"Matthew, aku pengen nangis" Aku langsung loncat kedalam pelukannya. Menangis dalam pelukan Matthew seperti memeluk bantal berbentuk domba ukuran besar. Hangat dan merasa terlindungi.
"Nangis aja, aku lagi sibuk nih" Matthew menepuk kepalaku beberapa kali. Setelah itu, dia kembali fokus pada layar laptopnya. "Kerjaan aku makin banyak" Ucapnya sambil menghembuskan napas pelan.
"Ya iya lah, kan sekarang Andewa Matthew Alais seorang Direktur." Kataku memutar mata, air mataku sedikit berhenti setelah berada dalam pelukan lengan sebelah Matthew.
"Mending jadi dulu," Kekehnya.
"Gak ada kerjaan gitu? Nongkrong di Club? Balapan? Sambil mainin cewek"
"Salah satu, aku gak pernah mainin cewek. Wong cewek aku cuma ini" Matthew mencium rambutku. Sekarang tubuhku dipeluk kedua tangannya.
"Idih, aku gak ngerasa pernah jadian sama kamu" Aku mengeliat dalam pelukannya, mencoba melepaskan diri.
"Masa bodoh, yang penting aku udah ngerasain bibir kamu, dada ama-"
"MATTHEW!" Teriakku sebelum dia menyelesaikan kalimatnya yang gak berbobot dan kotor itu. "Diam deh, bibirnya jangan lemes gitu" Ancamku turun dari pangkuannya.
"Emang kenapa?" Tanyanya berbalik kearahku, aku yang sekarang berbaring diranjang besarnya.
"Kalau ada yang dengar gimana coba? Bisa repot"
"Makannya kita kasih tahu hubungan kita ini, biar Oma gak ngejodohinmu melulu. Aku malah pengen teriak dihadapan keluarga besarmu 'Shalum milikku'" Matthew bangkit dari duduknya lalu berjalan kearahku. "Bilang yuk pada mereka?" Dia sudah ikut berbaring disebelahku.
"Berani?" Tanyaku, meringkuk kedalam pelukannya. "Ayah sama bunda orangnya sedikit protektif, Kak Mita aja gak boleh dulu pacaran ampe sekarang. Apalagi aku?"
Matthew mengusap pelan punggung Shalum, "So, menurutmu kita bagaimana?"
"Begini aja dulu, kalau udah ada waktu yang tepat barulah kita bongkar hubungan Pedofilia ini," Kekehku. Wajah Matthew langsung merengut kaya anak kucing.
"Shaluma Alana Kusuma," Bentak Matthew yang dengan gerakan cepat menindihku. "Aku gak suka deh," Katanya dengan wajah sok marah.
"Apa?" Tanyaku dengan tertawa. Menggoda Matthew dengan kata Pedofilia adalah yang terampuh. Mungkin dia merasa ya? Matthew yang masih saudara jauh, amat jauh dariku dan sekarang umurnya tiga puluh tahun memacariku yang masih abg manis.
"Ah kamu mah, suka bawa-bawa itu deh. Ya deh, aku udah tua." Katanya lemah. Alah jangan terpengaruh, aku udah tahu jelas modusnya.
"Hmmm. . ." Bibir Matthew sudah bergerak kesana kemari di area leherku. "Jangan digigit disitu," bisa bahaya kalau sampai ada bekasnya.
"Dimana dong?" Matthew mendongak dengan muka cengosnya.
"Area bawah aja," Menarik kepala Matthew untuk mendekat padaku, kulit Matthew berwarna cokelat yang kontras sama kulitku yang putih.
"Oke, Baby" Kedua tangannya sudah sibuk membuka kemejaku, memperlihatkan dadaku yang masih terbungkus bra merah.
"Aku kaya liat kopi susu kalau kulit kita bersentuhan gini," Sedikit mengangkat kepalaku untuk melihat apa yang sedang dikerjakannya di dadaku. "Kamu beneran sepupuan sama Om Kent?" Selidiku.
"Hmm"
"Matthew, jawab dong" Rengekku sambil menggigit bibir menahan erangan.
"Nanti aja, kita beresin ini dulu ya?"
"Kalian gak mirip sama sekali, jangan-jangan kamu anak angkat ya?" Ocehku terus. Matthew sama sekali gak terpengaruh, bibir sama tangannya masih sibuk mijit-mijit badanku.
"Gadis kecil, diamlah" Perintah Matthew.
"Oke"
-
Sangat pendek ya? Ini awal yang baru buat cerita saya kedepannya, setelah kemarin mengalami kejenuhan total. Haha