Bak Seorang Selebritis

7 1 0
                                    


"Apa kamu sudah baikan.."Shin berkata padaku ditengah-tengah kesibukanku membaca di perpustakaan.

"Shin, aku baik-baik saja, aku tidak ingin masalah kecil ini di besar-besarkan. Kenapa sampai muncul di surat kabar?"

"Yuna, yang kamu tolong adalah anak orang nomor 1 di kota ini, apapun aktivitas mereka pasti di ketahui oleh media. Para media paling senang dengan hal-hal seperti ini.

"Tapi aku tidak mau kejadian ini terlalu dibesar-besarkan.."

"Tenang saja tidak akan ada masalah dengan semuanya itu."

"Shin, kenapa Hiero sampai mengalami hal itu?apa kamu tahu penyebabnya?"

Shin menggelengkan kepalanya.

"Aku juga tidak tahu.. Sampai saat ini pihak keluarga belum mengkonfirmasinya. Hiero juga belum masuk sekolah. Mungkin keluarga sangat terpukul dengan kejadian yang menimpanya. "

"Iya. Aku tahu. Aku juga merasa kasihan sama Hiero, hampir saja dia yang kena. Tak tahu mengapa aku tidak ingin melihatnya terluka..." Aku menatap Shin dengan mata berkaca-kaca

"Tak apa-apa, kamu sudah membantunya..Hidupmu juga jauh lebih penting...kamu telah melakukan hal yang baik"

"Shin aku duluan ya.."Sahutku sambil mengangkat tasku dan berjalan pergi meninggalkan Shin..ku berjalan menyusuri koridor menuju ke pintu gerbang sekolah. Semua tentang Hiero melintas dipikiranku. Aku tak bisa membuang perasaanku begitu saja. Walaupun dia telah menyakiti hatiku tapi aku tetap mencintainya. Aku tak menyangka harus mengorbankan diriku untuk dirinya. Apa aku seorang pahlawan?wajahku terpampang di koran-koran. Semua orang memandangku penuh tanya. Pelan-pelan kuberjalan di trotoar menuju ke pusat kota. Tiba-tiba saja sebuah mobil honda jazz berwarna putih berhenti tepat didepanku. Seseorang yang mengendarai mobil tersebut menurukan kaca jendelanya. Aku menghentikan langkahku.

"Aku perlu bicara denganmu."seseorang dari dalam mobil berbicara padaku. Aku memandang kearahnya. ("Hiero") sahutku terkejut

"Ada perlu apa denganku?"

"Ayo masuk ke mobil. Aku tak bisa bicara diluar denganmu, kita perlu tempat untuk berbicara". Aku berpikir sejenak, tapi tak mengiyakan

"Ku pikir tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan. Terima kasih untuk semuanya."

Aku berjalan kembali menyusuri trotoar. ( Hiero keluar dari mobilnya dan berjalan sambil menarik lengan Yuna).

"Bisakah sebentar saja kita bicara?"Hiero memaksaku masuk kedalam mobilnya. aku diam seribu Bahasa saat ku duduk di dalam mobilnya. Tanpa bicara satu kata pun, Hiero langsung menjalankan mobilnya. Melaju kencang di jalanan yang biasa kulalui.

"Kita mau kemana?"sahutku sambil bertanya. Hiero hanya diam, mobil yang dikendarainya tiba-tiba berhenti. Hiero memandangku dengan tatapan tajamnya. Aku tak bisa menatapnya. Hatiku berdetak dengan kencangnya. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi.

"Mungkin aku terlambat mengatakan ini, tapi aku sangat berterima kasih padamu untuk keberanianmu." Aku mengangkat kepalaku

"Kamu sudah menyampaikannya di rumah sakit waktu itu."

"Aku merasa perlu untuk sekali lagi menyampaikan kepadamu tentang hal itu. Aku ingin mengatakannya langsung tanpa di dengar pihak lain. Aku tak bisa membayangkan kalau hal itu terjadi padaku. Mungkin saja saat ini aku tak ada di sini. "

"Aku juga senang kalau kamu tidak kenapa-napa"

"Ya aku seperti yang kamu lihat sekarang ini. "

"Jika tidak ada yang akan dibicarakan lagi, aku akan pulang..."Aku membuka pintu mobil, tapi tanganku langsung ditahan Hiero. Aku menatapnya..

"Aku akan mengantarmu pulang...."sahutnya sambil menyalakan mobil.

"Tidak usah, aku bisa pulang sendiri, aku tidak enak jika dilihat oleh pacarmu..." Hiero menatapku. Dia tetap menjalankan mobilnya

" Maaf, turunkan saja aku di depan...aku bisa pulang sendiri.."

"Aku bertanggung jawab untuk memulangkanmu". Aku ingin berteriak sekalipun keadaan ini yang sangat aku impikan dari dulu. Tapi aku tidak bisa.

"Aku bisa sendiri, kamu tidak perlu mengantarku, bisakah kamu mengerti aku?"nadaku sedikit meninggi.

"Apa aku tak boleh mengantarmu, ini balasan terima kasihku padamu, yang telah menyelamatkan nyawaku.." aku tak mendengarkan Hiero lagi dan langsung membuka pintu mobil. Ku berjalan tak tahu harus kemana. Menyusuri jalanan yang tidak pernah kulewati seorang diri. Diarah depan terlihat beberapa orang yang mencoba memotretku. Hiero langsung keluar dari mobilnya dan menarik tanganku kembali masuk ke mobilnya.

"Sudah kukatakan aku akan mengantarmu ke rumah. "Sahutnya yang langsung tancap gas melaju di jalanan sore itu.

"Siapa yang ingin hidup seperti ini. Tak ada seorangpun yang menginginkan hidupnya penuh dengan pengawasan. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku hanya menginginkan kehidupan remaja yang sesungguhnya tanpa ada seorangpun yang mengatur hidupku. Aku hanya ingin bergerak bebas menikmati hidup ini yang penuh gejolak."aku tak bisa memandangnya. Hiero mencuri pandang kepadaku tapi tak bisa mengeluarkan satu katapun.

Mobil Hiero berhenti didepan rumahku yang kecil mungil dan sederhana. Walaupun hidupku begitu susah, tapi aku bahagia bisa tinggal Bersama dengan ibuku yang selalu menyayangiku. Mungkin ukuran tempat tinggalku hanya sebesar ruang makan keluarganya Hiero.

Aku menuruni mobilnya dan mengucapkan terima kasih. Aku dan Hiero bertatapan, Aku tak bisa menolak tatapan matanya yang penuh dengan kesedihan.

S.H.YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang