Satu vote berharga 😀
..
"Sel, jaga diri yaa nak"
"Bun don't go, please bun!!",pupilnya mulai terhalang oleh sesuatu yang menggenang didalam kelopak mata.
Sekali saja berkedip, runtuh sudah pertahanan yang sedari tadi gadis itu buat.
"Bunda sayang kamu nak, kamu nggak boleh nakal dengerin ucapan ayah ya!",perempuan yang dipanggil 'bunda' itu kini mendekat kearah gadis lawan bicaranya.
Memeluk hangat, memberi salam sebelum perpisahan menjemput diantara keduanya.
Kini yang ada dibenak sang gadis kecil hanyalah pertanyaan "mengapa? Apa alasannya? "
"Bunda nggak sayang aku lagi ya?",bibir kering gadis itu bergerak mengeluarkan unek-unek yang tersimpan sedaritadi.
Saat ini pertahanannya mulai runtuh, terlalu sakit untuk menahannya. Bulir kristal itu kini telah turun membasahi bibirnya yang mulai bergetar.
"Bunda sayang Gisel melebihi apapun, kamu jangan sedih nak, bunda akan temui Gisel suatu saat nanti."
Tangan perempuan itu kini terulur menghapus cairan bening di pipi gadisnya. Sambil menatap sendu putrinya yang sebentar lagi akan ia tinggalkan.
Cup~
Kecupan singkat mendarat di dahi sang gadis yang masih tersedu dengan ketidak adilannya takdir.
"Bunda pergi ya nak",empat kata perpisahan sebelum tubuh itu hilang dibalik pintu bercat putih.
"Aku salah apa tuhan??",tanya Gisel pada sang pencipta. Merasa tidak adil? Tentu. Disaat umur anak lain menginjak 9 tahun mereka bersenda gurau dengan orang tuanya sedangkan dirinya?
Bulir yang keluar kini sudah pecah tak berpenghalang. Lututnya ia tekuk seraya menyembunyikan kesedihan disana.
Entahlah, ia harus percaya atau justru membenci sang bunda sebab Gisel merasa diperlakukan semena-mena.
Punggung nya bergetar hebat sampai sang gadis terkulai lemas. Setelah itu hanyalah gelap, hening yang menerpanya.
----
Ia mengerjapkan matanya. Terasa basah. Netranya melihat sekeliling.
Ia, masih dikamarnya.
Lalu melihat pantulannya pada cermin besar didepan ranjangnya.
Berbeda.
Badannya lebih besar dibanding terakhir ia memeluk lutut meratapi nasib.
"Lagi"
Kisah kelam delapan tahun lalu terulang dalam alam bawah sadarnya. Menjejali Gisel dengan kenyataan yang sebenarnya.
Ia tidak ingin rapuh namun apa daya memori itu terus terputar menghantui Gisel setiap waktu.
"Maaf bun, Gisel lebih pilih benci dibanding harus percaya",satu kenyataan pagi ini yang harus terlontar dari mulut Gisel.
Entahlah hatinya yang berbicara.
----
Kriiingg..
Bel masuk baru saja berbunyi tetapi kepala itu masih setia tertidur dengan lengan sebagai alasnya.
Tidak tidur dalam artian sebenarnya namun ia terlalu malas untuk ikut berceloteh hal tak penting.
"Woi, bangun tidur mulu lo",perusak kedamaian datang seraya menepuk bahu lebar temannya itu.
Mau tidak mau sang empu mengangkat kepalanya dengan malas karena kelas yang ricuh ini berubah seketika menjadi hening saat sepasang sepatu kulit berjalan didepan kelas.
"Vin, ngga ada PR kan? ",tanyanya setengah berbisik pada teman sebangkunya.
"Selow, ngga ada ",jawab tenang orang berhidung lancip yang duduk satu meja dengannya.
Tapi pria itu melihat wajah-wajah kegugupan disini.
"Saya akan membagikan ulangan harian matematik kalian, yang merasa dibawah KKM harap perbaiki kesalahan kalian sebelum melanjutkan pelajaran saya"
Oke, masuk akal jika muka gugup disini makin menegang. Satu-persatu nama mulai dipanggil untuk mengambil lembar jawabannya.
"Gisel Jovanie"
"Gerald Hugo"
Langkahnya terasa berat tatkala namanya terpanggil.
Tangan panjang itu terulur menerima lembar jawaban yang sudah diparaf saat sampai pada meja keramat.Matanya mulai mengintip ragu saat kertas itu berpindah tangan. Berharap lumayan tentunya.
75Oke, entahlah ini tidak buruk namun apakah pas dengan KKM adalah hal baik? Setidaknya tidak dibawah batas kan? Yaa dirasa masih wajar mendapat nilai seperti ini.
Langkah pria itu terhenti sejenak saat ingin kembali pada mejanya.
"Gerald, saya ingin berbicara dengan kamu nanti."
.
.
.
.
Tbc ⏰
![](https://img.wattpad.com/cover/181688323-288-k121541.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST TIME
Teen FictionDua peristiwa berbeda dengan konflik yang sama. Bukan, ini bukan konflik percintaan, tetapi suatu yang lebih penting KELUARGA. Namun sang waktu memberi haknya untuk menjawab. Don't judge book by it's cover