Pada zaman kita hidup sekarang ini, literasi adalah salah satu kegiatan yang sering digembar-gemborkan atau kegiatan yang sering disosialisakan oleh kaum intelektual. Kegiatan literasi dilakukan untuk menumbuhkan sumber daya manusia_kebanyakan ditujukan untuk anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Hal tersebut dilakukan karena mereka tahu bahwa pada zaman yang serba teknologi saat ini akan memiliki dampak terhadap perkembangan setiap anak. Semua itu kembali bergantung bagaimana orang tua mendidik anak mereka.
Di sekolah anak diajarkan untuk tidak terlebih dahulu bermain handphone. Akan tetapi, di rumah anak dibebaskan untuk memainkan handphone mereka. Itu semua akan menjadi sebuah usaha yang sia-sia dilakukan setiap guru di sekolah. Ada semacam kekacauan pada sistem pembelajaran sehingga sulit untuk mengatasi fenomena yang terjadi pada anak sekolah dasar. Oleh karena itu, untuk mengimbangi perkembangan teknologi saat ini, banyak kaum intelektual/aktivis mahasiswa terjun ke sekolah-sekolah untuk menyelenggarakan kegiatan yang sekiranya dirasa mampu untuk sejenak mengajak siswa melupakan handphone mereka.
Kegiatan dikemas dengan rapi dan istimewa untuk menarik perhatian siswa terhadap sebuah pembelajaran yang diselenggarakan oleh aktivis kampus tersebut. Kegiatan yang bagus dan mendukung demi terciptanya generasi penerus bangsa yang tidak terjerumus ke dalam dunia teknologi, akan tetapi mampu menanggapi dunia teknologi dengan bijak dan tidak diperbudak oleh teknologi yang mereka gunakan sendiri.
"Bakti sosial berbasis literasi" adalah salah satu kegiatan yang diselenggarakan oleh para aktivis kampus. Mungkin ini nantinya akan menjadi bentuk dari solusi dari para aktivis ini untuk membantu pembelajaran di sekolah-sekolah. Bakti sosial yang diselenggarakan oleh aktivis kampus ini adalah kegiatan yang memiliki fokus tersendiri. Fokus dalam bakti sosial ini adalah lebih kepada siswa di salah satu desa yang dirasa memerlukan program semacam ini (literasi). Dapat dikatakan bahwa sekolah ini tertinggal dari sekolah-sekolah lain yang ada di kota dan kurang mendapatkan perhatian oleh pemerintah dari segi pendidikan. Kegiatan yang sungguh mulia dan merupakan dorongan dari hati para aktivis kampus ini untuk membagikan ilmu yang didapat kepada siswa.
Namun, dorongan dari hati tersebut tidak dirasakan oleh semua mahasiswa. Hanya segelintir mahasiswa yang benar-benar memiliki niat untuk memberikan program ini kepada siswa sekolah dasar. Hanya setengah dari keseluruhan mahasiswa yang bisa hadir. Ini tentu seharusnya patut dipertanyakan oleh mahasiwa lainya. Kemana sebenarnya teman-teman lainnya. Meski demikian, kegiatan bakti sosial haruslah tetap berlangsung, karena kegiatan ini sudah dipersiapkan dengan matang oleh panitia dan kegiatan ini adalah salah satu program kerja wajib di HMJ. Mungkin jika ini bukan program wajib, bisa jadi program ini dikesampingkan meskipun banyak siswa yang sebenarnya membutuhkan program semacam ini.
Kedatangan kakak-kakak mahasiswa tentu membuat siswa terkejut dan senang karena hari itu mereka tidak dapat pelajaran dari guru. Lalu apa yang sebenarnya salah dengan guru. Kenapa siswa tidak memberlakukan guru sama dengan mahasiswa. Guru memberikan pelajaran yang sudah terjadwal, mahasiswa memberikan pelajaran sesuai dengan program mereka miliki. Semua itu terjadi karena pembelajaran guru dirasa sangat membosankan. Ini bukan opini saya. Ini adalah fakta yang saya dapat ketika saya bertanya kepada beberapa siswa disela kegiatan berlangsung.
