Dua 🌼

57 25 61
                                    

Mata Kila tampak berkaca-kaca, ia rasanya tak sanggup harus meninggalkan kedua orangtua dan adik kecilnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mata Kila tampak berkaca-kaca, ia rasanya tak sanggup harus meninggalkan kedua orangtua dan adik kecilnya.

Andai saja masa libur masih tersisa, mungkin Kila akan menghabiskan waktu dengan keluarga yang masih terasa kurang baginya. Namun sayang, tuntutan waktu yang membuat Kila harus kembali ke Bandung dan melanjutkan kuliahnya.

"Bu, Kila berangkat ya," Kila memeluk Maira dengan hangat. Sedih rasanya sampai-sampai ia tak mampu lagi membendung air matanya.

"Kamu hati-hati ya disana, jaga kesehatan, jangan tidur terlalu malam," ucap Maira dan langsung Kila angguki.

"Iya Bu."

Maira mengembangkan senyumnya dan menyeka air mata yang menetes di puterinya tersebut.

"Jangan nangis, nanti kalau ada waktu, Ibu sama Bapak bakal main kesana kok."

"Beneran?" Senyum Kila mengembang mendengar ucapan Ibunya tersebut.

Maira mengangguk membuat keempatnya tersenyum.

Kini Kila beralih ke Rahman dan langsung memeluknya, "Pak, Kila berangkat ya."

Rahman mengusap punggung puterinya, "Iya Nak, jaga kesehatan ya. Bapak dan Ibu selalu mendoakanmu dari sini. Kuliah yang bener ya. Supaya bisa banggain Bapak sama Ibu."

Kila melepas pelukannya dan menatap Rahman, "Iya Pak, Kila janji bakal bikin Ibu sama Bapak bangga."

Rahman tersenyum dan mengecup pucuk kepala puterinya tersebut.

Dengan rasa tak tega, kini Kila beralih ke Naila yang sedari tadi sudah menitihkan air matanya. Adiknya yang satu ini memang sangat cengeng. Kila terkekeh ke arahnya yang langsung ia balas dengan pelukan.

"Mbak, hiks, nanti kalau, hiks, udah sampe sana, hiks, jangan lupa telpon, hiks, aku ya."

Ya ampun Naila, kamu semakin membuat Mbak gak tega ninggalin kamu. batin Kila.

"Ya mbak, ya, hiks," pintanya lagi.

Kila mengusap punggung Naila, "Iya dek. Mbak janji. Udah, kamu jangan nangis ya?" Kila melepas pelukannya dan menyeka air mata yang keluar dari sudut matanya.

"Jangan lupa juga buka kado dariku ya Mbak, hiks."

Kila terkekeh, "Iya sayang."

Kila melepas pelukannya lalu meraih tas besar miliknya. "Ya sudah Bu, Pak, Kila pamit ya. Bapak sama Ibu juga jaga kesehatan, jangan sampai kecapean, Kila juga selalu doain Bapak sama Ibu supaya tetap sehat dan bisa lihat Kila wisuda nanti."

Kila mencium kedua tangan Bapak dan Ibunya lalu melangkah pergi meninggalkan mereka. Karena kereta yang akan ditumpanginya sebentar lagi akan jalan.

Mata Maira memerah, ia berusaha tetap tegar walau dalam hati kecilnya ia tak tega melepaskan puterinya begitu saja. Tangannya melambai bersamaan dengan langkah kaki Kila yang mulai masuk ke dalam kereta.

Rahman menarik Maira ke dalam pelukannya berusaha untuk menenangkan.

"Perasaan Ibu gak enak harus ngelepasin dia lagi, Pak."

"Hush! Gak boleh ngomong gitu."

Kila yang sudah duduk di kursinya pun menatap keluarganya dari balik kaca. Senyum getir dan mata yang berkaca mengiringi keberangkatannya.

 Senyum getir dan mata yang berkaca mengiringi keberangkatannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SyakilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang