Yimaaaa

1.4K 165 191
                                    

Kembali lagi ke masa sekarang, Februari awal. Salju di Kota Seoul mulai mencair, berganti dengan tumbuhnya rerumputan hijau dan mekarnya kelopak bunga musim semi. Masing-masing orang mulai menukar syal dan baju tebal mereka dengan baju kaos dan berbagai aksesoris musim semi lainnya, tapi hal itu tak cukup besar untuk menghentikan kesibukan ibukota.

Minhyun keluar dari kamarnya dengan sekotak boks kecil di tangan. "Nah, ini yang terakhir. Aku meninggalkan beberapa pakaian dan barangku disini." Katanya sambil meletakkan boks yang ia pegang diatas boks besar lain yang sebelumnya sudah disusun di ruang tengah dorm.

Seorang yang sedari tadi hanya memandangi Minhyun berbenah untuk pindah -ya, setelah berpikir cukup lama, Minhyun memutuskan untuk membeli apartment sendiri dan pindah, menyusul Dongho dan Aron yang lebih dulu meninggalkan dorm- akhirnya angkat bicara, "Minhyun, kau yakin dengan ini semua?"

Suara berat yang Minhyun idamkan itu sarat akan kekhawatiran. Minhyun mendudukkan dirinya di sela kosong sofa. "Tentu saja, Jjuya." Tangannya terulur untuk mengenggam tangan Jonghyun erat. Berusaha menyalurkan rasa yakin pada diri Jonghyun. "Jangan khawatirkan aku. Aku akan baik-baik saja."

Jonghyun membalas genggaman Minhyun, tapi tetap saja, hal itu tidak menenangkan hatinya yang gundah. "Apa kau yakin kau bisa? Kau tau, keadaan sekarang tidak membuatku yakin untuk kembali melepasmu sendiri."

Minhyun paham betul apa yang Jonghyun maksud. Pelepasan Wanna One yang masih membuat sebagian orang tidak senang dan memutuskan untuk memboikot atas nama dirinya dan demo di depan gedung, belum lagi komentar jahat dan hal beracun yang begitu cepat tersebar di media sosial masing-masing member. Meskipun begitu, Minhyun yakin ia tidak akan terganggu dengan itu.

"Ayah bahkan berani melepasku dari Busan ke sini saat aku berusia 16 tahun." Canda Minhyun. Namun, Jonghyun tidak menangkap kata-kata Minhyun sebagai candaan, sebaliknya, ia malah menafsirkan dengan serius sepenuhnya kata-kata Minhyun.

"Itu tidak bisa disamakan, Minhyun. Ayah melepasmu karena beliau tahu ada kami yang akan menjagamu. Sedangkan sekarang? Kami melepasmu untuk hidup sendiri."

Lengan Jonghyun digoyang pelan oleh si manis, "Ayolah, Jjuya. Aku, kan hanya pindah dorm. Bukan pindah negara." Bujuknya. Jonghyun ternyata seserius itu sampai bertanya berulang kali. Padahal, tadi malam ia sudah menjelaskan panjang kali lebar alasan mengapa ia memutuskan untuk pindah dari dorm.

Jonghyun mengacak rambutnya frustrasi, "Jujur saja, berat rasanya bagiku melepasmu lagi bahkan hanya untuk pindah." Ia merasa berucap sepelan mungkin, namun Minhyun sangat peka.

"Jonghyun... Kita–" Belum sempat Minhyun bicara, suara berat itu kembali memotong,

"Aku menyayangimu, Minhyun. Kau tahu, kan? Kau bukan sekedar anggota grup yang menjadi tanggung jawabku." Manik gelap itu menatap Minhyun tepat di iris cokelatnya.

"Kau lebih dari itu."

Rasa bersalah yang tak berujung itu selalu menggerogoti Jonghyun bahkan sampai ke alam bawah sadarnya. Seumur hidupnya, ia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri atas kejadian sexual harassment yang dialami Minhyun.

"Kita sudah memperpanjang kontrak di agensi yang menyakitimu sesuai dengan kemauanmu. Apa kau benar-benar tidak bisa menuruti setidaknya satu saja permintaanku untuk tetap berada disini? Ini semua untukmu."

Alis Minhyun mengerut tidak senang dengan cara bicara Jonghyun yang terdengar otoriter. Tak pernah ia sangka kalau Jonghyun seprotektif ini padanya. Ini jauh lebih parah dari saat ia harus berpisah sementara dua tahun yang lalu. Apa karena little-nya yang sering kumat akhir-akhir ini?

Tapi, pria manis itu berpikir kalau ia bisa mengatasi little-nya sendiri. Baby Minyu belum kembali sejak Hyunbin mengajaknya berkeliling dan quality time, sudah cukup menjadi bukti kalau dia sudah bisa mengontrol kehadiran si little dan dia bisa menjamin itu.

-; Minyu? Minyu! [All x Minhyun] - discontinuedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang