Bel istirahat berdering. Semua murid di kelas Adaline langsung berhamburan keluar. Sedangkan Adaline sendiri menghela napas lelah. Merasa jenuh dengan tingkah polah teman sekelasnya yang selalu mengganggunya selama sesi pelajaran. Ia menyandarkan diri di sandaran kursi dan memejamkan matanya seraya mendongak ke atas. Merilekskan diri. Namun belum sempat dirinya rileks, ia di kejutkan oleh gebrakan meja di depannya.
Di depannya kini berdiri tiga gadis cantik dengan pakaian yang tidak bisa dikatakan rapi. Tengah mengepung gadis berkepang dua yang membantunya tadi. Mereka merusuh, mulai membully kembali gadis berpakaian culun itu.
"Heh, punya baju ganti ternyata. Masih punya muka juga untuk kembali ke kelas."
"Kita ceburin saja ke parit depan Trya. Kita suruh pungutin sampah di selokan."
Adaline mengernyitkan dahinya. Sedikit merutuk karena sikap ketiga gadis cantik yang memperlakukan Momo dengan buruk. Ia hendak membantu, namun tidak jadi saat ingat akan apa yang di ucapkan oleh Momo sebelum dirinya di bantu tadi. Sebisa mungkin ia harus terhindar dari pembullyan. Dan tidak ikut campur dalam urusan para murid lainnya.
Adaline reflek berdiri saat melihat Momo di seret ke depan gelas. Lagi-lagi gadis itu di tindas dan di lempari tepung beserta kawanannya. Miris di rasa Adaline, apalagi gelak tawa tak berdosa dari sekumpulan orang yang masih di dalam kelas. Sama sekali tak berniat membantu dan menghentikan pembullyan tersebut.
"Kau tak pantas untuk belajar disini! Sampah sepertimu itu pantasnya berkumpul sesama sampah!" olok gadis bernama Yessy .
"Miskin saja sok-sokan sekolah disekolahan orang kaya!" Trya mendorong kepala Momo kasar, hingga membuat kepala gadis itu membentur tembok cukup keras.
"Hu, sampah, dasar sampah!" kekeh Jerrica dengan suara centil. Ia bertepuk tangan saat melihat Momo disiram air pel oleh Yessy .
"Guys, sudah. Jangan mengurusi sampah itu lagi. Lebih baik kita cari makan!" Eliza yang baru saja selesai berbincang dengan Barra mendekati teman-temannya. Menendang kaki Momo dengan sepatu hak tingginya. Kemudian berjalan pergi di ikuti oleh ketiga pembully Momo.
Ruang kelas menjadi lebih hening. Hanya ada sekelompok laki-laki di pojok sisi kiri. Adaline berjalan mendekat ke arah Momo. Ia mengulurkan tangan. Memberi senyuman pengertian pada teman barunya itu. Namun secara mengejutkan, Momo menampik tangannya dan membuat Adaline terkejut.
"Maaf Adaline, sebaiknya kita jangan saling sapa. Aku tidak mau kau ikut tertindas seperti diriku." bisik Momo sebelum berlalu dari kelas.
Adaline terdiam, ia hanya mengikuti arah kemana Momo pergi. Wajah ayunya terlihat sendu dan kasihan. helaan napas kembali keluar dari mulutnya. Dan tatapannya bertaut dengan onyx tajam yang tak sengaja ia pandang. Menghendikkan bahu, ia memutuskan tatapan itu dan berjalan kembali kebangkunya.
000
Adaline membuka jendela kamarnya setelah ia selesai mandi. Angin malam berhembus sedikit kencang. Selain menerbangkan helaian merah muda Adaline yang setengah basah, angin itu juga membuat tubuh Adaline yang berbalutkan kaos oblong dan hotpant merinding dingin.
"Hahh... Para bintang pun hari ini tidak muncul. Mereka pergi kemana ya?" gumamnya sembari memandang langit gelap.
Senyum kecil terpatri di bibir Adaline. Ia bersenandung ringan. Sembari memandangi bulan sabit yang bersinar. Mengusir sunyinya malam hari di tengah kesendiriannya.
Satu lagu kesukaannya sudah selesai ia senandung kan. Adaline meraih buku yang terletak di meja belajarnya. kemudian duduk di kusen jendela dan mulai membaca buku novel miliknya itu. Dalam hitungan detik, gadis berambut sepinggul itu hanyut dalam bacaan cerita fiksinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Bully Me!
RomanceUntuk 21+ Mohon bijak dalam memilih bacaan. Yang merasa suci jangan mampir. Ini lapak penuh dosa. Terima kasih. Adaline memutuskan untuk pergi dari rumah diam-diam dan pindah. Dia masuk ke salah satu sekolah ternama untuk menyembunyikan diri juga...