Guru cenderung melakukan pembelajaran dengan memindahkan apa yang ada di buku ke papan tulis. Lebih lagi ketika guru menunjuk salah satu siswa (ketua kelas dan sekeretaris, atau siswa yang tulisanya paling bagus) untuk menuliskan apa yang ada di dalam buku dan ditulis ulang di papan tulis. Setelah semua siswa menulis apa yang ada di papan, pembelajaran dinyatakan sudah selesai dan siswa diperbolehkan untuk istirahat, termasuk gurunya. Pembelajaran seperti ini tidak hanya terjadi pada siswa tersebut. Saya juga mengalami peristiwa yang sama seperti yang dialami oleh siswa tersebut. alih-alih sekolah dasar, ketika duduk di bangku SMA saya masih menemukan pembelajaran seperti itu.
Pembelajaran yang seperti itu yang membuat siswa enggan untuk belajar. Sungguh itu adalah pembelajaran yang sangat membosankan. Tidak tahu dari mana sebenarnya metode pembelajaran seperti itu tercetus. Yang jelas pembelajaran seperti itu akan memutus usaha siswa untuk menghidupkan imajinasinya. Tidak ada sama sekali motivasi belajar yang didapat oleh sisiwa di sekolah. Setelah pembelajaran membosankan didapat di sekolah, Siswa dihadapkan oleh teknologi semacam handphone ketika sudah berada di rumah. Lalu kapan siswa akan benar-benar belajar untuk berpikir. Pembelajaran mencatat dirasa sudah selesai di bangku kelas satu sekolah dasar. Selebihnya siswa diharapkan untuk meningkatkan kekuatan berpikir dan kekuatannya untuk berimajinasi. Namun, juga diperlukan motivasi pada setiap pembelajaran oleh guru, karena bagaimanapun pula, siswa sekolah dasar masih harus terus dituntun dalam setiap proses pembelajarannya.
Wajar jika siswa terlihat antusias menyambut kedatangan kakak-kakak mahasiswa. Seperti biasa, pembukaan acara dilaksanakan sebelum siswa masuk ke kelas masing-masing. Setelah itu siswa diajak bersama memasuki kelas untuk melakukan pembelajaran. Mahasiswa mengeluarkan media yang sudah disiapkan sebelumnya. Pembelajaran berlangsung sesuai dengan harapan siswa dan tentunya harapan para mahasiswa. Ternyata pembelajaran tersebut membuat siswa terlihat senang. Siswa sangat senang karena dalam pembelajaran tersebut ada semacam permainan untuk menarik siswa. Antusias belajar siswa kembali tumbuh.
Semua terbukti ketika para mahasiswa sudah menyelesaikan programnya dan hendak akan meninggalkan sekolah. Terlihat tampak muka murung dari siswa dan bahkan ada beberapa siswa yang menangis dan memeluk salah satu mahasiswa. Ternyata pembelajaran yang singkat itu sudah membuat siswa ketagihan. Mungkin mereka merasa setelah ini akan kembali ke pembelajaran yang membosankan. Namun, semua itu memang harus berubah. Pembelajaran yang dirasa membuat siswa bosan haruslah segera diubah. Bukan siswa yang menyesuaikan kondisi guru, seharusnya guru yang harus menyesuaikan kondisi siswa.
Pembelajaran yang menyenangkan harus dilakukan oleh setiap guru di sekolah dasar. Kreatif seorang guru benar-benar harus teruji disana untuk menghadapi sikap siswa yang masih cenderung kekanak-kanakan. Siswa sekolah dasar adalah siswa yang masih menyukai permainan. Disana guru harus jeli terhadap keinginanan siswa. Jika guru tetap egois terhadap pembelajaran yang ia mampu yaitu pembelajaran yang cenderung membosankan. Maka, kelas tidak akan menjadi hidup, dimana siswa menemukan keantusiasannya dalam proses pembelajaran.
YOU ARE READING
Pembelajaran dan Siswa
LosoweTulisan ini berisi tentang rekaman jejak mahasiswa melihat pendidikan di desa pedalaman, tanpa fasilitas belajar yang memadai. Oleh karena itu, mahasiswa memilih untuk terjun langsung dan melihat apa permaslahan pada pembelajaran siswa di sana dan b...