Bertemu Sang Lalu

50.3K 2K 9
                                    

Feri menghela nafas berat. Ia sedang sangat mengantuk sekarang. Matanya hanya bisa bertahan lima watt lagi. Proyek besar-besaran yang direncanakannya memang sudah berjalan lima puluh persennya tapi tetap saja pekerjaan itu tak bisa ia limpahkan seenaknya pada orang lain. Itu sudah menjadi bagian dari tanggung jawabnya. Alhasil, dua bulanan ini ia jarang pulang ke rumah. Kalau pun sempat, paling pulang hanya untuk melepas kerinduannya pada Tiara. Ah, gadis kecil itu lah titik penyemangatnya.

"Mi," panggilnya pada Maminya yang sedang menghabiskan waktu di depan televisi. "Tiara sudah tidur?"

Seharusnya ia tak perlu bertanya mengingat jam telah menujukkan pukul sebelas malam.

"Udah. Dia maunya tidur di kamar Icha."

"Aish!" Desis Feri. Lelaki itu duduk di samping Maminya dengan gusar. Kalau sudah begini besok pagi ia akan disembur Fadlan karena Tiara telah mengambil perhatian istrinya.

Maminya hanya terkekeh mendengar desisan itu. Ia tahu pasti apa yang dikhawatirkan Feri. "Tadi Mami sudah paksa buat tidur sama Airin. Tapi dianya gak mau." Alasan Maminya. "Sepertinya ia butuh sosok ibu, Fer." Lirih Mami.

Mendengar kalimat dari Maminya itu hanya membuat Feri terdiam. Yah sejak bercerai dua tahun lalu, Tiara sudah tak pernah bertemu Nia lagi. Karena ia belum siap mempertemukan ibu dan anak itu. Ia takut Nia berbuat sesuatu seperti saat mereka masih bersama dulu. Betapa wanita itu menyakiti anaknya secara perlahan di belakang Feri. Bocah sepolos itu, jiwanya akan mudah terguncang. Ia tak mau Tiara aoan mengidap suatu trauma psikologi saat besar nanti.

"Feri rasa Icha bisa gantiin posisi itu, Mi." Tukasnya yang dibalas pelototan kaget milik Maminya. Laki-laki itu terkekeh menyadari kekeliruan kalimatnya. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Maksud Feri, dengan adanya Icha di sekitar Tiara udah cukup untuk jadi sosok ibu buat Tiara. Toh Icha gak keberatan saat Tiara manggil dia Bunda."

Mami menghela nafas. "Mami tahu. Tapi akan lebih baik kalau ia mempunyai figur ibu yang sebenarnya. Nanti setelah Icha melahirkan dan rumah Fadlan yang sedang tahap pembangunan selesai lalu mereka pindah, tidak mungkin kan Tiara ikut mereka juga? Lagian kalau Icha sudah melahirkan pun perhatiannya pasti akan penuh pada bayinya, Fer. Kamu gak bisa terus ngandelin adik iparmu itu." Ujar Maminya. Ada benarnya juga. Apalagi waktu melahirkan adik iparnya semakin dekat. Tiara tak mungkin terus-terus menempel pada Icha.

Feri nampak menghela nafasnya. Ia nampak lelah padahal hanya berbicara yang normalnya takkan menghabiskan banyak energi. "Tapi Feri belum siap untuk menikah lagi, Mam. Terlalu sulit mencari sosok wanita yang Feri inginkan untuk menggantikan Nia sebagai istri sekaligus ibu buat Tiara."

Mendengar itu membuat Mami seketika dihantui kepedihan. Secara tak langsung beliau lah yang menyebabkan luka yang dialami Feri kini. "Maafin, Mami ya." Ujar wanita paruh baya itu yang membuat Feri sontak menoleh.

Ia menggeleng saat Maminya berkata maaf. "Bukan salah Mami. Ini sudah takdir Feri untuk menjalani semua ini." Ujarnya dengan bijak namun wanita di sampingnya ini tetap bersikukuh jika itu adalah salahnya. Yang kemudian mengalirlah air mata yang ia tahan-tahan sejak mengetahui perceraian anaknya.

"Kalau saja Mami tak menjodohkanmu dulu, Mami yakin kamu akan sama bahagianya seperti adik-adik kamu."

Feri menggeleng lalu mendekap Maminya dengan erat. Ia mengelus rambut Maminya yang masih nampak hitam dan lebat.

"Ini cobaan buat Feri, Mam. Mami tak perlu menyesal dengan apa yang udah Mam."

♥♥♥

"Bundaaa, tas Aya udah disiapin belom?" Teriak Tiara dari meja makan.

Percayalah KasihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang