Barra menguap lebar mendengar penjelasan pelajaran yang di berikan oleh wali kelasnya. Ia mengangkat tangan, dengan wajah datar dan sorot mata malas.
"Ada apa Aldair?" tanya Kelton begitu melihat murid pentolan LA itu mengangkat tangannya.
"Pusing. Ke UKS." jawab Barra datar.
"Oh, silahkan."
Barra beranjak dari duduknya. Berjalan keluar dengan kedua tangan yang masuk kedalam saku celana. Tindakannya itu mengundang kikikan lirih para siswi penghuni kelas.
Selesai menutup pintu ruang kelas, Barra menghela napas lega. Pelajaran sejarah sangat membuatnya bosan. Ia seperti di dongengi bila pelajaran itu di mulai. Membuatnya mengantuk, dan ia merasa sangat malas.
Melangkah pelan, Barra membawa kakinya menuju rooftop di gedung tempat kelasnya berada. Mencari angin sejuk di atas gedung adalah kesenangannya yang lain ketika dirinya ingin sendiri. Sembari menikmati sebatang rokok dan bersandar santai disana. Merasakan hembusan angin yang menerpa tubuhnya.
Setelah sampai di anak tangga terakhir rooftop, Barra langsung membuka pintu yang terbuat dari besi itu. Tatapan mata hitamnya pun langsung tertuju pada punggung mungil gadis yang tertutupi helaian merah muda milik gadis tersebut. Rambut itu panjang, sangat panjang bahkan melebihi rambut Eliza. Terlihat begitu lembut bila di sentuh. Bahkan aroma harum shampo yang terbawa angin masuk tercium oleh hidung mancung nya. Membuat dadanya tiba-tiba menjadi berdesir.
Barra berjalan mendekat ke arah gadis itu. Tanpa suara. Seolah kedua kakinya mengambang dan tak menyentuh tanah. Sehingga membuat gadis tersebut tidak menyadari keberadaannya.
Sebuah dering ponsel terdengar, Barra seketika menghentikan langkah. Matanya menyorot tenang gadis yang saat ini tengah menerima telepon. Gadis itu terlihat sedikit kesulitan mengambil ponselnya yang berada di saku seragam olahraga nya.
"Halo?"
Suara halus gadis itu terdengar, membuat dada Barra kembali berdesir. Ia tetap tenang beberapa meter di belakang sang gadis.
"Tidak, aku gentayangan. Baru dua menit tadi aku melompat dari atap sekolah!" Setelah beberapa saat gadis itu terdiam, suaranya kembali terdengar. Begitu tenang dan halus. Tidak seperti saat terakhir gadis tersebut berbicara padanya.
Keadaan kembali sunyi. Kali ini cukup lama. Kepala sang gadis tampak menunduk, dengan tangan yang bergerak di depan. Hal itu tak luput dari mata Barra yang tajam. Meski ia tak bisa melihat dengan jelas apa yang di lakukan oleh gadis berhelaian merah muda tersebut. Hingga beberapa saat kemudian gadis itu memekik cukup keras. Namun Segera terdiam beberapa detik setelahnya.
Terlihat gadis itu mengibas-ibaskan tangannya yang terlihat memar, lalu meniupnya pelan. Dan setelah beberapa kali tiupan gadis tersebut kembali membuka suara.
"Tidak, hanya tersandung batu."
Barra mengangkat sebelah alisnya mendengar ucapan gadis itu. Memandang penasaran siapa gerangan yang menelpon hingga gadis tersebut berbohong.
"Ku taruh di bokongmu!"
Kembali ada jeda setelah ucapan itu. Barra sama sekali tak berniat mengusiknya. Tak di pungkiri jika ia sedikit terkejut dengan perubahan nada bicara sang gadis.
"Kenapa kalian menelponku? Bukankah kalian masih jam pelajaran sekolah?"
Barra bisa menebak jika penelpon murid baru itu adalah pelajar seperti dirinya. Terdengar dengkusan cukup keras setelahnya.
"Aku bolos." gadis itu menjeda beberapa saat, "Aku baru saja terpeleset di kamar mandi. Dan sekarang berada di UKS." ujarnya beberapa saat kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Bully Me!
RomanceUntuk 21+ Mohon bijak dalam memilih bacaan. Yang merasa suci jangan mampir. Ini lapak penuh dosa. Terima kasih. Adaline memutuskan untuk pergi dari rumah diam-diam dan pindah. Dia masuk ke salah satu sekolah ternama untuk menyembunyikan diri juga...