27 • Stay, Don't Go

1.9K 343 42
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.








Seungcheol



Terhitung tiga tahun setengahㅡdan masih berjalan hingga saat ini. Pemilik buku biru yang kupegang saat ini tak kunjung menampakkan diri. Aku cukup kecewa ketika kurir pos yang selalu datang tiap bulan mengantarkan uang di depan pintu agensi. Alih-alih mengirim lewat rekening, Hye Jin punya cara agar keberadaannya tidak bisa aku temukan dengan mengirim uang lewat paket.

Aku memang menyuruh salah satu mantan manajer disini untuk mengikuti Hye Jin ketika pulang ke Seoul sampai menemukan penginapan yang baru. Tapi ketika malamㅡsaat waktu tidur tiba, aku selalu terbayang-bayang mengenai janji bahwa aku tidak akan mengikutinya. Jadiㅡya begitulah akhirnya. Aku hanya tahu Hye Jin mendarat di bandara Seoul dengan selamat, selebihnya aku tidak tahu apa-apa.



"Apakah kita akan memasuki dunia wamil secara bersamaan?" Jeonghan kala itu menyeruput sisa es kopinya hingga tuntas. Lalu dia menekuk kemejanya hingga sampai siku dan bersandar pada cermin ruangan latihan.

Selepas kepergian Hye Jin, Jeonghan benar-benar memperbaiki diri dan kini ia sudah kembali. Aku nyaris tidak percaya bahwa sejakㅡmungkin sekitar dua tahun terakhir, pria itu tak pernah membicarakan Hye Jin lagi dalam konteks apapun. Entah karena dia sudah punya pengganti atau semacamnyaㅡaku tidak begitu paham.

Tanganku masih memainkan tutup botol air mineral yang sudah habis isinya. "Mungkin saja, aku tidak tahu rinciannya tapi sepertinya akhir tahun kita sudah harus memenuhi syarat yang diajukan."

Padahal jauh di dalam pikiran terdalamku, aku masih berharap bahwasannya Hye Jin bisa datang untuk memberikan dukungan. Aktifitas grup sudah mulai berkurang guna mempersiapkan kondisi fisik untuk syarat wajib pendaftaran wajib militer akhir tahunㅡterhitung kurang dari beberapa bulan. Tapi harapan hanyalah harapan, tidak ada yang bisa memastikannya.

"Apa yang kau pikirkan?" Jeonghan bertanya, kurasa dia menyadari raut wajahku yang terkesan datar malam ini. "Lapar? Temani aku makan malam, ya. Aku sudah memesan beberapa menu."

Andai saja aku bisa menolak dengan tegas ajakan Jeonghan, maka ia akan berakhir memesan menu yang tak termakan sebagian. Selain karena tidak lapar, aku juga ingin cepat ke kamar dan tidur pulas. Sebagian anggota masih ada yang berada di kampung halaman karena ini hari terakhir liburan. Akan ada festival tahunan yang menjadi jadwal selanjutnya sehingga kami juga harus berlatih dalam hitungan hari untuk persiapan.

Aku mengangguk dan beralih pada ponselku untuk mengetahui info apa saja yang terpampang di halaman utama situs pencarian. Dan lagi-lagi aku bertindak bodoh.

"Jeonghan, kau tahu tentang foto yang kuunggah tadi sore?" Aku bertanya, memastikan Jeonghan mendengar apa yang aku bicarakan.

Dia berdeham, "Itu kesekian kalinya kau membuat kesalahan." Lantas Jeonghan merubah posisinya menghadap ke arah cermin, "Kau membuat laman media sosial dan portal berita menjadi heboh karena kau seharusnya tak mengunggah hal yang belum dipastikan."

SKETCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang