Bab 3

16.8K 1.3K 141
                                    

Adaline mendesis menahan sakit dan marah. Bau tepung masuk ke indra penciumannya. Gelak tawa dibelakang tubuhnya pun terdengar. Ia menarik napas dalam, kembali menghitung mundur angka 10 sampai 0.

"Adaline, kau baik-baik saja?"

Suara Momo menyadarkan Adaline. Mata hijau gadis itu terbuka. Manik indah yang bersinar cerlang itu memandang lembut temannya yang menatapnya khawatir. Ia tersenyum, mengangguk pasti sebagai jawaban jika dirinya tak apa.

"Oh, adegan romantis sekali!!"

Suara tepuk tangan dan pekikan centil dari arah belakang membuat Adaline melepaskan pelukannya. Ia berbalik, matanya menyorot tenang sekumpulan siswi yang biasanya membully Momo.

"Si cupu akhirnya dapat teman juga." Yessy menyeringai rendah menatap Adaline, "Cih, tentu saja. Mereka sama-sama miskin."

Sorakan lagi-lagi terdengar. Menertawakan keadaan Adaline yang kini tubuh bagian belakangnya penuh dengan tepung. Mengolok gadis berambut merah muda itu dengan sebutan tak manusiawi. Membuat Adaline mengepalkan tangannya kuat. Menahan hasrat untuk menyumpal mulut mereka.

Trya mendekat ke arah Adaline. Meraih pergelangan tangan gadis itu dan menyeretnya masuk kedalam kelas. Mendorong tubuh Adaline hingga membentur tembok berhiaskan papan tulis putih. Tak hanya dirinya, Momo pun ternyata juga di seret oleh Jerrica.

"Guys, harap diam dulu!!" Eliza angkat suara, ia berjalan anggun di memutari tubuh Adaline. Memandangnya dari atas kebawah. Mengangkat satu sudut bibirnya saat selesai menilainya, "Kita kedatangan teman baru dari kemarin. Bagaimana jika kita menyambut kedatangannya hari ini?"

Teriakan setuju yang sangat antusias memenuhi ruang kelas Adaline. Bahkan di antara mereka ada yang menggebrak meja sangking semangatnya. Bersiul menyemangati apa yang akan di lakukan oleh sang ratu kelas.

Eliza tersenyum anggun, bersedekap sambil menyandarkan pinggulnya dimeja guru. Menghendikkan kepalanya pada ketiga temannya. Yang disambut senyum dan kikikan centil ketiganya. Mereka berlari ke arah meja bangku masing-masing. Mengambil dua kresek hitam berukuran sedang. Kemudian membagikan isi kresek itu pada teman sekelas mereka yang lain.

"Waktunya memberi sambutan guys!" teriak Eliza sembari tertawa. Dan tak memakan waktu yang lama, semua murid di kelas yang menerima isi kresek tersebut melemparkannya kedepan kelas. Kearah Adaline dan Momo.

Adaline kembali menarik Momo, melindungi gadis itu dari telur, tepung, tomat, dan sampah lainnya. Membuat seluruh badannya kini semakin kotor. Meski begitu, raut wajah Adaline tetap tenang dan tak terusik sedikitpun.

Momo menatap Adaline tak percaya. Matanya yang di bingkai kacamata bulat membulat sempurna. Merasa terharu sekaligus terkejut dengan apa yang di perbuat oleh Adaline. Gadis itu melindunginya. Teman barunya itu menjaganya. Hatinya terenyuh, hingga air matanya kembali merembes keluar.

"Jangan menangis, kau bisa membuat mereka semakin puas." bisik Adaline disertai senyumannya. Ia berkali-kali memejamkan mata saat merasakan rasa sakit dari lemparan telur dan tomat busuk. Meski begitu ia tak mengeluh. Justru membiarkan semua melemparinya sesuka hati. Tak memberontak sedikitpun.

Setelah merasa dirinya tak di lempari lagi, barulah Adaline membalikkan badannya. Matanya mengedar ke penjuru ruangan. Tatapan matanya begitu tenang. Membuat suasana hening seketika karena terkejut akan reaksi Adaline yang biasa-biasa saja. Karena biasanya, siapapun yang mereka bully, pasti akan berakhir menangis terisak-isak dan memohon ampun.

"Uwu, hebat juga murid baru ini. Dia bahkan tak menangis." celetuk Garrend yang memandang Adaline tak berkedip.

"Sudah selesai?" Adaline membuka suaranya, begitu tenang. Setenang air di kolam. Pertanyaannya yang terkesan santai membuat semua teman sekelasnya saling melempar padang bingung.

Don't Bully Me! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang