecak kagum. "Woah, jinjja! Unbelieveable! Masterpiece. Masakan buatan Nyonya Handini ini memang sungguh lezat. Seumur hidupku baru pertama kali aku makan masakan seenak ini," ucapnya bercampur dengan bahasa Korea dan Inggris.

Oka memuji masakan ibunya dengan gaya yang berlebihan. Handini berdecih mendengar ucapan Oka. Dia tahu anaknya itu sedang membalasnya.

"Kamu kenapa? Pagi-pagi sudah memakai Bahasa Inggris, lidahmu nggak apa-apa kan? Kemarin kamu makan apa?"

Namun Oka mengabaikan sindiran ibunya. Dia masih menatap ibunya dengan mata berbinar-binar. "Serius, Bu. Sepertinya Ibu harus ikut acara MasterChef atau perlombaan masak di TV. Ini luar biasa."

"Diamlah dan habiskan sarapanmu. Ada yang mau Ibu bicarakan denganmu."

"Tapi, Bu ... kan sudah kubilang tadi. Aku sedang buru-buru sekarang."

Handini balas menatap anak perempuannya yang pagi ini begitu cerewet dan jadi seorang pembantah. "Memangnya ada apa? Apa yang membuatmu harus datang lebih pagi dari biasanya? Katakan! Kalau memang hal penting, Ibu nggak akan ganggu lagi."

Oka langsung menutup mulutnya. Bibirnya yang berhias lipstik warna peach itu langsung tertutup rapat-rapat, membentuk garis lurus. Tidak mungkin dia mengatakan pada ibunya bahwa dia ada janji minum kopi dengan seorang senior kenalannya. Bisa-bisa ibunya malah menceramahinya panjang lebar.

"Oka Adriana... nggak ada jawaban? Jadi memang bukan hal penting kan? Ibu bertaruh kamu pasti hanya ingin bertemu dengan seorang cowok!" tebak Handini, tepat sasaran.

Another CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang