05. Pernikahan Raya
Gauri ingin sekali mengguyur Gema dengan air dingin saat melihat adik laki-lakinya itu masih molor, padahal ini sudah nyaris jam delapan pagi. Sementara jam setengah sepuluh nanti akad nikahnya Raya sudah akan dimulai.
Namun, Gauri masih tertahan di rumahnya, karena Gema susah sekali dibangunkan. Dan kedua orang tuanya sudah pergi duluan ke hotel tempat akad nikahnya Raya dilangsungkan.
Tahu begini, lebih baik Gauri berangkat bersama kedua orang tuanya tadi.
Apa lagi ini hari Minggu, yang menurut Gema adalah hari bermalas-malasan ria seharian di rumah. Menyuruhnya mandi pagi sudah bagaikan menyuruh anak TK yang sedang malas mandi ketika libur sekolah. Kebanyakan bengongnya, ketimbang bergerak cepat untuk menyiramkan air ke seluruh tubuhnya.
Tepat saat Raya berjalan menuju ke arah Fariz yang sudah resmi menjadi suaminya, Gauri baru sampai di tempat acara. Dalam hati ia meminta maaf pada Raya, karena tidak bisa mendampinginya saat akad nikah dilangsungkan.
Logikanya, bagaimana bisa ia mendampingi Raya, sementara ia sendiri sedang butuh pendamping hidup sekarang?!
Kemudian, Gauri kembali merutuki Gema yang ternyata tidak bisa bergerak gesit dan harus sarapan serta menyetrika baju terlebih dahulu, sehingga Gauri harus pergi sendiri karena tidak ingin tertahan di rumahnya lebih lama lagi.
Setelah melakukan sesi foto dengan keluarga dan teman sebaya, Raya lantas merebut mikrofon dari MC, dan memanggil Gauri untuk segera menemuinya di depan karangan bunga di mana tempat sesi foto sedang dilangsungkan.
Dengan wajah merah padam, akhirnya Gauri menghampiri Raya dengan Kannaya di gendongannya. Di belakangnya, ada Khanala yang menyusulnya, agar mereka bisa berfoto bersama. Tidak lucu kalau Gauri sampai berfoto di tengah-tengah pengantin, atau di samping pengantin yang sedang berangkul-rangkulan mesra tanpa adanya orang lain di antara mereka.
"Bener-bener yah!" Raya berkacak pinggang. "Udah bagus disuruh nginep di sini bareng keluarga gue, lo malah nolak dan dateng telat."
Gauri langsung meringis, dan menyerahkan Kannaya pada Khanala. Lalu memeluk Raya dari arah samping. "Ya, sori, Ray. Gema lelet banget, itu pun dia udah gue tinggal di rumah."
"Tahu gini, tadi gue pergi aja bareng ortu," tambah Gauri. Karena Raya masih cemberut, dan tak memberikan respon apa pun.
Kemudian, Fariz segera angkat bicara untuk membujuk perempuan yang sudah resmi menjadi istrinya itu agar mau memaafkan Gauri di hari bahagia mereka. Selanjutnya, mereka semua berfoto bersama dengan Kannaya yang berada di gendongannya Fariz, karena laki-laki itu berharap supaya ia dan Raya bisa cepat dapat momongan tak lama setelah mereka menikah.
***
Saat ini Raya dan Fariz sedang berganti pakaian, karena setelah akad nikah selesai, acara mereka langsung berlanjut ke acara resepsi.
Tepat saat Gauri mengambil minuman yang tersedia di salah satu meja panjang, tiba-tiba Juna sudah berdiri di sampingnya.
Mata Gauri langsung memicing tajam saat menyadari keberadaan Juna di sekitarnya.
"Santai aja sih, G. Aku bukan makhluk berbahaya, sampe-sampe kamu harus siaga satu begitu melihat aku."
Gauri memutar bola matanya.
"Pasti kamu dateng sendirian, 'kan?"
Ingin sekali Gauri mencabik-cabik wajah Juna, karena menanyakan pertanyaan barusan dengan seringai usil di wajahnya.
Sekarang, Gauri mulai menaikkan dagunya, tampak menantang Juna. "Siapa bilang?"
Juna langsung celingukan, lalu menggeleng pelan dengan senyum di bibirnya.
Setelah itu, ia kembali menatap Gauri. Tak lupa, mendekatkan wajahnya sampai hidung mereka nyaris bersentuhan kalau saja perempuan itu terlambat menarik kepalanya ke arah belakang.
"Tapi aku gak lihat ada cowok seumuran kita yang berdiri di sekitar sini. Setelah putus dari aku dulu, kamu gak mungkin kan berselera sama om-om, atau suami orang?"
Wajah Gauri tampak memerah, dan ia tidak bisa berkata-kata.
Setelah putus dari Juna, Gauri memang sempat berpacaran beberapa kali. Tetapi, hubungannya tidak pernah bertahan lama, sehingga ia malas sendiri berpacaran. Dan selama ia tidak berpacaran lagi sampai hari ini, ia memang sempat menyukai ... suami orang, seperti kata Juna barusan.
Juna langsung terkejut melihatnya. Wajah kaku dengan pandangan ke bawah, dan mulut mencebik seperti menahan sesuatu, itu adalah ekspresi khas Gauri saat tebakan yang dilontarkan oleh seseorang padanya ternyata benar.
"G," tegur Juna dengan nada gusar. "Gak bener, 'kan? Tadi itu aku cuma bercanda."
Gauri hanya mengibaskan sebelah tangannya. Mulutnya sudah akan terbuka untuk mengatakan sesuatu, tapi urung, dan kalimat itu hanya tertahan di ujung lidahnya.
Tanpa mengatakan apa pun kepada Juna, Gauri pun mulai melangkah untuk segera menjauh dari sana.
*****
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Love From The Past
Chick-LitKarena terlalu sering ditanyai tentang pasangan, Gauri nekat membuat keputusan gila, yaitu menyetujui tawaran dari istri sepupunya untuk melakukan kencan buta. Tanpa diduga, Gauri malah bertemu dengan seseorang yang pernah mematahkan hatinya di masa...