3-Hadiah untuk Mama

104 9 0
                                    

Cuaca sangat terik Alya duduk dihadapan ibunya yang tengah memotong sayuran dimeja makan, rumah yang ditempatinya saat ini suasananya serba sederhana. Alya ingat rumah itu hanya akan menjadi rumah kosong karena keluarganya akan pindah kerumah yang lebih besar karena ayahnya mendapatkan kenaikan jabatan.

Tanpa disadari mulai dari situlah mulai terjadi permasalahan rumah tangga yang membuat mereka saling menyakiti, Alya tidak ingin mengingat memori gelap itu lagi untuk kesekian kalinya.

"Ada apa, nak? Ada soal yang susah?" Ucap ibunya.

Alya melihat ibunya yang ada dihadapannya sangat berbeda dengan ibunya yang dia sebelumnya, sang ibu terlihat cantik meski tidak memakai make up. Rambut kepang yang khas dan senyuman lembut yang membuat siapapun yang melihatnya akan meleleh.

Hatinya bergetar melihat keadaan ibunya dimasa depan, senyuman tipis terlihat di wajah Alya.

"Tidak bu. Ibu hari ini sangat cantik." Kata Alya dengan nada polos.

"Ya ampun, anakku ternyata pintar memuji orang."

Momen hangat antara ibu dan anak tercipta, ditengah kesibukannya Shana membantu putrinya belajar. Alya kembali dimana teknologi belum terlalu digunakan oleh masyarakat kalangan menengah.

Tibalah waktu makan malam dengan tangan kecilnya Alya membantu ibunya menyiapkan makanan, pengalaman dikehidupan sebelumnya membuat Alya terlihat bukan seperti anak seusianya.

"Terimakasih Alya. Sekarang panggil ayah ya." Ucap Shana mengelus rambut putrinya.

Alya berlari menghampiri sang ayah, terlihat Risfan masih berkutat dengan pekerjaanya meskipun itu dikamar. Alya enggan mengganggu ayah, tapi itu berubah. Dari kejauhan Alya melihat adiknya berada di ujung tempat tidur, bayi laki-laki itu terus bergerak-gerak sejengkal saja dia akan terjatuh.

Dengan sigap Alya berlari dan menangkap sang adik, terjadi benturan pada Alya. Risfan yang mendengar suara benturan terkejut melihat kedua anaknya berbaring dilantai, terlihat Ravi menangis kencang di dalam pelukan sang kakak.

"Astaga kalian kenapa?" Risfan segera melepas pekerjaannya dan menolong kedua anaknya.

"Apa yang terjadi?" Shana buru-buru menghampiri kamar mendengar suara tangisan Ravi.

"Kamu apakan adek? Kok dia nangis?" Tanya Risfan yang berusaha menenangkan Ravi yang menangis.

Dengan penuh usaha Alya berusaha berdiri meski sempoyongan, terlihat lebam di keningnya.

"Tadi adek mau jatuh, jadi Alya lari nolong adek." Ucap Alya sambil menundukkan kepala karena takut pada sang ayah.

"Astaga. Shan lain kali kamu harus jaga dengan benar, ya. Tadi bahaya loh." Ucap Risfan menasehati istrinya.

"Ya baiklah." Shana terlihat pasrah disalahkan oleh Risfan.

"Tidak." Suara Alya menarik perhatian orangtuanya.

"Ibu tidak salah. Ayah tidak salah. Yang salah adalah pekerjaan, karena pekerjaan membuat kita lupa." Ucap Alya sembari menangis.

Ucapan putri mereka membuat mereka bingung, "Apa maksudmu, Al?"

"Hiks... Seharusnya ibu tidak usah masak agar bisa menjaga adek, seharusnya ayah tidak usah bekerja agar bisa bantu ibu dan menjaga adik. Pekerjaan membuat kita lupa, hiks... Aku benci pekerjaan! Pekerjaan itu jahat!"

Tangisan Alya semakin pecah sampai akhirnya Risfan turun tangan dan menggendong putrinya, "Sudah ya jangan nangis, ayo sekarang kita makan."

Keadaan kembali tenang Alya memperhatikan ibunya yang kerepotan karena menggendong adiknya sembari menyantap makanan, lagi-lagi Risfan tidak peduli dan fokus dengan makanan dan handphone miliknya.

Alya tidak tega dengan buru-buru dia menyelesaikan makannya kemudian menghampiri ibunya, "Ibu, biar aku yang menjaga adek."

Pertolongan dari putrinya membuat Shana tersenyum, tetapi itu bukanlah yang mudah untuk Alya. Suara erangan berarti tanda tidak ingin membuat Alya frustasi mengatasi Ravi yang rewel. Tidak kehabisan akal untuk menenangkan adiknya Alya mengambil sebuah boneka dikamarnya.

Cara itu berhasil membuat Ravi tenang tatapan teduh Alya tertuju pada bayi kecil itu, ingatan dikehidupan sebelumnya kembali muncul. Alya dimasa lalu sangat membenci adiknya. Perhatian kedua orangtuanya dan anak itu lebih unggul darinya membuat Alya dendam dan iri, meskipun begitu Ravi tetap berusaha mendekatinya untuk bermain.

Perilaku kasar dari Alya ternyata meninggalkan trauma pada Ravi, walaupun begitu Alya dimasa lalu tidak merasa bersalah karena menurutnya dia tindakannya itu benar.

Airmata menetes dari wajah Alya rasa bersalah timbul dihatinya, karena tanpa sadar menyakiti saudaranya. Ravi merangkak menghampiri Alya beberapa kali anak itu mencoba berdiri, tetapi gagal.

"Wahh... Ravi, ayo ke sini. Ayo ke ibu." Ravi tertawa dan masih berusaha berdiri. Perlahan Ravi berdiri beberapa langkah kedepan Ravi terjatuh tapi dia masih mencoba berjalan menuju sang ibu.

Alya senang dengan suasana itu akhirnya Ravi bisa sampai berjalan ke ibunya, momen yang mengharukan untuk keluarga itu bahkan Risfan sampai mengangkat anaknya tinggi. Saking bahagianya dia menggendong kedua anaknya.

Hari mulai larut rasa kantuk membawa Alya ke kamarnya, sambil berusaha menahan kantuk agar bisa sampai ke kamar Alya berjalan sambil meraba-raba dinding. Ketika Alya ingin melihat jam dinding tidak sengaja melihat sebuah kalender. Terlihat disana bulan april.

Tidak ada yang spesial bagi Alya sebelum ia mengingat sesuatu, "IBU!"

Alya berlari menghampiri Shana yang berada di dapur,

"Ada apa? Jangan teriak-teriak ini udah malam." Tegur Shana.

"Hari ini tanggal berapa?" Tanya Alya berapi-api. Shana terlihat bingung dengan tingkah putrinya.

"Ha-hari ini... Tanggal 22. Kenapa?"

Ada sesuatu yang di ingat oleh Alya, "Tidak apa-apa, selamat malam bu."

Alya berlari menuju kamarnya, Shana masih terheran-heran dengan gelagat Alya. Sampai di kamarnya Alya mengambil kalender di meja belajarnya dan melingkari sebuah tanggal.

"Oke. Ini harus dibikin meriah."

Di kalender itu terlihat yang dilingkari adalah tanggal 24 April dan bertuliskan "Ulangtahun ibu". Kali ini Alya berencana mengubah sesuatu yang tidak terjadi dikehidupan sebelumnya.

Behind The LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang