Langit di Korea hari ini begitu cerah. Awan bergerak bak gerombolan kapas, serta angin menyapa rambut hingga membuatnya berterbangan lalu membelai lembut wajah sehingga menciptakan kesan damai. Tak lupa juga bunga sakura yang berjatuhan menghiasi jalanan taman.
Seperti apa yang dipinta Haruto sebelumnya, sampai detik ini Nara masih belum melepaskan tautan jari mereka berdua.
Sejujurnya Haruto kini bingung dengan perasaannya. Ia bahagia sebab melihat Nara bahagia, namun ada terbesit rasa takut di dalam hatinya. Bisa saja tempat ini adalah tempat terakhir mereka bisa bersama. Dan bisa saja tempat ini adalah tempat dimana Nara mulai melepaskan gandengan tangannya dan mulai melangkah menjauh.
"Nara, mari kita duduk di bangku itu." Ajak Haruto. Kursi taman itu sangat cantik sebab diatasnya ada pohon sakura yang tak henti-hentinya menggugurkan bunganya.
"Ayo haru, aku udah capek banget nih." Ucap Nara dengan nada yang lemah, namun tidak digubris oleh Haruto, karena Haruto tengah sibuk membersihkan kursi dari bunga sakura.
"Kepalaku juga terasa sakit."
Mereka berdua duduk dengan bunga sakura yang berjatuhan.
"Haru, rambut kamu banyak bunga sakura." Nara tertawa lalu membersihkan rambut Haruto dari bunga sakura. Ia mengambil satu bunga sakura dan menyelipkannya di telinga kanannya.
"Cantik ga?" Tanya Nara tersenyum.
"Iya, cantik."
"Hehehe...."
Haruto menatap pekat wajah Nara yang manis, namun tak semanis yang dulu. Wajahnya kini terlihat bersedih dan bibirnya pucat. "Kamu terlihat pucat, Nar. Sebaiknya kita pulang." Ajak Haruto.
"Gamau, masih pengen disini sama kamu." Tolak Nara.
Haruto mendaratkan kepala Nara di atas pundaknya lalu mengelusnya, "jika merasa pusing atau lelah, pundak ini siap menjadi tempat untuk bersandar."
"Tapi kepalaku berat."
"Aku tidak merasakan itu." Haruto mengelus pucuk kepala Nara.
Nara memeluk lengan Haruto sembari menatapnya, "haru... kalo aku udah pulang nanti, kamu jangan jatuh cinta sama cewe lain. Boleh deh cinta sama cewe lain, tapi cintanya jangan melebihi cinta kamu buat aku, ya." Pinta Nara.
Mendengar kata-kata Nara tadi membuat Haruto merasa tidak nyaman. Ia menoleh ke arah Nara namun Nara tidak memberikannya izin lagi, "jangan liat-liat aku."
"Kenapa?" Tanya Haruto sedikit takut.
"Takutnya kamu makin cinta."
"Itu sudah jadi tugasku untuk selalu menambahkan kadar cintaku padamu."
"Nar?" Panggil Haruto, namun tak ada sahutan darinya.
"Nara?"
"Aku izin melihatmu."
Haruto menoleh ke arah Nara, terlihat mata cantiknya tengah terpejam dan bibir tipisnya sedikit tersenyum.
"Jahat. Kamu pergi tidak pamit dulu, langsung saja pergi tanpa aba-aba."
Haruto kini menangis, ia tak mampu menahannya. Ia menangis sejadi-jadinya. Kini tidak ada lagi yang akan membantunya untuk menyapu air mata, kini ia harus mandiri. Kini tidak ada lagi yang akan memeluknya dan mengucapkan "semuanya akan baik-baik saja."
Haruto belum siap kehilangan.
Namun Tuhan sudah menjemput perempuannya.
Sekarang ia harus mencoba untuk ikhlas dan terbiasa, walaupun sepertinya tidak akan mungkin mampu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Battery | Haruto.
Ciencia FicciónApa bedanya jika menjalani hidup dengan orang yang dicintai namun hidupnya hanya mengandalkan sebuah baterai... Dan genggaman tangan yang menjadi pengisi dayanya? ((( jangan jadi sider, plis ))) ㅡ start 28 mei 2O19