GROUP 2

42 5 1
                                    

Written by: Asla, Benua, Katherine, Joris.

Hari itu sama seperti hari biasanya, Toni (lengkapnya Toni Suhendra Tarqi) mengelilingi kompleks rumahnya di Old York. Bukan gabut, tapi jualan sayur. Rutinitas ini ia lakukan bersama partner berdagangnya yang sudah ia anggap saudara sendiri, Steven Rozaq. Salah satu alasan kenapa dagangan Toni selalu laris.

Biasanya pelanggan mulai berdatangan jam delapan pagi. Khusus untuk hari ini, ada yang berbeda. Pak RT bilang laki-laki harus belajar memilih sayuran yang bagus, jadi deh ada aturan dimana satu hari cuma laki-laki saja yang boleh keluar untuk belanja. Seharusnya semua ibu-ibu di kompleks sudah tau aturan ini, tapi si ibu yang 'itu', iya yang rambutnya merah itu, entah lupa atau memang ngga tau, malah keluar dan menghampiri Toni dan Steven.

"Coi," Dia adalah bu Natasya. Ibu-ibu tersantuy di komplek. Gapernah nawar harga, soalnya orang kaya, jualan batu akik di rumahnya, bukan batu ginjal, susah dong nanti hehehe.

Melihat kedatangan Natasya, seorang ibu-ibu tulen, Steven membulatkan matanya.

"Ton, Ton! Walah, iki piye kok iso ada ibu-ibu? Sampeyan bilang ini hari lelaki sedesa, toh?" Steven kebingungan. Ia berkacak pinggang dan menatap Toni dengan serius, meniru gaya Captain Australia.

"Ton, ton, maneh pikir aing syaiton? Nya teu nyaho aing ge naha aya si Nastusha, jug tanya weh ku maneh sorangan," Toni membalas Steven dengan sengit sembari mengelap peluh yang mulai membanjir.

Steven berhenti mendorong gerobak Toni dalam seketika.

"NAHA EUREUN?"

Dengan penuh tekad, Steven berdeham...

"Ekhem Ekhem"  Steven berdehem begitu keras hingga bu Natasya yang datang menatap Steven heran. Steven pun mendekatinya

"Mau apa bu datang kesini?" tanya Steven kebingungan

"ya mau beli sayur lah tep. masa mau senam" bu Natasya menjawab dengan santai, sambil tangannya memilih sayur yang akan dibelinya

Toni yang sedari tadi menonton, tiba-tiba teringat sesuatu. "Guys, tau rumor ibu-ibu nggak?"
Natasya yang sedang nyemilin kangkung pun menoleh.

natasya berkata, "rumor apaan tuh?"

Tiba-tiba dua orang lelaki berperawakan besar datang. Para lelaki tersebut adalah Thoriq Sodikin, diikuti Bachrul Bachtiar di belakangnya. Mereka berpakaian rapi putih-putih, lengkap dengan peci. Padahal cuma sekedar ke tukang sayur. Harap dimaklum, Thoriq ini memang anak pembesar di Old York, jadi kemana-mana harus gemilang dan bercahaya seperti bintang.

"'Allo, met pagi, Bapak-bapak, Ibu.. loh ada Ibu Natasya?" Thoriq mengawali pembicaraan dengan sigap. Toni pun melupakan perihal rumor ibu-ibu yang semula hendak ia bicarakan.

Natasya hanya mendelik ke arah Thoriq. Walau begitu, ia tidak bisa berpura-pura acuh terhadap Pak Bachrul yang terus saja melihat ke arahnya. Ni orang kenapa sih, ucapnya dalam hati.

"Kenken kabare?" tanya Pak Bachrul. Tidak, tidak. Dia bukan orang Bali, cuma mau menarik perhatian Bu Natasya saja.

"Asu," jawab Toni dalam bahasa Bali yang berarti baik.

"BAHASAMU ITU LOH, TON." Sontak Steven menegur Toni, mengira temannya baru saja mengatakan kata kasar.

Natasya yang tidak bisa menahan keinginannya untuk mendengar rumor yang disebutkan oleh Toni pun kembali bertanya, "Tadi rumor apa, Ton? Buru kasih tau."

Toni kembali bersemangat ketika Natasya mengungkit perihal rumor itu. "Jadi gini, guys.."

"Kemarin, Chairil, mantan suaminya si Natasya, ngadu katanya ada yang ngintipin dia pas mandi. Ibu ibu guys. Katanya ciri-ciri ibu-ibunya kumisnya tipis, kayak ikan lele"Mendengar nama Chairil disebut, Natasya berusaha untuk bersikap senormal mungkin. Chairil.... sudah lama sekali sejak terakhir kali ia bertemu dengan orang itu.

"S-siapa, weh?" tanya Natasya dengan keraguan yang tampak jelas dalam suaranya.

"Teuing, ah. Ceunah mah da ibu-ibu, tapi ada kumis, tapi ibu-ibu," jawab Toni sebelum merapikan jajaran dagangannya. Heran, ini banyak orang tapi belum ada yang beli satupun dagangannya. Ada, sih, Natasya yang daritadi nyemilin kangkung mentah.

"Bukan siluman kah itu, Ton?" tanya Thoriq dengan air muka yang tegang. Pasalnya, walaupun badan sebesar bedug masjid, nyalinya terhadap hal gaib sekecil otak udang.

"Aneh, ibu-ibu tapi berkumis," gumam Steven serendah mungkin.

"Katanya si Chairil lihatnya cuma sekilas, jadi itu orang emang gak yakin pisan juga sebenernya mah," ucap Toni menambahkan.

"Kita harus hati-hati ini kalau memang benar, Ton. Harus ada kelompok petugas khusus untuk cari siluman itu, lah," ujar Bachrul tiba-tiba dengan logat Batak.

BADASS' RUNNING STORY: Ada Ibu-Ibu Guys.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang