Matahari yang terik sudah mulai menyengat meskipun jam baru menunjukkan pukul 8 pagi. Panas matahari terasa membakar kulit siswa yang berdiri di lapangan. Suara pidato kepala sekolah menggema di seluruh penjuru sekolah, sementara seluruh siswa SMA Kencana berkumpul untuk upacara bendera yang rutin diadakan setiap hari senin.
Suara pidato kepala sekolah terdengar memuakkan bagi para siswa, yang sudah lelah dan kepanasan setelah satu jam berdiri di lapangan. Salah satunya seorang siswi dengan rambut tergerai dan seragam putih yang di masukan asal pada rok abu abunya. Gadis itu mengibas-ngibaskan tangannya ke wajah untuk meredakan rasa panas, sembari menggerutu pelan tentang betapa membosankannya ceramah yang terus-menerus disampaikan. Ekspresi kelelahan tampak jelas di wajah gadis itu yang tampaknya sudah kehilangan kesabaran.
"Woy! Kapan selesai sih anjir?!" Gadis bername tag Galvina Nanda itu berbisik pelan pada teman sekelasnya yang berdiri di sebelahnya.
"Mana gue tau? Gue bukan cenayang!" balas Eva dengan ketus, sambil memutar matanya malas lalu kembali memusatkan pandangannya ke depan. Eva Nadia Amara, teman sekelas Galvina yang terkenal dengan sifatnya yang cuek, judes, dan bermulut pedas. Setiap kali berhadapan dengan Galvina, Eva selalu melontarkan kata-kata pedasnya yang membuat Galvina tak berkutik.
Galvina mencibir pelan, merasa diabaikan. Ia mendesah lelah, mengeluhkan panas yang makin menyengat di bawah terik matahari. Kepala sekolah masih saja berbicara panjang lebar yang tampaknya tak akan pernah usai.
Beberapa menit kemudian, upacara selesai dilaksanakan, membuat Galvina menghela nafas lega. Namun, baru saja akan melangkah pergi dari lapangan, suara kepala sekolah terdengar lagi, memerintahkan seluruh siswa SMA Kencana untuk tidak bubar terlebih dahulu.
"KEPADA SEMUA SISWA SMA KENCANA, DIHARAPKAN JANGAN BUBAR TERLEBIH DAHULU!"
Semua siswa yang akan menuju kelasnya kembali berbaris seperti semula. Ada juga yang duduk karena kelelahan berdiri, termasuk Galvina.
"Apa lagi sih anjir! Gak tau apa ini gue udah capek banget!" Gerutunya pelan sembari membuka topinya, lalu mengibaskan topinya ke area leher dan wajah nya yang berkeringat.
"Vin!" Tepukan seseorang pada bahunya membuat Galvina menoleh ke sumber suara. Ternyata sahabatnya yang berbeda kelas dengan Galvina.
"Capek banget gue, anjir! Ada info apaan sih?" tanya Sela, sahabat Galvina, sambil menyeka keringat di dahinya. Selamita Anayah yang akrab disapa Sela, adalah sahabat Galvina sejak SD. Meski sekarang mereka berbeda kelas—Sela di 11 IPS 4 dan Galvina di 11 IPS 1—mereka tetap dekat dan sering bertukar cerita.
"Gak tau! Mending duduk di bawah pohon aja, yuk! Males gue harus baris lagi," ajak Galvina kepada Sela, yang mengangguk setuju.
"Setuju banget. Haus banget dari tadi, Vin. Taunya disuruh baris lagi," gerutu Sela, ekspresi kesalnya jelas terlihat.
Baru saja mereka melangkah, tiba-tiba dari ujung lapangan, para OSIS sudah memerintah para siswa yang ingin keluar dari barisan untuk kembali masuk ke barisannya masing-masing.
Terlebih kini anggota OSIS yang lain sudah menggiring Galvina dan Sela agar kembali pada barisannya, membuat kedua remaja tersebut mau tak mau kembali pada barisan kelasnya masing-masing.
"Tes, tes, 1, 2, 3! Oke, aman," suara kepala sekolah terdengar melalui mikrofon, menandakan bahwa ia siap untuk berbicara.
"Oke, anak-anak! Mohon maaf sebelumnya, kalian belum boleh bubar karena ada info penting. Salah satu siswa di sekolah kita telah menjuarai OSN tingkat Nasional! Ayo beri tepuk tangan dulu!" Kepala sekolah menyampaikan pengumuman dengan penuh semangat. Seluruh siswa bertepuk tangan dengan riuh, suasana menjadi sangat meriah.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAKSIMANA
Teen FictionGalvina Nanda. Gadis yang selalu menghabiskan waktunya dengan bermalas malasan, jauh dari buku-buku pelajaran dan jauh dari kata pintar. Namun, suatu ketika dia jatuh cinta pada pandangan pertama pada Laksimana Narendra seorang murid laki laki yang...