Abi: Kehilangan Akal Sehat

22.5K 1.4K 149
                                    

🎵Trouble - Coldplay


Pikiranku kacau. Aku baru ingat bahwa seharusnya aku menjemput Dira di kantornya. Namun sekarang sudah pukul 19.48 saat aku menyadarinya. Ketololanku tidak sampai di situ, sejak siang tadi aku men-silent ponselku. Ya, aku ada rapat direksi dan aku terbiasa untuk men-silent ponselku saat rapat besar. Selesai rapat pukul 16.30, aku mendapati pesan dari Indi bahwa Iraz, Dio, dan Andre akan mengunjungi Kopindustri. Tanpa pikir panjang, aku langsung meraih kunci mobilku. Aku sangat antusias bertemu mereka.

Sejak pukul 16.40 aku sudah melaju ke Kopindustri. Sebagai kawan lama yang sudah tidak berkontak lebih dari 9 tahun, aku langsung bergegas ke Kopindustri. Aku sangat merindukan mereka. Ya, mereka adalah teman satu gengku semasa SMA. Mereka saksi hidup masa-masa SMP hingga SMA-ku. Mereka juga mengetahui bagaimana perjuanganku mendapatkan, mempertahankan, hingga melepaskan Indi.

Benar saja, sesampainya di sana aku melihat mereka bertiga sedang bersenda gurau bersama Indi. Aku sangat bahagia bertemu mereka. Sejak aku pergi ke negeri paman sam, aku tidak pernah lagi berkontak dengan mereka. Segala bentuk ejekan sombong mereka lontarkan kepadaku. Mereka juga mengucapkan selamat atas pencapaianku sekarang. Tak hanya itu, mereka juga menanyakan bagaimana kabar Dira. Entah karena terdorong suasana apa, aku pun juga menceritakan kisah kelamku dan Dira di masa lalu. Sesuatu yang harusnya tidak boleh kuceritakan pada siapa pun.

Pertemuan dengan mereka sangat melegakan hatiku. Aku benar-benar merasa ada masukan energi kebahagiaan. Aku juga menyadari bahwa selama 5 tahun ini hidupku hanya berkutat pada pekerjaan dan keluarga. Aku tak punya kehidupan sosial yang baik. Itu semua sejak aku memutus kontak dengan teman-teman selama masa kuliah di Amerika. Hal yang bodoh memang. Pertemuan dengan mereka memberi semangat baru bagiku.

Kembali ke Dira, saat aku menelponnya dan menawarkan menjemputnya, justru ia melarang. Ternyata ia sedang berada di Plaza Senayan. Ia juga mengatakan bahwa akan pulang sendiri. Kesempatan itu kumanfaatkan dengan baik. Dira-ku memang sangat pengertian. Yah mungkin akan lain jadinya bila aku memberi tahu ada Indi di sini.

"Bro, kapan-kapan Dira diajak dong," ujar Andre.

"Heh, kalo Dira diajak, si Abi ga bisa nostalgia gini dong sama Indi," sahut Iraz.

"Sialan Iraz," kekeh Indi sedangkan aku hanya mendecak.

"Eh tapi Dira tau kan lo ketemuan kita ada Indi-nya?" kali ini Dio yang bertanya. Aku tak menjawab. "Ck yang gini-gini nih tanda suami nggak bener," ejek Dio.

"Tapi rumah tangga lo baik-baik aja kan? Apalagi habis Dira.." tanya Iraz yang menggantung.

"Abi tuh lagi kesepian guys. Bininya sibuk ngurusin kasus terus. Dia butuh suasana baru," ujar Indi.

"Apalagi suasana ketemu mantan terindah ya Bi?" celetuk Dio.

"Bacot kalian," umpatku.

"Habis gue inget banget dulu gimana bucin-nya mereka. Abi ngintilin Indi mulu. Hubungannya adem ayem, langgeng banget dari SMP sampe SMA. Lah kok tiba-tiba putus," lanjut Dio.

"Ini daritadi Abi Indi cuma diem-diem aja. Malu-malu kucing ya? Bau-bau CLBK nih kayanya," celetuk Andre.

"Kalo gue ngomong juga nanti disalahin lagi," jawabku.

"Tapi gimana Bi, setelah lo lama nggak ketemu Indi, apa yang lo rasakan? Makin cantik nggak Indi?" tanya Iraz penasaran. Sedangkan Indi memutar matanya malas.

