Bel berbunyi nyaring, tanda istirahat telah usai. Terdengar beberapa kawan ber-ah ria tanda kecewa, termasuk aku. Kuseret kaki ini menjauh dari kursi seorang teman, menuju bangku paling belakang 1 kolom dari kanan.
"Mana Rona?" tanya Alan
"Pulang, sakit perutnya menjadi" kataku lemas
"Mau kutemani?" tanyanya lagi
Ia tahu aku paling tak tahan duduk sendiri, alasannya sederhana, tak ada yang bisa kujahili.
Aku menggeleng
"aku di bangku sebelah, tak jauh, masih bisa kau ganggu" katanya lalu pergi
Alan memang mahluk terbaik.
---------------------
Alan adalah mahluk terbaik di dunia. Kami bersaudara, itu yang jadi alasan nama kami hanya berbeda satu vokal. Ibu kami menginginkan nama kembar, Aluna dan Alana. Tapi nasib, yang lahir bukan bayi perempuan melainkan bakal seorang pemuda berbudi luhur seperti dia. Jadilah huruf a dibelakang namanya ditendang hingga tersisa kata Alan seperti sekarang.
---------------------
Seorang wanita masuk ke dalam ruangan. Mengantarkan keheningan di antara 38 remaja yang sedang senang senangnya berceloteh. Seseorang dari kami memimpin salam. Wanita itu membalas dengan suara ceria nan ringan. Beliau guru seni, usianya belum menginjak kepala 3, cantik dan segar seperti dewasa muda pada umumnya. Ini pertemuan pertama kami dengannya, dimintalah kami memperkenalkan nama satu per satu dengan pola mengular dari depan. Sesekali beliau melontarkan komentar hangat pada anak yang menurutnya unik, seperti ketika Raja memperkenalkan diri.
"Raja? Nama yang hebat, omong-omong dimana ratunya?" tutur beliau
Sontak seisi ruangan ramai, ada yang tertawa, mengejek, bahkan merah merona karena berharap sang guru menunjuk acak dan menobatkan dirinya menjadi ratu. Aku sendiri memilih tertawa meski tak bisa kuingkari aku mulai meramal akulah korban selanjutnya.
Setelah Alan memperkenalkan diri tibalah sosok di sebelahnya yang berdiri
"Nama saya Alandra", ujar orang itu
"Alan lalu Alandra, unik sekali, biar ibu tebak nama gadis sebelahnya, Alana atau Alandria?" dengan air muka bagai cenayan, guru seni kami menebak
Ramalanku tak meleset, aku menggeleng
"Alun, tepatnya Aluna" kataku
Wanita muda itu terkaget, lalu tersenyum takjub
"Kebetulan yang indah, seperti dalam satu keluarga" tambahnya lagi
"Saya dan Alun bersaudara dekat" kali ini Alan yang bicara, entah apa maksudnya
"Oh pantaslah. Mungkin Alandra nanti pun kan jadi keluarga"
Kami bertiga bertatapan, tak tahulah aku apa yang Alan atau Alandra pikirkan, yang aku tahu aku tak ambil panjang perkataan beliau, "hanya intermezzo" begitulah otakku mempersepsikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Samana Aluna
Teen FictionSatu, dua, tiga kuhitung hitung perkiraan di detik mana kau kan datang. Empat, lima, enam masih kuhitung hingga sepuluh nanti Tujuh, delapan, sembilan, sepuluh Aku terserentak lantas menggelenggeleng pelan, sadar bahwa semua takkan terulang. ...