Aku tidak mau ini jadi kebiasaan. Kebiasaanmu menyakitiku dan kebiasaanku memakluminya. Mari kita sudahi. Aku sudah tak lagi percaya dengan akhir bahagia yang pernah kau janjikan.
Aku hanya ingin merasakan kembali rasanya bernapas tanpa pesakitan yang kau sebabkan ini.
***
Perasaannya tak karuan. Ya, perasaan Jihoon sedang tak karuan. Hembusan angin malam kala itu menerpa tubuh mungil nan ringkihnya yang tak memakai jaket guna menghalau dinginnya hawa malam kota Seoul. Sebenernya Jihoon tidak perlu apa pun untuk menghangatkannya, hatinya terlanjur terbakar.
Lelaki itu mendongak guna menatap langit malam yang penuh dengan bintang. Tanpa sadar, setetes air mata telah mengalir di pipinya. Setetes, dua tetes, hingga tak terhitung lagi berapa tetes yang telah jatuh. Ia tak mampu lagi membendungnya, terlampau sakit.
Lelaki itu mengeratkan pegangannya pada ponsel yang menampilkan gambar seorang pria tengah berciuman di ruang kerja begitu mesranya. Tangannya terburu-buru menghapus air matanya dikala pendengarannya menangkap suara mesin mobil. Soonyoung sudah pulang, ia tidak boleh terlihat lemah. Ini belum waktunya untuk terlihat lemah.
"Sayang, aku pulang!" seru Soonyoung.
Raut wajah yang semula muram hilang entah kemana. Lelaki ringkih itu menampilkan senyum termanis yang ia miliki pada sang suami.
"Kenapa baru pulang?" tanya Jihoon seraya membantu Soonyoung melepaskan jasnya.
"Habis ada rapat," jawabnya dengan santai.
"Rapat? Kau tidak bilang padaku kalau ada rapat."
"Rapat dadakan, Sayangku..." Tangan-tangan Soonyoung kini meraih pinggang Jihoon guna mendekatkan dirinya dengan suami mungilnya. "Kau tidak perlu khawatir. Aku tidak akan menduakanmu kok," ujarnya seraya menjatuhkan sebuah kecupan di bibir Jihoon.
"Kau bersumpah?"
"Iya, aku berani bersumpah tidak akan menduakanmu. Hanya dirimu yang cantik, aku tidak tertarik pada yang lain."
"Kalau ternyata bohong, bagaimana?" tanya Jihoon seraya memegang kedua tangan Soonyoung yang berada di perutnya. Lelaki itu menoleh guna menatap Soonyoung tepat di manik hitam legamnya.
Satu kecupan mendarat di bibir ranum Jihoon. "Aku tidak mungkin berbohong padamu, Sayangku." Dikecupnya lagi berulang kali bibir itu tanpa ada sedikit pun rasa sesal atau takut di wajahnya.
Tenang.
Lelaki itu terlihat begitu tenang. Lelaki itu berusaha untuk terus meyakinkan Jihoon dengan wajah yang sama sekali tidak menampilkan rasa takut. "Kau harus percaya padaku, Jihoonie. Aku 'kan suamimu," tambahnya disertai dengan senyum indah yang terpatri di bibirnya.
Senyum pun ikut terlukis di bibir Jihoon. "Aku percaya padamu."
Walau hatiku berkata sebaliknya. Aku akan mengikuti alur permainan yang kau buat sampai saat itu tiba, Kwon Soonyoung.
---
Di tengah malam, Jihoon terduduk di pelataran kamarnya. Lagi-lagi menatap ke arah langit dengan hampa. Lelaki itu menoleh ke arah Soonyoung yang sedang tertidur lelap di ranjang mereka. Perlahan air mata mengalir di pipinya. Sadar ia mulai tak bisa mengatur emosinya, Jihoon segera menghapus air matanya dan kembali menatap ke arah langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast | SoonHoon
FanfictionDia tersenyum, tetapi sebenarnya tidak. Ia tertawa, tetapi sebenarnya ia menangis. Ia ceria, tetapi sebenarnya ia bersedih. Disclaimer: Seluruh Karakter milik Tuhan YME, pribadi dan Pledis Entertainment selaku agensi. Semua isi dari fiksi ini adalah...