Alhamdulillah. Icha telah melewati masa kritisnya dan perempuan itu berhasil melahirkan anaknya yang ketiga meski dengan jalan caesar. Bagi Fadlan tak apa-apa asal istri dan anaknya sehat dan selamat. Itu yang terpenting.
Feri terenyuh melihat pasangan mesum itu. Ia merasa lega sekali kendati Icha belum sadar namun saat mengetahui wanita itu baik-baik saja itu sudah lebih dari cukup. Allah mengabulkan doanya.
"Lan....," panggilnya dengan suara pelan. Fadlan menoleh. Tangannya masih menggemgam kuat tangan istrinya. "Kakak mau lihat anak kamu," ujarnya pelan. Ia ingat rengekan Tiara sejak setengah jam yang lalu. Gadis kecil itu tak sabar ingin melihat ponakan barunya.
Fadlan mengangguk. "Tanya dokter Anisa atau Fahri, Kak."
Lelaki itu mengangguk cepat lalu mengambil Tiara dari pangkuan Maminya. Ia membawa gadis kecil itu menuju ruangan Anisa dan kalau tak ada ia akan mencari Fahri.
"Kita mau kemana daddy?" Tanya bocah kecil dalam gendongannya.
"Tadi Aya bilang mau lihat dedek Bunda. Jadi kita akan kesana!" Jawabnya dengan semangat.
Bocah kecil itu berseru senang. Feri tersenyum dibuatnya. "Anak Bunda juga dedek Aya kan, daddy?" Tanya bocah kecil itu lagi. Feri hanya bisa menganggukkan kepalanya. Dan gadis kecil itu kembali berseru senang. Baginya tidak ada hal yang lebih membahagiakan selain ini--melihat anaknya berseru senang.
Mereka tiba di ruang Anisa dan baru saja akan bertanya, Anisa sudah menyeru 'di ruang bayi' untuk memberitahu Feri. Wanita itu tampak sedang memeriksa pasiennya saat Feri sampai disana. Dan tak perlu tunggu lama, Feri hanya harus berjalan beberapa langkah menuju ruangan yang diberitahu Anisa.
Lelaki itu nampak membeku saat akan masuk. Ia agak kaget saat menyaksikan Sara ada di dalam sana--sendirian. Setelah pendonoran itu, ia memang tak bertemu Sara lagi. Ia pikir Sara sudah pulang atau mungkin mengisi perutnya bersama teman-temannya. Ia sempat melihat Faradila tadi. Wanita itu juga turut mendonorkan darahnya.
"Tante Sara?" Tanya Tiara dengan suara cempreng.
Feri terkekeh geli saat beberapa perawat menyuruh anaknya menurunkan suara karena ini ruang bayi dan bayi-bayi itu sedang tertidur pulas. Feri berdalih maaf pada perawat-perawat itu.
Sara yang tadi sedang berdiri membelakangi mereka segera menoleh dengan cepat dan agak membeku sesaat saat melihat Feri berdiri di ambang pintu. Ini kedua kalinya mereka berdemu dengan jarak yang relatif dekat seperti ini. Hanya bertiga pula--dengan Tiara ditengahnya.
Gadis kecil itu segera meluncur turun dari gendongan ayahnya lalu berlari kecil menuju Sara yang masih terpaku.
"Tante mau liat dedek bayi juga ya?" Tanyanya polos. Wajahnya mendongak ke arah Sara yang baru mengalihkan pandangannya dari Feri. Sara tergagap lalu tersenyum tipis. Meski begitu, Feri masih bisa melihat lingkaran hitan di mata Sara. Pasti perempuan itu sering menangis. Begitu pikirnya.
"Tiara mau liat?" Tanya Sara. "Sini Tante gendong," lanjutnya lalu meraih Tiara dalam gendongannya. Ia cukup dekat dengan gadis ini karena sering dibawa Icha ke butiknya. Ia juga tahu kalau bocah ini anaknya Feri. Perkara rumah tangga Feri yang sudah berakhir juga ia tahu. Tapi ia tak begitu perduli.
Feri berjalan mendekati keduanya. Kini mereka berdiri berdampingan dengan Tiara pemisahnya. "Ini anaknya Fadlan?" Tanya Feri. Matanya tertuju pada box bayi di depan mereka. Sara berdeham. Ia mengiyakan pertanyaan Feri. "Kembar tiga. Kata Fadlan, yang ini yang lahir duluan." Ujarnya sambil menunjuk bayi laki-laki dari sebelah kanan--tepat di hadapan Feri. "Lalu ini, cantik sekali." Pujinya menunjuk bayi perempuan yang berada di tengah. Ia yang lahir kedua. "Dan ini juga tak kalah tampannya," tuturnya sambil menunjuk bayi di sebelahnya lagi. Bayi laki-laki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Percayalah Kasih
SpiritualPercaya kah lagi pada orang yang telah menyakitimu? Meninggalkanmu tanpa perpisahan? Meninggalkanmu tanpa perjuangan? Akan kah percaya jika ia datang padamu sekali lagi? Lalu mengucap janji akan melakukan apapun untukmu yang seharusnya ia lakukan s...