Harus kuakui, Indi jauh lebih cantik dan menarik. Auranya begitu kuat. Namun tidak mungkin kan aku jujur padanya?

***

Malam ini aku mengantar Indi pulang ke rumahnya. Teman-teman kami pulang pukul 23.00. Karena kurasa cukup malam, jadilah aku mengantar Indi. Indi memang membawa mobil, namun entah mengapa jiwa melindungiku seakan menggebu-gebu. Aku masih memandang Indi sebagai sosok perempuan rapuh yang harus dilindungi. Jadilah aku memaksanya untuk ikut denganku.

Di depan pagar rumah Indi, tak banyak berubah. Pagar dan bentuk rumah yang sama, hanya warnanya saja yang berubah sedikit. Aku menepikan mobil.

"Jadi inget nggak sih dulu kalo aku anterin kamu balik habis malming?" tanyaku nostalgia.

"Inget banget."

"Kamu ngambek kalo aku ajak naik motor. Maunya naik mobil terus," sindirku.

"Ya aku kan nggak mau makeup dan rambut aku rusak, Bi," ujarnya mencebik.

"Terus biasanya kalo udah di depan pagar kamu jadi mellow, nggak mau turun-" ucapku yang dipotong.

"Sebelum kamu kasih goodbye kisses."

Kami terkekeh lalu terdiam untuk beberapa saat. Aku tak bisa mengelak lagi, aku rindu momen-momen itu. Aku rindu masa-masa itu. Masa di mana aku bebas tanpa memikul tanggung jawab yang berat.

"Kalo sekarang aku ngambek, nggak mau turun, kamu mau kasih goodbye kisses?" tanyanya datar.

Aku terdiam.

Persetan!

Akal sehatku lenyap entah kemana. Dengan satu keberanian, aku melepas seat belt lalu mencondongkan tubuhku kearahnya. Jarak kami sangat dekat. Sejenak kami bertatap pandang. Tak ada yang berbicara, hanya dua pasang mata berpandangan, mengutarakan rindu yang menggebu.

Aku mengecup bibir itu.

***

"Kamu mau aku antar, Dir?" tawarku pada Dira yang sedang menyuapi Kirana.

Rasa bersalahku mencokol di dada. Melihat Dira yang selalu tersenyum padaku semakin membuat diriku sakit. Aku takut senyuman Dira akan hilang bila mengetahui apa yang kulakukan di belakangnya.

"Nggak. Aku bawa mobil aja," jawab Dira masih dengan senyumnya.

"Kamu masih marah?" tanyaku.

"Untuk?"

"Kemarin.." lirihku.

"Untuk apa marah? Kamu kan lagi reuni sama teman lama. Egois sekali kalau aku larang kamu, Bi," jawab Dira.

Reuni.

Jawaban Dira sangat menusuk dadaku.

"Dira, kamu makan aja. Biar aku yang suapin Kirana," tawarku.

Dira langsung menyerahkan piring makan Kirana kepadaku. Lalu ia menuangkan nasi dan lauk pada piringnya sendiri.

Tumben.

Biasanya Dira enggan memberikan tugas ini padaku.

Pada sesi sarapan pagi ini, aku menghindari bertatap pandang dengan Dira. Rasanya aku tak mampu melihat binar matanya. Nyaliku ciut. Aku sudah menyakitinya, batinku.

***

HAI! Sudahkah kalian membenci Abi? Abi adalah tokoh yang aku benci. Sungguh, dia sok kegantengan, sok keren, sok semuanya deh. Dan dia ga menghargai apa yang dia punya. Aku benci banget sama sosok Abi.

Oh ya, jadi cerita ini ga akan aku buat sepanjang Mighty Love yang sampai hampir 50 chapter. Oh ya, tenang aja aku udah menyiapkan kebahgiaan kok untuk Dira. Dan untuk yang bertanya kenapa hidup Dira pathetic banget? Hahaha Dira nggak semenyedihkan itu kook. Aku selalu percaya bahwa dalam hidup tuh nggak ada yang sempurna. Dira cantik, pintar, karir oke, punya Abi yang super ganteng, ekonomi keduanya sangat baik, tapi sayangnya si Dira juga punya cacat. Intinya aku nggak akan buat tokoh se-sempurna itu karena aku adalah tipe orang realistis.

Btw, jangan lupa vote dan comment yaa. Aku update kalo udah 20++ yaa. Hehehehe. Love you!❤

Prahara ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang