Tujuh Puluh Sembilan

1.5K 198 13
                                    

Ruang kelas itu tampak lengang, menyisakan seorang lelaki mungil yang tengah duduk diatas bangku miliknya.

Surai sewarna madu itu terlihat kusut dan berantakan, ulah dari jemari-jemari tan yang sedari tadi masih betah bertahta disana dan meremasnya.

Mata seindah rusa itu terlihat berkaca-kaca, siap menumpahkan liquid yang bisa jatuh kapan saja. Obsidian itu menatap lurus kearah kertas yang menampakan coretan dengan tinta merah diatasnya.

Tujuh Puluh Sembilan.

Bukan angka yang bisa dibilang kecil, tapi tidak juga bisa dibilang besar. Rata-rata lebih tepatnya. Tapi tetap saja penggunaan tinta merah menandakan bahwa angka tersebut bukanlah angka yang bagus.

Meremas kertas hasil ulangan tersebut, Haechan mengigit bibir ranumnya dengan keras—mencegah isakan yang mungkin saja keluar.

"Haechan bodoh." Lirih lelaki mungil tersebut sambil menelungkupkan wajahnya diatas meja. Tangan kananya masih saja meremas kertas laknat tersebut.

"Bodoh, bodoh, bodoh!" umpatnya yang teredam oleh lengannya yang secara keseluruhan menyembunyikan wajah manis itu.

Bulir-bulir asin tersebut terus jatuh dan membasahi pipi tembam itu, yang juga membasahi lengan sweater biru muda yang tengah ia gunakan.

Langkah kaki yang mendekat terdengar oleh telinganya, yang kemudian disusul dengan tepukan dan usapan di surai madunya. Mendongakan kepala, ia melihat wajah familiar dengan surai hitam tengah tersenyum ke arahnya.

Mata indah tersebut kembali digenangi dengan liquid yang siap tumpah kembali. Dan seakan mengerti, Mark—sosok lain tersebut—merentangkan kedua tangannya yang kemudian disambut dengan Haechan yang menghambur ke pelukan sosok tersebut.

"Mark Hyung... " Haechan menenggelamkan kepalanya ke ceruk leher pria yang lebih tua, dan menumpahkan air matanya lagi.

Mark mengelus lembut surai tersebut, sedangkan tangan satunya memeluk erat pinggang pria satunya. Mark sungguh tidak peduli dengan pundaknya yang kini telah basah dan juga beratnya badan sang terkasih yang kini sudah berubah posisi menjadi duduk di pangkuannya.

Karena Haechan adalah yang terpenting baginya.

Pria satunya masih enggan melepaskan kontak tersebut dan tetap anteng memeluk leher yang lebih tua, mencium aroma musk yang selalu berhasil menenangkan dirinya dikala gundah.

Dirasa sudah mulai tenang, perlahan Mark mulai mendorong bahu sempit itu, membuat ia kini berhadapan wajah berantakan sang terkasih yang dihiasi dengan jejak air mata.

"Jadi, kali ini apa?"

Haechan enggan menatap netra didepannya, ia memilih menatap jari jemarinya yang asik memainkan dasi sang kekasih. Sedangkan kedua tangan kekar pria di hadapannya melingkar di pinggang ramping miliknya.

"Sugar,"

Jemari besar itu pun menyentuh dagu si mungil dan mengangkatnya sehingga netra sewana madu itu menatap netra hitam miliknya.

"Matematika." Andai saja Mark tidak memasang telinganya dengan benar, mungkin dia tidak akan mendengarkan bisikan halus itu.

"A—Aku, ugh, sudah belajar Hyung, sungguh." Lelaki tersebut melanjutkan, tangannya kembali meremas pundak Mark.

"Tapi tetap saja, hasilnya—" dan dengan itu, Haechan kembali meneteskan air matanya.

"Its okay sugar, you did well." Ucapan lembut ditambah dengan elusan di rambut membuat tangisan Haechan semakin pecah. Jemari Mark menghapus air yang membasahi pipi gembil favoritenya.

"Yang benar—hiks, Hyung?" pertanyaan polos itu Haechan lontarkan dengan bibir yang mengerut lucu. Membuat Mark gemas dengan tingkah lelaki mungilnya.

"Iya, benar sayangku." Mark berkata dengan gemas. Kedua jarinya mencubit puncak hidung mungil sang kekasih.

Haechan yang di perlakukan seperti itu pun hanya bisa mengerang dan berusaha melepaskan jari Mark dari hidungnya.

Mark terkekeh pelan, sebelum akhirnya bibirnya mendekati dahi pria yang lebih mungil dan mengecupnya cukup lama.

Pria satunya spontan menutup kedua kelopak matanya, menikmati kecupan itu.

Ia merasa sangat dikasihi oleh seorang Mark Lee.

"I'm so proud of you." Gumam Mark dan memberikan kecupan juga pada bibir ranum itu, membuat Haechan terdiam dengan mata yang membulat lucu. "Ah, kenapa kau menggemaskan sekali?" lanjut Mark sebelum kembali menghujani wajah itu dengan kecupan-kecupan miliknya.

Haechan—sang Korban—pun hanya bisa tertawa geli dan berusaha menghentikan aksi Mark yang kini merubah target kecupannya menjadi ke leher lelaki tersebut.

Sang submissive tetap berusaha melanjutkan aksinya untuk menghentikan sang dominan—yang malah berakhir sia-sia. Merasa kesal, akhirnya ia memutuskan untuk memukul kepala Mark yang direspon dengan ringisan.

"Hentikan, Hyung!" kedua tangan Haechan bersedekap di depan dada lalu memberikan tatapan tajam ke arah Mark—yang malah terlihat menggemaskan.

"Baiklah, baiklah. Ayo, kita pulang."

Yang lebih mungil pun perlahan turun dari pangkuan Mark yang kini telah berdiri sambil mengenggam ransel milik Haechan dan segera mengenggam tangan yang lebih mungil menggunakan tanganya yang bebas.

"Hyung?" panggil Haechan ditengah perjalanan mereka di lorong sambil mengayunkan tautan tangan mereka kedepan dan kebelakang.

"Yes, sugar?" sahut Mark sambil mengeratkan genggaman tangannya.

"Ice cream."

"Anything for you." Jawab Mark yang segera di hadiahi kecupan di pipi oleh Haechan serta ucapan terimakasih yang membuat senyum terlukis di bibir Mark Lee.

Karena dia akan melakukan apapun demi kebahagiaan kekasihnya tersebut.

Karena Mark Lee akan melakukan apapun untuk Lee Haechan.

-THE END-


Halo gais, aku kembali lagi dengan sebuah fict kecil ini.

Tbh, fict ini merupakan pelampiasan ku yang kesal karena ulangan akhir ku kemaren tidak cukup memuaskan,

Dan aku mengharapkan sosok seperti Mark Lee yang bisa menghiburku, tapi apa daya jomblo. :"

Okei, karena aku sudah melewati semua masa2 itu, aku akan mulai mencoba untuk aktif lagi di dunia tulis menulis ini.

Segitu aja deh ya, see you on another story. Paii paaii~

p.s: akhir2 ini wp nyebelin ya iklannya :"

with love, littlesunhyuck

Library Of MarkHyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang