2

106 21 7
                                    

"LAH IYA, GUE ADA KELAS PAGI!"

Gue bergegas mandi walaupun mata masih ngantuk.

Demi dosen ganteng macam Pak Dyo walaupun galak gak pernah senyum tapi tetap menjadi top 3 pick dosen di kampus aku, hehe.

"15menit lagi, gak mungkin gue pake mobil" gumam gue.

Gue mencari bang Woojin dikamar nya. Siapa tahu dia bisa nganterin, lumayan duit jajan bisa ditabung buat konser.

"Aduh, nih bocah kemana sih ngilang mulu" omel gue sambil mencari dia di sekeliling rumah.

"BANG WOoj—" mata gue tertuju pada seseorang yang ada di depan rumah.



Kelihatan nya ia sedang menunggu seseorang.



"Kak Woong, ngapain disini? Bang Woojin nya gak ada di rumah, kakak nyari siapa?" tanya gue penasaran.

"Kamu." Singkat tapi jelas.

"Bagus, gue butuh tumpangan boleh gak? Gue ada kelas pagi, kalo kakak gak mau yaudah gue terpaksa pake ojek online aja." jelas gue terburu-buru.

"Terus niat gue nunggu disini setengah jam buat apa? Yaudah, ayok buruan pake telat segala lagi."

Lho, dia nungguin gue?

"Buru naik, gak usah bengong gitu" suruh Kak Woong.

"I—Iya iya." ucap gue sambil perlahan naik ke motor.

"Pegangan, ya."

"Haa?—

—EH ANJIR!"

Gue reflek memeluk erat Kak Woong dari belakang karena takut terjungkal ke belakang sedangkan Kak Woong hanya terkekeh pelan melihat tingkah gue.

"Heh, Modus!" teriak gue yang posisi nya masih memeluk Kak Woong.

"Gak ada yang nyuruh meluk, kenapa situ meluk?" ledek Kak Woong.

"Buruan, aku udah telat nih!" sahut gue.

Woong hanya tersenyum mendengar kata 'aku' dari mulut Hyera menurutnya itu cukup menggemaskan.

• • •

"Heh, nyaman banget meluknya" ucap Kak Woong.

Gue melihat sekitar, tempat ini seperti nya tidak asing.

"Udah sampe kampus, mau ngapain lagi?" tanya Kak Woong.

"Eh? Iyaya" Gue melepas pelukan Kak Woong perlahan dan turun dari motor.

"Ini kak, makasih ya" Gue menyodorkan helm yang tadi gue pakai.

Perlahan tangan Kak Woong mengangkat dan merapihkan rambut gue yang bisa dibilang seperti singa, cukup berantakan.


Dag dig dug serrrr~



Detak jantung gue mulai kumat lagi,
"Hm? Pipi nya kenapa merah?" tanya nya.

"Ahh, ini... gakpa—" Kalimat gue terpotong karena tiba-tiba seseorang menghampiri Kak Woong, seorang perempuan.

"Annyeong [Hai]" sapa nya dengan bahasa korea.


Perempuan itu mempunyai senyum yang manis, tinggi, badan yang ideal, kulitnya juga terlihat sangat terawat. Sangat tipe ideal para lelaki.

Tetapi aneh nya, kenapa Kak Woong melihat perempuan itu seperti perempuan menjijikan. Gue sama sekali tidak mengerti.

"Ah.. Ne, Annyeonghaseyo~ [Iya, Hai juga]" sahut gue yang kebetulan mengerti bahasa korea sedikit.

Perempuan itu memandang gue rendah, seperti sedang melihat orang yang sangat menjengkelkan.

"Eng.. Kak Woong? Aku masuk ya?" Gue melangkah meninggalkan Kak Woong karena situasi mulai tidak nyaman.

Mungkin mereka butuh privasi, pikir gue sambil melangkahkan kaki.

"igeoneun— nae yeoja chinggu!"

Kak Woong menarik tangan gue untuk tidak pergi dan terlihat ia sedang membuktikan sesuatu terhadap perempuan itu.

Sekarang gue ditatap seperti ingin dibunuh oleh perempuan itu.

Ini Kak Woong ngomong apa sih.

"Le—pasin, Kak" ucap gue tidak nyaman dan berusaha melepaskan genggaman tangan Kak Woong.

Namun percuma, ia tidak akan membuka celah sedikitpun untuk lepasin tangan gue.

"Oh, jadi ini pacar lo selama gue balik ke korea." ucap perempuan itu sambil tersenyum remeh.

Hah? Pacar?

Perlahan perempuan itu mengalirkan tangan ke gue,
"Kenalin gue Nina, tunangan Woong."















Jleb. Sakit.








Itu yang gue rasakan.








"Eh, Iya.. Sorry—" gue makin berusaha sekuat tenaga lepasin tangan Kak Woong namun tetap tidak dikasih celah sedikitpun.

"Kak, Please lepasin" gumam gue.

"Ra.. lo percaya kalo gue tunangan dia?" tanya Kak Woong.

Gue terdiam. Bingung harus berkata apa.

"Jawab, Ra."

Bahkan gue bingung kenapa gue harus sakit hati melihat Kak Woong punya tunangan.

"Hyera, jawab—"

"LEPASIN KAK!" tegur gue.

Kak Woong menghela nafas dan perlahan merenggangkan genggaman tangannya.

"Lo pacar gue, Ra." jelas nya.

"Kak ngomong apa sih, kakak udah punya tunangan gak baik ngomong begitu" ucap gue.

Si Nina itu hanya tertawa remeh mendengar ucapan gue.

"Ohiya, 3 bulan lagi kita bakal nikah, dateng ya."

ledekan Nina semakin menusuk lebih dalam dari sebelumnya.

"Jaga mulut lo, Nin!" tegas Kak Woong.

Gue hanya bisa tersenyum miris.

"Selamat berbahagia ya kalian!" ucap gue tersenyum dan langsung pamit melangkah meninggalkan Kak Woong dengan penuh tangisan dalam hati.

Entah kenapa begitu menyakitkan, rasa ini seperti terulang kembali saat sebelum aku mengalami kecelakaan.

Dan aku merasa sangat sayang terhadap kehadiran Kak Woong saat pertama kali kita bertemu di kafe.

Rasa nya seperti, kita sudah pernah menjalani kehidupan bahagia bersama, namun salah satu dari kita harus rela meninggalkan.

Namun, aku tidak mengerti bagaimana rasa ini hadir kembali disaat yang tepat.

🌻🍂🌸❄

—author.
Vote dong biar makin semangat nulisnya💕✨

HOLLYMOOD - Woong.JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang