2. Pada Kenyataannya

16 3 1
                                    

Mungkin ini memang jalan takdirku
Mengagumi tanpa dicintai
Tak mengapa bagiku
Asal kau pun bahagia dalam hidupmu, dalam hidupmu

Telah lama kupendam perasaan itu
Menunggu hatimu menyambut diriku
Tak mengapa bagiku
Mencintaimu pun adalah bahagia untukku, bahagia untukku

Kuingin kau tau diriku disini menanti dirimu
Meski kutunggu hingga ujung waktuku
Dan berharap rasa ini kan abadi untuk selamanya
Dan ijinkan aku memeluk dirimu kali ini saja
Tuk ucapkan slamat tinggal untuk slamanya

Dan biarkan rasa ini bahagia untuk sekejap saja

Ungu ~ Cinta Dalam Hati

_______________________________

"Liat Rama gak?" Tanya sinta.

"Lah bukannya dia seringnya sama lo?" Gathan menjawab dengan pertanyaan.

Fyi : Selain Sinta, sahabat yang dimiliki Rama itu adalah Devano, Reynathan, dan Algathan. Sama seperti Sinta, mereka bersama semenjak duduk di bangku sekolah dasar.

"Udahlah lo duduk di sini aja sama kita-kita!" Ucap Devan karena Sinta terlihat bingung.

"Ya udah deh, Sinta gabung sama kalian aja" putus Sinta sambil tersenyum.

Setelah memesan makanan, mereka menyantapnya dengan diselingi lelucon Devan yang selalu membuat siapapun akan tertawa geli mendengarnya.

"Kok tumben Sinta cuma senyum? Kan biasanya kalo Devan ngelucu suka ketawa." Akhirnya Rey bersuara.

Mendengar pertanyaan itu Sinta menjadi bungkam. Bingung apa yang harus dia katakan. Jangankan untuk menjelaskan, Sinta sendiri tidak mengerti dengan perasaannya.

"Itu.. anuu.. Sinta duluan ke kelas ya. Makanannya juga udah abis. Bye semua!" Sinta pamit dengan senyumnya yang terlihat jelas sedang menutupi sesuatu.

☆☆☆☆

Baru saja ingin melangkahkan kakinya ke arah parkiran, Sinta melihat pemandangan yang membuat sesak di dada.

Ih Sinta kenapa sih?
Kok nyesek ?
Itu kan hak Rama mau pulang sama siapa juga.

Sinta menggelengkan kepalanya dan melanjutkan langkah untuk pulang.

☆☆☆☆

"Woy bocah! Kemana aja lo?"

Sinta gak pernah kemana-mana kok. Rama-nya aja yang gak pernah ngeliat Sinta. - Batin Sinta.

"Yeh malah diam. Lo kenapa sih kok kayak gak semangat gitu?" Tanyanya lagi sambil duduk di pinggir kasur milik Sinta.

"Sinta tu pusing sama tugas dari pak Sakta. Dan harusnya Sinta yang nanya, Rama kemana aja tumben udah sore banget ke sininya?"

Seketika wajah Rama terlihat sangat bahagia seperti baru saja mendapat lotre berhadiah rumah mewah.

Rama menghampiri Sinta yang duduk di sofa dekat jendela kamar.

"Lo tau?"

Sinta menggeleng.

"Ah setan, kan gue belum selesei ngomong!"

"Lagian Rama tiba-tiba nanya gitu. Sinta mana tau."

Rama menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, bener juga ya. -Batin Rama.

Berubah Karena RamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang